BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Lambung sebagai reservoir makanan berfungsi
menerima makanan/minuman, menggiling, mencampur, dan mengosongkan makanan ke
dalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan,
minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung sebenarnya
terlindungi oleh lapisan mukus, tetapi oleh karena beberapa faktor iritan
seperti makanan, minuman, dan obat-obatan anti inflamasi non-steroid (NSAID),
alcohol dan empedu, yang dapat menimbulkan defek lapisan mukosa dan terjadi
difusi balik ion H+ sehingga timbul gastritis akut/kronik atau ulkus
gaster.
Dengan
ditemukannya kuman Helicobacter pylori pada
kelainan saluran cerna, saat ini dianggap Helicobacter
pylori merupakan penyebab utama ulkus lambung,
di samping NSAID, alkohol
dan sindrom Zollinger-Ellison
yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dari hormon gastrin sehingga
produksi HCl pun turut meningkat.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
anatomi dan fisiologi lambung?
2. Apa
definisi
ulkus peptikum?
3. Bagimana
etiologi & epidemiologi ulkus peptikum?
4. Bagaimana
mekanisme patofisiologi ulkus
peptikum?
5. Bagaimana
penatalaksanaan pada penyakit ulkus
peptikum?
3. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui anatomi dan fisiologi lambung.
2. Untuk
menjelaskan definisi dari
ulkus peptikum.
3. Untuk
mengetahui etiologi & epidemiologi ulkus peptikum.
4. Untuk
mengerathui patofisiologi ulkus peptikum.
5. Untuk
mengetahui cara penatalaksanaan
pada penyakit ulkus peptikum.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
ANATOMI
dan FISIOLOGI LAMBUNG
Lambung (bahasa Inggris:
stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah
diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana
makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat
dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia
adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan . Fundus
adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah,
daerah yang berhubungan dengan usus duabelas jari (duodenum).
Dinding lambung tersusun menjadi empat
lapisan, yakni mukosa, submukosa, muskularis, dan
serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel
mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.
Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas
dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana
pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan
nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang
diserap, urea,
dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang
membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan
otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga
macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan
pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk
mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.
Gambar
1.1 Anatomi lambung:
1.Esofagus
2.Kardia
3.Fundus,
4.Selaput
Lendir
5.Lapisan Otot
6.Mukosa
Lambung
7.Korpus
8.Antrum Pilorik
9.Pilorus
10.Duodenum
Pada lapisan mukosa
terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet, sel parietal, dan sel chief.
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mukus
atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim
pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
[Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin.
Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung
mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief
memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein
yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel
tersebut.
Di bagian dinding lambung sebelah
dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma,
bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan
sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin,
musin, dan renin.
Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim
pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah
protein menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein
yang melicinkan makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya
terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein
digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya renin susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam
lambung dan usus tanpa sempat dicerna.
Kerja
enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti
bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian
pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya,
otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk
kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan
berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat
asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat.
Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan
tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di
belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang
asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan
melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut
dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali.
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatik yang disampaikan melalui nervus vagus
akan meningkatkan motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi
pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi
yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum.
Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kolesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa
duodenum dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses
pengosongan lambung merupakan proses
umpan balik humoral.
Kelenjar di
lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara
0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan,
lendir dan faktor intrinsik yang
dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi
protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida
juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.
Asam klorida juga
akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta
pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon.
Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase
sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).
Fase
Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman
dan rasa akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasi
nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya
asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi
langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari
sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan
akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan
oleh mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan
pembebasan histamin ini gastrin dapat bekerja.
Fase
Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang
masuk ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai
protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik lokal dan
pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.
Pada Fase
Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan
diikuti dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke
usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi
asam klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah
lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama
jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.
Di samping
zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan
pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat
sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari
kelenjar pankreas.
Somatostatin,
yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar
pankreas, menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan
sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan
turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan).
Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah
n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.
Rangsang
bau dan rangsang kecap
|
Rangsang
n. Vagus
|
Rangsang
Ganglion
|
Rangsang
Lokal (makanan)
|
Pembebasan
asetilkolin
|
Degranulasi
mastosit
|
Pembebasan
histamin
|
Stimulasi
sel G
|
Pembebasan
Gastrin
|
Pembebasan
HCl
|
Stimulasi
Sel Parietal
|
Bagan
1.1 Pengaruh Sekresi Sel
Parietal
2. DEFINISI
Ulkus peptikum
merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus, lambung ataupun
duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang
tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap
juga sebagai ulkus. Istilah ulkus peptikum mengacu pada semua ulkus yang ada
pada daerah terendam dalam asam hidroklorat dan pepsin cairan lambung yaitu lambung
dan duodenum bagian atas (M.J Neal:30).
Ulkus kronik berbeda
dengan ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut
definisi, ulkus peptikum
dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam
lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga
jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung merupakan faktor
etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu faktor
dari banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum.
