BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin meningkatnya
pengetahuan serta kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih dituntut
dam diarahkan kearah ilmu pengetahuan di segala bidang. Tidak ketinggalan pula
ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari sorotan
perkembangan iptek. Belakangan ini telah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mempermudah dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah
alat yang disebut dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
Para
ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun
yang lalu. Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan
pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai
fungsi dari panjang gelombang tertentu. Perpanjangan spektrofotometri serapan
atom ke unsur-unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi
pancaran nyala. Bila disinari dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat
tetes-tetes sampel yang belum menguap dari puncak nyala, dan gas-gas itu
terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai akibat tekanan rendah yang
diciptakan oleh kecepatan tinggi, lagi pula sistem optis itu tidak memeriksa
seluruh nyala, melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di
atas titik puncak pembakar.
Selain
dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga
dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energi
eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. Untuk
analisis dengan garis spectrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri nyala
sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode AAS lebih baik dari
fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih
disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode).
Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature
nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala
berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan
komplementer satu sama lainnya.
Adapun alasan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui car kerja alat
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara kerja, prinsip kerja,serta
bagian-bagian alat alat Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA).
1.3 Manfaat
Adapun
manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini selain memenuhi tugas dari
Dosen Mata Kuliah, juga bertujuan untuk memberi masukan ilmu pengetahuan bagi
semua khalayak pada umumnya dan khususnya bagi penulis pribadi sehingga
kedepannya dapat lebih mengetahui bagaimana metode maupun prinsip kerja dari
Spektrometri Serapan Atom (SSA).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi teoritis
A.
Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Sejarah
singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada
saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada
cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa cara ini
dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode tersebut segera
diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri
Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan
penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam
keadaan bebas (Skooget al., 2000).
Metode
ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi
konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan
energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan
tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi
tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
200-300 nm (Skoog et al., 2000).
Analisis
kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS
memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS
merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu
proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan
bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama
lainnya.Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di
bandingkan spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang
tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya,
garam-garam logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala
tersebut mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik.
Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energy
rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh
atom disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan
vektor listrik dari radiasi elektromagnetik.Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami
transisi dari suatu keadaan energi tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya
dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada
dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada
keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan foton pada energy yang sama.
Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika energy
foton (hν) tepat sama dengan perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E)
dan keadaan dasar (G) seperti Gambar di bawah ini:
Gambar.1. Diagram absorpsi dan emisi
atom
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya
oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium
pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini
mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik suatu atom.
Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai
konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s,
artinya tidak memiliki kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi
ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV,
masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita
dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum
yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi.
Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar
ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses
atomisasinya.Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada
suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian
cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus
dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum
Lambert: bila suatu sumber
sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang
diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut
diperoleh suatu persamaan intensitas cahaya:
It = I0e -abc
A= -log [It
/ I0] = Ebc
Dimana:
I0 = intensitas sumber sinar
It= intensitas sinar yang
diteruskan
E= absortivitas
molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat
disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom
(Day & Underwood, 1989).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi
atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya
kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai
berikut:
(a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari
pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya
kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang di berikan oleh monokromator jauh
lebih lebar dari pada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak
mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau
kepekaan SSA menjadi jelek.
(b) Karena banyak
radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya
kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar di
dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan
detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor fotomultiplier biasa,
akan tetapi di dalam prakteknya hal ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum,
hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita
absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk
mendeteksi sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar.2
menunjukkan perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya
tidak berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan dapat
dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau menyimpang.
Gambar. 2. perbandingan pita absorpsi atom dan
pita spektrum sumber cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator
Masalah ini dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan
menggunakan sumber cahaya tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya
kontinyu. Sebagian besar sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari
lampu katode berongga (hollow chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi
atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katode berongga Zn digunakan untuk
menganalis Zn. Gambar 3a dan 3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah
yang telah diuraikan di atas.
Gambar. 3. Pengaruh sumber cahaya tunggul
terhadap pita absorpsi
Spektrum
Zn diamati pada panjang gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi
melalui monokromator konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak
lebih kecil dari sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam
daerah panjang gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung
analit yang diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang
digunakan sama dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti
bahwa semua radiasi yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel
dan hukum Beer dapat di gunakan. Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal,
monokromator konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra
saja yang biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini
menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang
biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur (Adam Wiryawan.,
dkk, 2007)
2.2
Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi
absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam
keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra
violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya
sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang
berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun
infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan
analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah
peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen
yaitu:
1. Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan
tanpa nyala)
2. Sumber radiasi
3. Sistem
pengukur fotometri
Sistem Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup
dua komponen utama sistem introduksi sampeldan sumber (source) atomisasi. Untuk
kebanyakan instrument sumber atomisasi ini adalah nyata dan sampel
diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk
aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan
ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai
bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol
dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara asetilen dan
nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang
sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat sintetikan dengan
menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
a. Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis
menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya
atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari
banyak unsur dapat diminimalkan.
b. Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur
yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperature
nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo,
Si, Ti, V dan W.
