BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Faktor yang
dapat menentukan proses terapi, yaitu: diagnosa penyakit secara akurat, status
klinik jelas, dan penentuan obat tepat. Pokok pentingnya biofarmasetika yang erat hubungannya
dengan penentuan obat yang tepat. Biofarmasetika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang hubungan antara sifat fisikokimia formulasi dengan
bioavailabilitas obat (Shargel & Andrew, 2005).
Biofarmasetika
adalah pengkajian faktor-faktor fisiologis dan farmasetik yang mempengaruhi
pelepasan obat dan absorbansi dari bentuk sediaan. Sifat-sifat fisika kimia
dari obat dan bahan-bahan penambah menetapkan laju pelepasan obat dari bentuk
sediaan dan transport berikutnya melewati membran-membran biologis, sedangkan
fisiologis dan kenyataan biokimia menentukan nasib obat dalam tubuh (Lachman
dkk, 1994).
Bioavailabilitas
suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik
obat, maka biofarmasetika menjadi sangat penting. Biofarmasetika bertujuan
mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh
pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu (Shargel & Andrew,
2005).
Biofarmasi sediaan obat yang diberikan secara sublingual
perlu dipelajari agar dapat mengetahui proses pelepasan obat melalui penggunaan
sublingual. Sediaan sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah
lidah sehingga zat aktif
diserap secara langsung melalui mukosa mulut agar menghasilkan ketersediaan
obat yang cepat seperti tablet nitrogliserin.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana anatomi dan fisiologi
sublingual?
2.
Bagaimana pembuluh darah yang
melewati sublingual?
3.
Bagaimana komponen dan karakteristik
sublingual?
4.
Apakah faktor yang mempengaruhi
proses biofarmasetik obat pada pemberian secara sublingual?
5.
Bagaimana evaluasi biofarmasetik
sediaan subligual?
C. TUJUAN
1.
Memahami anatomi dan fisiologi sublingual
2.
Mengetahui pembuluh darah yang
melewati sublingual
3.
Mengetahui komponen dan
karakteristik sublingual
4.
Mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi
proses biofarmasetik obat pada pemberian secara sublingual
5.
Mengetahui evaluasi biofarmasetik
sediaan subligual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Biofarmasetika Obat Sublingual
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia
formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavailabilitas menyatakan
kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
Biofarmasetika bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke
sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik
tertentu.
Faktor-faktor Farmasetik yang mempengaruhi
Bioavailabilitas Obat:
1.
Disintegrasi
Proses disintergasi tidak
menggambarkan pelarutan sempurna tablet atau obat. Disintergasi yang
sempurna ditakrifkan oleh USP XX sebagai “keadaan dimana berbagai residu
tablet, kecuali fragmen-fragmen penyalut yang tidak larut, tinggal dalam
saringan penguji sebagai massa yang lunak dan jelas tidak mempunyai inti yang
teraba”
2.
Pelarutan (Disolusi)
Merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Suhu media dan kecepatan
pengadukkan juga mempengaruhi laju pelarutan obat. Kenaikkan suhu akan
meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi, D.
sebaliknya kenaikan pengadukan dari media pelarut akan menurunkan tebal
“stagnant layer”, h, mengakibatkan pelarutan obat lebih cepat.
3.
Sifat fisikokimia obat
Makin besar luas permuakaan obat makin cepat laju
pelarutan. Luas permukaan dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran
partikel. Bentuk geometric partikel juga mempengaruhi luas permukaan dan
selama perlarutan permukaan berubah secara konstan. Obat dalam keadaan
anhydrous, maka laju pelarutan biasanya lebih cepat daripada bentuk garam
hidrous. Obat dalam bentuk amorf menunjukkan laju pelarutan yang lebih
cepat daripada obat dalam bentuk kristal.
4.
Faktor formulasi yang mempengaruhi pelarutan obat
Misalnya bahan penyuspensi, bahan pelincir tablet,
surfaktan, pembentukan garam dan kompleks, perubahan pH dsb.
Obat adalah
semua zat baik dari alam (hewan maupun tumbuhan) atau kimiawi yang dalam
takaran (dosis) yang tepat atau layak dapat menyembuhkan, meringankan atau
mencegah penyakit atau gejala – gejalanya. Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu
dengan cara meletakkan obat di bawah lidah. Cara sublingual ini, aksi
kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera
mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan
pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat
karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan
cairan lambung. mencegah obat tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk
membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap.
Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat
vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini banyak
diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pectoris.
Cara sublingual ini, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan
efeknya dalam waktu tiga menit.