3.
ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya ulkus
peptikum adalah rusaknya sawar yang disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya adalah:
§ Hipersekresi
asam lambung
§
Infeksi Helicobacter
pylori
§
Refluks empedu
§
Bahan iritan seperti makanan dan minuman, obat-obat
anti inflamasi non
steroid dan alkohol.
§
Merokok.
§
Faktor genetik
§
Faktor- faktor yang dapat merusak mukosa adalah:
1) Asam
lambung dan pepsin
Terjadinya
peningkatan produksi dan pelepasan gastrin menyebabkan sensitifitas
mukosalambung terhadap rangsangan gastrin meningkat secara berlebihan, jumlah
sel parietal, pepsinogen khususnya pepsinogen I juga meningkat. Sekresi
bikarbonat dalam duodenum menurun
menyebabkan daya tahan mukosa menurun, tidak mampu menahan daya cerna asamdan
pepsin sehingga memungkinkan terbentuknya tukak.
2) Helicobacter pylori
Adalah bakteri gram
negatif, infeksinya ekstraseluler dan ditularkan secara oral atau feko-oral.
Helicobacter pylori mengeluarkan enzim N-histaminmetiltransferase yang memecahkan hitamin menjadi N-metil
histamine yang mempunyai potensi kuat merangsang pengeluaran asam dan menghambat
pengeluaran somatostatin yang berfungsi untuk menghentikan produksi
gastrin oleh sel-sel G.
H.pylori menimbulkan
kerusakan mukosa lambung dan duodenum melalui pembentukanammonia, produk
ammonium lain (misal mono-N-kloramin), factor-faktor kemotaktik, pelepasan
platelet activating factor (yang menimbulkan oklusi mikrosirkulasi),
leukotriendan eukosanoid lain yang berasal dari asam arakidonat dan sitotoksin
seperti protease, lipasefosfolipase A2, fosfolipase C dan vacuolating
cytotoksin (VAC). Endotoksin yang dibentuk H . pylori
dapat merusak endotel dan menimbulkan mikrotrombosis mukosa. Lekosit
tertarik pada daerah yang rusak tersebut dan sebagai akibatnya akan
dilepaskan cytokines tambahanyang lalu menimbulkan radikal superoksid yang
merusak. Derajat infeksi H . pylori dan beratnya kerusakan
mukosa langsung berkorelasi dengan luasnya infiltrasi lekosit.
Produk H . pylori meningkatkan inflamasi mukosa melalui
peningkatan adhesi lekosit pada sel-selendotel. H . pylori dapat
merangsang faktor-faktor pada manusia untuk meningkatkan produksi
interleukin 8 (IL-8) mRNA epitel dan IL-8 imunoreaktif.
Respon antibody
lambung yang timbul yaitu sekresi IgA dan IgG. Sekresi IgA dapat melindungi
mukosa dapat aktivasi komplemen, sedang IgG dapat mengaktivasi komplemenyang
menimbulkan kerusakan epitel immune complex mediated dan penurunan
sitoproteksi. H .pylori jelas dapat merusak mukus. Pada
strain H . pylori yang virulen (pada penderita
tukak duodenum), ternyata ditemukan lebih banyak adhesi pedestal
antara H . pylori dengan permukaan mukosa
lambung. H .pyloridapat meningkatkan gastrin plasma melalui perangsangan sel G
lambung dan menurunkan sekresi somatostatin melalui inhibisi sel Glambung. Akibatnya
maka sekresi asam lambung menjadi lebih tinggi dari normal.
3) Penggunaan obat-obat anti inflamasi non
steroid (OAINS), kebiasaan makan, merokok, danstres lingkungan.
§ Faktor-faktor
internal yang memelihara daya tahan mukosa adalah:
1. Sekresi
mukus oleh sel-sel epitel permukaan.
2. Sekresi
bikarbonat lokal oleh sel mukosa lambung dan duodenum.
3. Prostaglandin
atau fosfolipid.
4. Aliran
darah mukosa (mikrosirkulasi).
5. Regenerasi
dan integritas sel epitel mukosa.
6. Faktor-
faktor pertumbuhan.
Bakteri gram negatif Helicobacter
pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa
ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam
hidrochloridadan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar
pada individu antara usia 40 dan60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita
menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi.
Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti
bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden
ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada
korpus lambung dapatterjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Upaya masih dilakukan untuk
menghilangkan kepribadian ulkus. Beberapa pendapatmengatakan stress atau marah
yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi
pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi,
masihtidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor
predisposisi signifikan.Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu
dengan golongan darah lebih rentandaripada individu dengan golongan darah A, B,
atau AB. Faktor predisposisi lain yang jugadihubungkan dengan ulkus peptikum
mencakup penggunaan kronis obat anti inflamasi
nonsteroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri
dengan agens seperti Helicobacter pylori.Adanya
bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin
yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom
zolinger-ellison)jarang terjadi.Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang
terpajan kondisi penuh stress.
4.