Pemberian
obat secara sublingual merupakan pemberian obat yang cara pemberiannya ditaruh
di bawah lidah. Hanya untuk obat yang bersifat lipofil. Tujuannya adalah agar efek yang
ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah
merupakan pusat dari sakit. Orang tersebut tidak boleh minum atau
makan apapun sampai obat itu hilang.
Kelebihan
:
1. Efek obat akan terasa lebih cepat
karena pembuluh darah dibawah lidah merupakan pusat dari sakit
2.
Menghindari
kerusakan saluran cerna pada metabolisme di dinding usus serta hati
3.
Tidak diperlukan kemampuan menelan
4.
Kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di
dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta).
Kekurangan
:
1.
Absorbsi tidak adekuat,
2. Mencegah
pasien menelan
3.
Kondisi anatomis bawah lidah yang dapat mengakibatkan
resiko cepat hilangnya zat aktif sebagai akibat sekeresi dan mobilisasi saliva.
B.
ANATOMI DAN
FISIOLOGI SUBLINGUAL
Kelenjar
ludah terdiri atas tiga pasang sebagai berikut:
1.
Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling
kecil, terletak di bawah lidah bagian depan.
2.
Kelenjar submandibular terletak di belakang
kelenjar sublingual dan lebih dalam.
3.
Kelenjar parotid adalah kelenjar saliva paling besar
dan terletak di bagian atas mulut depan telinga.
C.
Pembuluh
Darah yang Terdapat dalam Sublingual
·
Arteri carotid internal
Arteri ini
tidak memiliki cabang pada leher
·
Arteri carotid eksternal
Arteri ini
bercabang pada leher terhadap sudut mandibular. Ujungnya menyilang posterior
belly otot di gastric dan otot stilohioid. Cabang-cabangnya menyilang muka dan
kulit kepala. Arteri carotid eksterna memiliki cabang salah satunya adalah
arteri lingual:
Arteri
lingual
Arteri
lingual muncul diatas level tulang hyoid. Berjalan kedalam otot hypoglossus dan
menembus dasar lidah. Arteri ini berakhir pada ujung lidah dan memiliki 3
cabang yaitu:
a.
Arteri sublingual
Mensuplai
dasar mulut, kelenjar sub lingual otot maylohvoid dan gingiyal lingual
b.
Arteri dorsal lingual
Mensuplai
dorsum lidah, tonsil, palatum lunak danepiklottis
c.
Arteri deep lingual
Mensuplai
ujung lidah sampai ke permukaan inverior
D.
Komponen dan
Karakteristik Sublingual
Contoh
Tablet Sublingual dan Bukal
Tablet bukal
dan sublingual pemberiannya hanya terbatas pada gliseril trinitrat,
nitrogliserin dan hormon - hormon steroid.
1.
Nitrogliserin
Sediaan nitrogliserin sublingual dan
bukal dapat mengurangi serangan angina pada penderita iskemia jantung.
Pemberian 0,3 – 0,4 mg melepaskan rasa sakit sekitar 75% dalam 3 menit, 15%
lainnya lepas dari sakit dalam waktu 5 – 15 menit. Apabila rasa sakit bertahan
melebihi 20 – 30 menit setelah penggunaan dua atau tiga tablet nitrogliserin
berarti terjadi gejala koroner akut dan pasien diminta untuk mencari bantuan
darurat (Sukandar, dkk, 2008).
Efek samping mencakup hipotensi
postural yang berhubungan dengan gejala sistem saraf pusat, refleks takikardi,
sakit kepala, dan wajah memerah, dan mual pada waktu tertentu (Sukandar, dkk,
2008).
E.
Berbagai
Faktor yang Mempengaruhi Proses Biofarmasetik Obat
pada
Pemberian Sublingual
·
Sifat Fisika : daya larut obat dalam
air/lemak.
·
Sifat Kimiawi : asam, basa, garam,
ester, garam kompleks, pH, pKa.
·
Toksisitas : dosis obat berbanding
terbalik dengan toksisitasnya.
F.
Evaluasi
Biofarmasetik Sediaan Sublingual
Dalam membuat
tablet sublingual dan bukal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Sifat dan Kualitas
Ciri – ciri
fisik tablet sublingual dan bukal adalah datar atau oval, dan keras. Bentuk
tersebut ditentukan oleh punch dan die yang digunakan untuk mengkompresi
(menekan) tablet. Untuk menghasilkan tablet yang datar, maka punch-nya jangan terlalu cembung.
Adapun
ketebalan tablet dipengaruhi oleh jumlah obat yang dapat diisikan ke dalam
cetakan dan tekanan yang diberikan pada saat dilakukan kompresi (Ansel, 1989).
2. Berat Tablet
Berat tablet
ditentukan oleh jumlah bahan yang diisikan ke dalam cetakan yang akan ditekan.