EPIDEMIOLOGI
Ulkus peptik memiliki
efek yang luar biasa pada morbiditas dan mortalitassampai dekade terakhir abad
ke-20, ketika tren epidemiologi mulai menunjuk kesebuah penurunan mengesankan
dalam insiden. Alasannya bahwa tingkatpenyakit ulkus peptikum diperkirakan
menurun menjadi pengembangan obatbaru penekan dan asam efektif dan penemuan
penyebab kondisi, Helicobacter pylori.
Penyakit ini terjadi
dengan frekuensi paling besar pada individu antarausia 40 dan 60 tahun. Tetapi,
relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun initelah diobservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebihsering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanitahampir sama dengan pria.
Setelah menopause, insiden ulkus peptikum padawanita hampir sama dengan pria.
Ulkus peptikum pada korpus lambung dapatterjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Di negara-negara
Barat prevalensi infeksi Helicobacter
pylori sekitar usia (yaitu, 20% pada
usia 20, 30% pada usia 30, 80% pada usia80 dll). Prevalensi lebih tinggi di
negara-negara dunia ketiga. Transmisi adalahdengan makanan, air tanah yang
terkontaminasi, dan melalui air liur manusia(seperti dari berciuman atau
berbagi peralatan makanan). Sebuah minoritaskasus H. Pylori infeksi
akhirnya akan menyebabkan borok dan proporsi yanglebih besar dari orang-orang
akan mendapatkan non-spesifik ketidaknyamanan,nyeri perut atau gastritis.
Di Amerika Serikat sekitar
empat juta orang telah tukak lambung aktif dansekitar 350.000 kasus baru
didiagnosa setiap tahun Empat kali sebanyak ulkusduodenum ulkus lambung
didiagnosis. Sekitar 3000 kematian per tahun di Amerika Serikat disebabkan
oleh ulkus duodenum dan 3000 untuk tukak lambung. Telah ada penurunan tajam dalam
rawat inap dan tingkat kematian dilaporkan
untuk ulkus peptikum di Amerika Serikat. Perubahan kriteria untukmemilih
penyebab kematian mungkin account untuk beberapa penurunan nyatadalam tingkat
kematian ulkus. Rawat Inap Tingkat ulkus duodenum menurunhampir 50 persen
1970-1978, tetapi tarif untuk rawat inap ulkus lambung tidakmenurun. Tidak ada
bukti yang baik untuk mendukung
keyakinan populer bahwa ulkus peptikum yang paling umum pada musim semi dan musim gugur. Pola yang
paling konsisten tampaknya menjadi tingkat ulkus rendah di musim panas. Ada
bukti kuat bahwa rokok merokok, penggunaan rutin aspirin, dan penggunaan
steroid berkepanjangan terkait dengan perkembangan ulkus peptikum. Ada beberapa
bukti bahwa kopi dan aspirin pengganti dapat mempengaruhi borok, tetapi
kebanyakan penelitian tidak melibatkan alkohol, makanan, atau stres
psikologis sebagai penyebab penyakit maag. Faktor genetik memainkan peran di kedua
ulkus duodenum dan lambung. Yang pertama-saudara tingkat satu dari pasien
dengan ulkus duodenum memiliki dua-tiga kalilipat peningkatan risiko terkena
ulkus duodenum dan kerabat pasien tukaklambung memiliki risiko sama peningkatan
mendapatkan ulkus lambung.
5.
PATOFISIOLOGI
Ulkus peptikum
terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja
asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida danpepsin). Erosi yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerjaasam pepsin, atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa.
Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus yang cukupbertindak sebagai
barier terhadap asam klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang
serupa:
1) Sefalik
Fase pertama ini dimulai
dengan rangsangan seperti pandangan, bauatau rasa makanan yang bekerja pada
reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan
sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering
secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterologi
menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek
signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal
berlebihan selama malam hari saat lambung
kosong adalah iritan yang signifikan.
2) Fase
lambung
Pada
fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.Refleks vagal menyebabkan sekresi
asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
3) Fase
usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan
pelepasan hormon (dianggap menjadi gastrin)
yang pada waktunya akan merangsang sekresi
asam lambung.
Pada manusia, sekresi lambung adalah
campuran mukokolisakaridadan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu
melalui kelenjar mukosa.
Mukus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadapasam. Asam
hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresimeningkat karena
mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus.
Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikanperlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin
akan merusaklambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian
menyebar ke dalamnya dengan lambat.Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut
barier mukosa lambung. Barierini adalah pertahanan untama lambung terhadap
pencernaan yangdilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain
yangmempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asambasa,
integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami
ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini :
1.
Hipersekresi asam lambung
2.
Kelemahan baier mukosa
lambung
Apapun yang
menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusakmukosa lambung adalah
ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi nonsteroid lain, alcohol, dan
obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom Zollinger-Ellison
(gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat
atau ulkus yang tidak sembuh denganterapi medis standar. Sindrom ini
diidentifikasi melalui temuan berikut :hipersekresi getah lambung, ulkus
duodenal, dan gastrinoma(tumor selistel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan
dalam gastric triangle yang mengenai
kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari duodenum,
dan leher korpus pankreas. Kira-kira
dari gastrinoma adalah ganas
(maligna).
Diare dan stiatore(lemak
yang tidak diserap dalam feces) dapat ditemui. Pasien ini dapat
mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya
dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia.Keluhan pasien paling utama adalah nyeri
epigastrik. Ulkus stress adalah istilah
yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau arealambung yang
terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis.Kondisi stress seperti
luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma denganorgan multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptikdalam 24 jam setelah cedera
menunjukkan erosi dangkal pada lambung,setelah 72 jam, erosi lambung multiple
terlihat. Bila kondisi stressberlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi
sebaliknya. Pola ini khaspada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda
adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok
ini menimbulkanpenurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar
pepsindilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasanaideal
untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dariulkus cushing dan
ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung.Ulkus cushing umum
terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus,
lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada
ulkus stress. Ulkus curling seringterlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar
luas.
Pada kasus tukak lambung
yang parah maka ulkus/lukanya dapat berdarah sehingga mengalir melalui saluran
pencernaan dan dapat menyebabkan
muntah bercampur darah yang berwarna coklat seperti kopi dan feses berwarna
kehitaman karena bercampur darah. Tukak yang kronis menginvasi tunica
muscularis, dan nantinya mengenai peritoneumsehingga gaster dapat mengalami
perforasi sampai ke dalam bursao-mentalis
atau mengalami perlekatan pada pankreas. Erosi pankreas menghasilkan nyeri alih ke
punggung. Arteri lienalis berjalan padasepanjang margo superior pancreas, dan
erosi arteria ini dapatmenimbulkan perdarahan yang mengancam jiwa. Tukak yang
menembus dinding
anterior gaster dapat mengakibatkan isi gaster keluar ke dalam cavitas peritonealis dan
menimbulkan peritonitis difusa. Namun, pariesanterior gaster dapat melekat pada
hepar, dan ulkus kronis dapat meluassampai ke jaringan hepar. Apabila hal ini
terjadi diperlukan perawatan dokter
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
.
Gambar 2. Patofisiologi ulkus gaster akibat infeksi Helycobacter
Pylori
1. Faktor agresif
Asam lambung sudah sejak
dahulu dikenal sebagai faktor agresif yang utama karena sifat asamnya. Asam lambung selain bersifat
anti bakteri, sifat yang sebenarnya kita butuhkan untujk mensterilkan suasana makanan
yang kita makan, juga bersifat merusak (destruktif). Selain itu peranan enzim
pepsin juga penting. Sesui dengan fungsinya yakni mencerna protein, maka mukosa
saluan cerna yang mengandung protein juga dicerna. Oleh karena itu, enzim ini
bisa mencerna tidak hanya protein dari makanan yang kita makan, tetapi juga
mulosa saluran cerna itu sendiri, sehingga terjadi kerusakan mukos yang
verfungsi melindumgi sel di bawahnya. Proses ini disebut autodigestion.
Faktor lain yang dapat
meningkatkan faktor agresif adalah faktor eksternal missalnya zat korosif atau
infeksi kuman Helicobacter pylori. Zat korosif yang sering masuk adalah makanan
yang asam pedas, obat-obatan tertentu (NSAID, anti inflamasi non steroid).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
sekresi asam lambung:
a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)
b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)
Gastrin
Gastrin mrupakan hormon
polipeptida yang merupakan salah satu pengtur sekresi sam lambung. Gasterin
yang dihasilkan oleh sel G di mukosa lambung dibawa melalui aliran darah ke sel parietal.
Kemudian gastrin merangsang sekresi asam lambung. Produksi dan pelepasan
gastrin dirangsang melalui sistem saraf otonom yakni nervus vagus, jadi sekresi
asam lambung juga dirangsang oleh sistem saraf otonom melalui nervus vagus,
yang bersifat kolinergik.
Histamin
Histamin banyak terdapat di
lapisan mukosa lambung di sel mast. Pasa manusia terdapat beberpa tipe reseptor
histamin yang masing-masing berbeda lokasi dan reaksinya terhadap histamin,
yaitu:
a. Reseptor H-1
Banyak terdapat di pembuluh
darah dan otot polos. Perangsangan reseptor ini meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek inisering disertai rasa sakit,
panas, dan gatal. Obat-obatan yang meghambat reseptor H-1 dikenal sebagai
antihistamin yang umum, antara lain: chlorfeniramin
maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin nafadisilat dan lain-lain yang menyebabkan sedasi.