Volume bahan (granul) harus disesuaikan dengan beberapa tablet yang telah lebih
dulu dicetak supaya tercapai berat tablet yang diharapkan. Penyesuaian
diperlukan, karena formula tablet tergantung pada berat tablet yang akan
dibuat.
Sebagai contoh,
jika tablet harus mengandung 10 mg bahan obat dan bila yang akan diproduksi
10.000 tablet, maka diperlukan 100 gr dari obat tersebut dalam formula. Setelah
penambahan bahan tambahan, formulanya mungkin meningkat menjadi 1000 gr. Ini
berarti tiap tablet beratnya menjadi 100 mg dengan bahan obat yang terkandung
10 mg. Jadi, obat yang diisi ke dalam cetakan harus disesuaikan supaya dapat
menampung volume granul yang beratnya 100 mg (Ansel, 1989). Kekerasan Tablet
3. Tablet bukal
sengaja dibuat keras.
Hal ini
dimaksudkan agar obat yang disisipkan di pipi larut perlahan – lahan. Dalam
proses kompresi, besarnya tekanan yang biasa digunakan adalah lebih kecil dari
3000 dan lebih besar dari 40.000 pound. Jadi, untuk membuat tablet bukal yang
keras tekanan yang dibutuhkan juga besar. Pada saat ini banyak alat yang bisa
digunakan sebagai tester pengukur kekerasan tablet, diantaranya Pfizer tablet hardness tester, HT500 Hardness Tester, dan Friabilator.
4. Daya Hancur
Tablet
Semua tablet
dalam USP harus melalui pengujian daya hancur secara resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Alat
ini terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang ujungnya
terbuka, diikat secara vertikal di atas latarbelakang dari kawat stainless yang berupa ayakan dengan
ukuran mesh nomor 10. Selama waktu pengujian, tablet diletakkan pada pipa
terbuka dalam keranjang tadi, dengan memakai mesin, keranjang diturun-naikkan
dalam cairan pencelup dengan frekuensi 29 – 32 kali turun – naik per menit.
Layar kawat dipertahankan selalu berada di bawah permukaan cairan. Untuk tablet bukal dan sublingual, meggunakan air (cairan
pencelup) yang dijaga pada temperatur 37oC, kecuali bila ditentukan
ada cairan lain dalam masing – masing monogramnya. Tablet bukal harus melebur dalam
waktu 4 jam dan tablet sublingual biasanya 30 menit (Ansel, 1989).
Pengemasan dan Penyimpanan
Pada umumnya tablet sangat baik disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat di tempat dengan kelembaban nisbi yang rendah, serta terlindung
dari temperatur tinggi. Tablet khusus yang cenderung hancur bila kena lembab
dapat disertai pengering dalam kemasannya. Tablet yang dirusak oleh cahaya
disimpan dalam wadah yang dapat menahan masuknya cahaya (Ansel, 1989).
Tablet
sublingual yang mengandung nitrogliserin (Tablet Nitrogliserin) memiliki
peraturan tersendiri dalam pengemasannya, yaitu :
a.
Semua tablet nitrogliserin harus
dikemas dalam wadah gelas dengan tutup logam yang sesuai dan dapat diputar.
b.
Tiap wadah tidak boleh berisi lebih
dari 100 tablet.
c.
Tablet nitrogliserin harus disalurkan
dalam wadah aslinya dan pada labelnya ada tanda peringatan “untuk mencegah
hilangnya potensi, jagalah tablet ini dalam wadah aslinya dan segera tutup
kembali wadahnya setelah pemakaian”.
d.
Semua tablet nitrogliserin harus disimpan
dalam ruangan dengan temperatur yang diatur antara 59o - 86 oF
(Ansel, 1989).
Pelaksanaan peraturan ini membantu memelihara keseragaman
standar kandungan tablet nitrogliserin supaya lebih baik dari sebelumnya.
Bagaimanapun juga, nitrogliserin merupakan cairan yang mudah menguap dari
wadahnya bila terbuka dan khususnya apabila wadah tadi tidak tertutup rapat
(Ansel, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Shargel, Leon. 1988. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan- Leon Stargel dan Andrew B. C. Yu: penerjemah: Dr.
Fasich., Apt, Dra. Siti Sjamsiah., Apt.
Surabaya:Airlangga University Press.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
edisi ke-4. Jakarta: UI press.
Lachman, L., Lieberman H. A., Kanig, J. L., 1994.,
Teori dan Praktek Farmasi Industri, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, edisi III,
Jakarta: Universitas Indonesia.
Sukandar, E. Y., dkk. 2008. Iso Farmakoterapi.
Jakarta: PT. ISFI
No comments:
Post a Comment