Kelompok yang tidak menyebabkan kantuk misalanya: terfenadin, astemizol,
fexofenadin, dan cetrizine dosis rendah.
b. Reseptor H-2
Histamin pada reseptor H-2
lambung erangsang produksi asam lambung. Obat yang menghambat reepto H-2 ini
disebut antagonis H-2 seperti, simetidin, ranitidin, dan famotidin. Pada ulkus
duodenum, faktor agresif lebih berperan dalam proses patogenesisnya. Penderita
ulkus duodenum biasanya mensekresi asam lambung lebih banyak daripada orang
normal.
Secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa derajat keasaman isi lambung dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
·
Jumlah sekresi
asam lambung. Makin banyak, makin asam.
·
Jumlah makanan
yang masuk dan sifatnya. Makanan yang tidak bersifat asam mengurangi suasana
asam di lambung.
·
Motilitas
lambung. Makin cepat pengosongan, makin kurang asam lambung.
2. Faktor Defensif
·
Kontinuitas
lapisan mukosa/regenerasi mukosa
kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu:
regenerasi sel mukosa, nutrisi umum, dll. Regenerasi normal sel-sel mukosa
lambung terjdi dalam 1-2 hari. Jika regenerasi sel ini terganggu, pertahanan
lambung juga terganggu.
·
Lapisan Mukus
Lambung
Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang penting dalam proses
melindungi mukosa karena:
a. mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu jel yang kental
dan lengket
b. bekerja sebagai pelumas sehingga dapat melindungi terhadap bahan
yang keras dan tajam yang lewat di atasnya
c. Mencegah difusi balik ion H+, mencegah difusi balik pepsin karena
ion H+ dicegah masuk kembali. Aktivasi
pepsinogen yang ada di mukosa dicegah, sehingga pembentukan pepsin dicegah dan
tidak terjadi perusakan mukosa.
·
Bikarbonat
Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat sedikit.
Akan tetapi, bikarbonat yang sedikit tersebut ditahan oleh membran sel epitel
dan mukus. Dengan demikian, bikarbonat tersebut dapat menetralisasi ion H+ yang
mungkin masuk menembus mukus.
·
Aliran Darah
Lambung
Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk menjamin
nutrisi (O2 dan glukosa). Aliran darah juga menyingkirkan asam yang
terlalu banyak di dalam sel.
·
Prostaglandin
Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung. Prostaglandin, terutama
prostaglandin E, mempunyai beberapa peranan dalam menjaga faktor defensif,
yaitu merangsang terbentuknya mukus, ion bikarbonat, menjaga aliran darah yang
cukup, dan regenerasi sel-sel mukosa. Efek prostaglandin ini juga didapat
dengan pemberian analog prostaglandin. Pembentukan prostaglandin dihambat oleh
obat analgesik dan anti-inflamasi.
Pada ulkus lambung,
penurunan faktor defensif lebih banyak berperan dalam patogenesis, berbeda
dengan ulkus duodenum, dimana faktor agresif yang berlebihan.
1. DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya
nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin
tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI
atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi.
Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.
Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat
melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feses dapat diambil setiap hari
sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan
sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom Zollinger-ellison. Nyeri yang
hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga
mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya Helicobacter
pyloridapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun
hal ini merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang
mendeteksi Helicobacter pylori, serta
tes serologis terhadap antibodi
pada antigen Helicobacter pylori.
Gambar
3. Penampakan ulkus gaster pada Barium enema X-Ray
Gambar
4. Tampak Ulkus pada mukosa lambung
pada
pemeriksaan endoskopi
DIAGNOSIS
BANDING
1) GERD
2) Gastritis
3) Kanker
Lambung
4) Infark
Miokard akut
GEJALA KLINIS
Gejala klinik yang
dapat ditemukan pada penderita ulkus peptikum:
·
Heartburn yang terkait dengan waktu makan dan pola
makan
·
Perut kembung dan sering
merasa kenyang
·
Produksi air liur yang
berlebih untuk mengatasi produksi asam yang berlebih
·
Mual dan muntah
·
Hilangnya nafsu makan dan
penurunan berat badan
·
Hematemesis yang dapat
terjadi akibat ulkus yang menyebabkan perdarahan atau karena rangsangan mukosa
akibat muntah yang terjadi terus-menerus
·
Melena, kotoran berbau busuk
karena kotoran teroksidasi dengan asam lambung
·
Peritonitis bila terjadi
perforasi gaster ataupun duodenum
Asam lambung terbukti
berperan dalam timbulnya ulkus. Pada ulkus duodenum sering ditemukan
hiperasiditas, namun pada ulkus lambung jumlah asam lambung normal ataubahkan
sedikitjumlah asam lambung. Ini disebabkan oleh keseimbangan antara faktor
agresif dan defensif.
Faktor agresif meliputi:
1.
Faktor internal:
asam lambung dan enzim pepsin.
2.
Faktor
eksternal: bahan iritan dari luar, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
Faktor defensif, meliputi:
2.
Lapisan mukosa
yang utuh
3.
Regenerasi
mukosa yang baik
4.
Lapisan mukus
yang melapisi lambung.
5.
Sekresi
bikarbonat oleh sel-sel lambung
6.
Aliran darah
mukosa yang adekuat
7.
Prostaglandin
Terjadinya suatu peradangan
diduga disebabkan oleh:
1.
Meningkatnya
faktor agresif
2.
Menurunnya
faktor defensif
3.
Gabungan kedua
faktor diatas yang terjadi bersamaan
6. PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan adalah:
1.
Menyembuhkan ulkus
2.
Menghilangkan rasa nyeri
3.
Mencegah kekambuhan
Prinsip Pengobatan adalah:
1.
Menghilangkan/Mengurangi faktor agresif
2.
Meningkatkan factor
defensive
3.
Kombinasi keduanya
Pengobatan non medika mentosa:
1.
Mengatur
frekuensi makan
2.
Jumlah makanan
3.
Jenis makanan
4.
Mengendalikan stress
Pengobatan medika mentosa:
1.
Penetralisir
asam lambung: antasida
2.
Penghambat
sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha
3.
Inhibitor
pompa proton
4.
Obat protektor
mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.
5.
Antisecretory-cytoprotective
agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.
6.
Digestive enzyme
7.
Obat prokinetik
8.
Obat antiemetic
9.
Antibiotik
10.
Lain-lain:
Antiansietas
a. Antasida
Antasida adalah obat yang
bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan asam lambung. Karena antasida
menetralkan asam lambung, maka pemberian antasida akan eningkatkan pH lambung
sehingga kemampuan proteolitik (penguraian protein) enzim pesin (yang aktif
pada pH 2) serta sifat korosf asam dapat dimnimalkan. Peningkatan pH lebih dari
5 dapat menmbulkan efek acid rebound. Acid rebound adalah hipersekresi dari asam lambung untuk
mempertahankan pH lambung yang normal (3 - 4). Dilihat dari sudut efek yang
merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian
pH yang ideal adalah pH 5 dimana kapasitas proteolitik pepsin dapat
dihilangkan dan efek korosif dari asam
dapat diminimalkan.
Ada bermacam-macam antasida
yang beredar di pasaran, baik jenis dan merk dagang. Antasid merupakan senyawa
basa yang dapat menetralkan asam secara kimiawi misalnya kalsium karbonat,
alumunium hidroksida, magnesium hidroksida dalam kombinasi.
Indikasi Antasida adalah
pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri lambung dan rasa kembung yang
menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus lambung dan ulkus duodenum.
Antasida diberikan bersama
simetidin atau tetrasiklin oral dapat mempengaruhi penyerapan obat-obat
tersebut. Karena itu diberikan dengan interval 2 jam. Antasida sampai sekarang
masih tetap digunakan secara luas dalam kombinasi dengan obat-obat antiulkus
karena memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu hati dengan cepat dan efektif
walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi dengan meningkatkan pH isi
lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai dengan pemberian antasida,
tetapi untuk menyembuhkan ulkus diperlukan pemberian antasida yang sering
dengan dosis yang mencukupi.
Pemberian dosis tinggi yang
menyebabkan peningkatan pH yang tinggi disertai acid rebound yang akan
menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan pemberian antasida dengan interval
yang makin pendek (makin sering) agar pH tetap tinggi secara kontinyu. Dikenal
2 regimen dosis yaitu:
1) Pengobatan antasida yang intensif
Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1
dan 3 jam setelah makan dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali pemberian).
2) Pengobatan antasida yang tidak intensif
Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk
keperluan ini antasida cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan minuman juga
mempunyai kemmpuan untuk menetralkan asam lambung, sehingga dikenal istilah
pain food reliefe, tetapi netralusasi ini hanya bersifat sementara, oleh karena
1 jam kemudian sekresi asam mencapai puncaknya. Karena itu rasa nyeri akan timbul kembali, biasanya
mulai kurang lebih 90 menit setelah makan. Adanya makanan akan memperlambat
pengosongan lambung sehing daya kerja antasida lebih panjang, yaitu sekitar 2
jam.
Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit,
karena antasida dengan cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah makan sekresi
asam lambung mencapai maksimal, karena itu pemberian antasida yang tepat adalah
1 jam sesudah makan dan daya kerja antasida akan bertahan lebih lama karena
makanan akan memperlambat pengosongan lambung. Antasida diberikan lagi 3 jam
sesudah makan dengan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1
jam lagi.
Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau
terjadi perdarahan, dianjurkan pemberian antasida tiap jam. Antsida adakalanya
diberikan sebelum tidur maksudnya untuk menetralkan asam lambung yang disekresi
pada malam hari. Tetapi daya kerja ini terbatas karena lambung dalam keadaaan
kosong sehingga untuk menghilangkan
nyeri pada malam hari sebaiknya digunakan obat antisekresi asam.
b. Penyekat Reseptor H-2
Sering disebut juga sebagai
antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spesifik, hanya menghambat reseptor H-2
saja yang terdapat dalam jumlah banyak di mukosa lambung. Penyekat reseptor H-2
bekerja dengan menurunkan sekresi asam lambu ng dalam waktu yang lebih lama daripada
efek antasida, sehingga lebih efektif. Contohnya simetidin, ranitidin,
famotodin, dan nizatidin.
Penyekat reseptor H-2
bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara bersaing dengan histamin.
Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor tersebut karena mempunyai
rumus bangun yang mirip dengan histamin. Histamin, gastrin, dan asetilkolin
terdapat di sel parietal lambung. Apabila histamin berikatan dengan
reseptornya, akan terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat) dan akan menjadi
aktif. Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan dengan reseptornya
masing-masing akan menyebabkan
peningkatan kadar kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan
histamin dan reseptor H-2. Peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan
mengaktifkan pompa proton dari sel parietal. Pompa proton merupakan suatu enzim
H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa energi yakni ATP sehingga
memberikan energi yang diperlukan untuk mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk
sel parietal. Pompa proton akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel
ke kanalikuli dan menukarnya dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar
lagi dari sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang dikeluarkan ini
kemudian akan berikatan dengan ion H+ di kanalikuli membentuk asam lambung.
Bila reseptor histamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor H-2, maka proses
seperti diatas tidak terjadi dan asam lambung tidak akan terbentuk.
c. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan
menghambat reseptor kolinergik sel parietal sehingga menghambat sekresi asam
lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin pada dosis yang cukup tinggi juga
mempengaruhi reseptor asetilkolin tipe lain sehingga dapat menyebabkan efek
samping antikolinergik klasik seperti mulut kering, penglihatan kabur, jantung
berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.Indikasi utama adalah untuk
ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diindikasikan pada dispepsia karena efek
antispasmodik pada motilitas lambung (menurunkan motilitas lambung). Dosisi
pirenzepin yang direkomendasikan adalah 1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum
makan. Obat antikolinergik lain misalnya atropin dan skopolamin butil bromida
tidak efektif menekan sekresi asam lambung.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton Pump Inhibitor juga
disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang menghambat kerja enzim H+/K+-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan terbukti jauh
lebih kuat hambatannya terhadap sekresi asam lambung dibanding bloker H-2.
waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali sehari. Contohnya
omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.
Golongan obat ini yang
pertama kali dipasarkan ialah omeprazole. Omeprazole merupakan suatu pro-drug
yang tidak aktif di tubuh sampai diaktifkan di sel parietal. Omeprazole
merupakan basa lemah sehingga akan terkonsemtrasi pada bagian-bagian yang asam.
Selain rongga lambung, pada tubuh satu-satunya tempat dimana terdapat keasaman
adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sekresi asam pada tahap
akhir yaitu di pompa proton.
Pada kanalikuli sekretori di
sekitar pompa proton, omeprazole akan menarik proton (ion H+) dan dengan cepat
berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asam sulfenat, yang merupakan
penghambat pompa proton aktif. Sulfonamid akan bereaksi cepat dengan pompa
proton dan menghambatnya secara efektif yaitu menghambat sekresi asam sebanyak
95 % selama 24 jam. Untuk menghindari pemecahan omeprazole dalam rongga lambung
yang asam, adalah formulasi oralnya mengandung granul selaput enterik yang
tahan asam. Jadi omeprazole menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme
sekresi asam yaitu di pompa proton. Sifat omeprazole yang lipofilik sehingga
mudah menembus membran sel parietal tempat sel dihasilkan. Omeprazole hanya
aktif dalam lingkungan asam dan tidak aktif pada pH fisiologis, sehingga tidak
menghambat pompa proton di tempat lain. Hal ini membuat omeprazole aman karen
hanya menghambat pompa proton di sel parietal lambung. Dengan menghambat
produksi asam pada tahap ini, berarti omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa
terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).
e. Mucosal protecting agent
Prinsip dari obat-obatan ini
adalah melindungi mukosa lambung, baik secara langsung maupun tidak. Obat yang
melindungi secara langsung itu terjadi karena obat tersebut membentuk suatu gel
yang melekat erat pada mukosa lambung. Berbeda dengan antasida, obat ini
melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di mukosa lambung, maka obat ini harus
diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya sukralfat dan bismuth.
Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi mukosa adalah analog
prostaglandin yaitu misoprostol.
f. Cytoprotective Agent
(Setraksat)
Cytoprotective Agent
merupakan golongan sitoprotektif karena meningkatkan mekanisme pertahanan lambung dan duodenum.
Peningkatan ketahanan mukosa ini disebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi.
Peningkatan aliran darah mukosa lambung
menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan perbaikan sawar
mukosa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen dan
zat-zat makanan semakin meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel
epitel mukosa semakin baik. Efek utamanya adalah meningkatkan aliran darah
mukosa lambung dan duodenum sehingga meningkatkan regenerasi epitel mukosa dan
produksi mukus dan menghambat difusi balik ion hidrogen serta konversi
pepsinogen menjadi pepsin di membran mukosa. Jadi dengan meningkatkan
resistensi mukosa, setraksat mempercepat penyembuhan ulkus peptikum dan
memperpendek lama pengobatan.
g. Site Protective Agent
(Sukralfat)
Sukralfat adalah kompleks
alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi kental dan lengket dalam lingkungan
asam serta melekat erat ke protein di kawah ulkus. Sukralfat melindungi ulkus
dari erosi lebih lanjut dan menghambat kerja agresif pepsin dan empedu di
tempat ulkus.
h. Tripotasium Dicitrato Bimustat
(Colloidal Bismuth Subcitrate)
Pada pH asam, CBS akan
membentuk endapan bismut oksiklorida dan bismut sitrat yang melekat terutama
pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek membentuk barrier terhadap asam dan
pepsin namun tidak mempunyai efek menetralkan asam. In-vitro obat ini juga
dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik terhadap kuman Helicobacter pylori.
Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan amoksisilin atau tetrasiklin
(triple therapy).
i. Analog Prostaglandin E
Substansi ini terdapat
secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan di lambung. Derivat pertama
yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol pertama kali dipasarkan di
meksiko tahun 1985. obat ini telah memsuki pasar dunia tetapi gagal baik klinis
maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk pengobatan ulkus yang
disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid), kemudian
untuk pencegahan ulkus pada penderita yang menggunakan AINS. Obat ini
dikembangkan untuk memperkuat pertahanan mukosa.
j. Antibiotika
Penelitian akhir-akhir ini
membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman Helicobacter pylori dengan gastritis
kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung. Ada banyak antibiotika yang secara
in vitro sensitif terhadap kuman ini. Tapi banyak yang kurang berhasil karena
banyak antibiotika yang tidak aktif dalam suasana asam. Sedangkan kuman
Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh karena itu, antibiotika
seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat penekan sekresi asam
lambung yang kuat. Pengobatan ideal untuk membasmi kuman ini belum ditetapkan.
Hasil konsensus asia pasifik
tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi Helicobacter pylori dengan triple
therapy yang terdiri dari:
1.
PPI dosis
standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari
2.
PPI dosis
standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Metronidazol 400 mg 2 kali sehari
Semua obat diatas diberikan
selama 7 hari. Regimen ini memberikan efektifitas sekitar 90%. Namun lebih dari 30% penderita
mengalami efek samping dengan pengobatan ini, sebagian besar berupa efek
samping ringan. Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu
(efektifitas 80%) ialah:
·
Omeprazole 40 mg
2 kali sehari
·
Amoksisilin 500
mg 4 kali sehari
k. Obat-obat Lain
Ada beberapa obat yang juga
bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti obat antiansietas seperti Diazepam
dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk mengurangi stres, sehingga mengurangi
juga pembentukan asam lambung.
l. Obat prokinetik
(Metoklopropamid dan Domperidone)
a) Metoklopropamid
Metoklopropamid adalah obat
yang bekerja melalui susunan saraf pusat untuk merangsang motilitas lambung.
Metoklopropamid mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan
sfingter esofagus bawah. Kedua sifat ini membantu mengurangi refluks
(pengaliran kembali) asam lambung ke esofagus. Indikasi utama adalah heartburn
(rasa panas menusuk di ulu hati dan dada), dispepsia dan mual/muntah selama
pengobatan dengan kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan efeknya terhadap
susunan saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu. Diare juga
merupakan masalah pada beberapa penderita dan merupakan akibat dari peningkatan
motilitas lambung.
b) Domperidone
Digunakan untuk meningkatkan
motilitas saluran cerna bagian atas. Penggunaan utama adalah mengontrol rasa
mual dan muntah tanpa melihat penyebabnya. Domperidone meningkatkan motilitas
lambung dengan menghambat reseptor dopamin di dinding lambung.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Ulkus
peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang dapat meluas sampai
dibawah epitel.
Penyebab terjadinya ulkus peptikum karena adanya peningkatan sekresi asam lambung
atau penurunan resistensi mukosa terhadap serangan asam
pepsin.
Penyebab lainnya dapat juga karena infeksi Helicobacter
pylori. Apabila ulkus terjadi di daerah lambung, disebut ulkus gastrikum
dan jika di daerah duodenum maka disebut ulkus duodenum.
Ulkus peptikum dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
mengunakan endoskopi dan untuk mendeteksi adanya infeksi Helicobacter pylori metode yang digunakan adalah dengan uji napas
urea dan pemerikasaan serologis.
2.
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda Juall, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC..
Doenges,
Marllynn E, Moorhouse, Mary Frances, Glaissler, C.Alice.1998. Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3.Jakarta: EGC
Price,
Syivia A dan Wilson, Lorraine M.1995.Patofisiologi Buku I. Jakarta: EGC.
Sujono
Hadi.1999. Gastroenterologi 5.Bandung: Alumni.
Tucker,
Susan Martin.1998. Standar Perawatan Pasien.Jakarta: EGC
http://id.scribd.com/doc/52184138/ULKUS-PEPTIKUM
No comments:
Post a Comment