Sistem Atomisasi tanpa Nyala (dengan
Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama
GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas,
jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan
metodeiniyaitu:
1. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
2. Tahap
pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organ.
3. Tahap
atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini
disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik
gunakan nitrat
2. Sulfat
dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam
tungku.
3. Gunakan
cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada sampel dan
standar.
4. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau
hasil disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar
terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi
harus dihindarkan dan ionisasi ini dapat terjadi apabila temperatur terlampau
tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian
dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui
baffle. Tetapi kondisi ini jarang ditemukan, karena terkadang nyala tersedot
balik ke dalam kamar pencampur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu
biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas
pembakar serta oksidator dikendalikan dengan seksama.
5. Dengan
gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum yang dapat
tercapai adalah 1200ºC. untuk temperatur tinggi biasanya digunakan N:O: = 2:1
karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai
kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa nyala,
misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml diletakkan
pada batang grafit yang porosnya horizontal atau pada logam tantalum yang
berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat dikendalikan secara
elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan
sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode
nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode tanpa nyala haruslah berasal
dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang
sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat
sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik
tertentu dikenal sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki dua
elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama
dengan unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan
rendah, dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan
atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
2.3 Instrumen dan Alat
Untuk menganalisis sampel, sampel tersebut
harus diatomisasi. Sampel kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang
ditransmisikan kemudian diukur oleh detector tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi
gas atom melalui tiga langkah:
1. Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut
menguap, dan sampel kering tetap
2. Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
3. Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah
menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki lebar
spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah
sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda
hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung logam untuk
mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka
ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari
katoda. Atom yang tereksitasi akan
kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi
karakteristik logam.
Bagian-Bagian pada AAS
a. Lampu
Katoda
Lampu
katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau
umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji
berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya
bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
a.
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
b.
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket
pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket
pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari
ke-empat besi lainnya.
Lampu
katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur
logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak
ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari
dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan
pada lingkungan sekitar.
Cara
pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu
dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya
di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah
selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
b. Tabung Gas
Tabung
gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas
asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang
berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ±
30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung.
Pengujian
untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk
pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas
bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan
memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada
gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif
bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak
akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar
karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang
dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
c. Ducting
Ducting
merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada
AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap
bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan
sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa
di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara
pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal,
agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau
binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga
atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan
ducting tersumbat.
Penggunaan
ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila
lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui
cerobong asap yang terhubung dengan ducting
d. Kompresor
Kompresor
merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran
atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang
kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar
kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan,
sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur
banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang
kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan
AAS.
Alat
ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air
yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar
menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini,
sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air
akan terserap ke lap.
e. Burner
Burner
merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi
sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata,
dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada
pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan
burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan
ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses
pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator
digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan
diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di
bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk
mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa
larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam
nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari
energi rendah ke energi tinggi.
Nilai
eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang
dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur.
Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna
api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
f. Buangan pada AAS
Buangan
pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan
dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar
sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi
dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel,
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan
(drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator.
Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses
pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala
api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan
tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan
dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
g. Monokromator
Berfungsi
mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum
yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam
monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah
UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
h. Detector
Dikenal
dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas
biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan
bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan
dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector
dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan
pengamat angka. Ada dua macam deterktor sebagai berikut:
a) Detector
Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja
berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan membebaskan
elektron (satu foton satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya.
Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
b) Detector
Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah
yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang
memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.
2.4 Cara kerja alat
Cara
kerja spektrofotometer serapan atom
a.
Pertama-tama gas di buka terlebih
dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara berurutan.
b.
Di buka program SAA (Spectrum Analyse
Specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda,
jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
c.
Dipilih yes untuk masuk ke menu individual
command, dimasukkan nomor lampu katoda yang
dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket
lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang
baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.
d.
Dipilih No jika tidak ingin mengganti
lampu katoda yang baru.
e.
Pada program SAS 3.0, dipilih menu select
element and working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik
langsung pada symbol unsur yang diinginkan.
f.
Jika telah selesai klik ok, kemudian
muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ;
measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration : ppm ;
number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
g.
Diklik ok and setup, ditunggu hingga
selesai warming up.
h.
Diklik icon bergambar burner/ pembakar,
setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
i.
Pada menu measurements pilih measure sample.
j.
Dimasukkan blanko, didiamkan hingga
garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data
keluar.
k.
Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva,
diukur dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
l.
Jika data kurang baik akan ada perintah
untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang
dihasilkan turun dan lurus.
m.
Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik
dan belok baru dilakukan pengukuran.
n.
Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan
pengukuran sampel ke 2.
o.
Setelah pengukuran selesai, data dapat
diperoleh dengan mengklikicon print atau pada baris menu dengan mengklik file
lalu print.
p.
Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan
air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner
dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian
kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
Gangguan-gangguan dalam
metode AAS
1.
Ganguan kimia
Gangguan kimia terjadi
apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation
tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat
teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain
yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit.
Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat
pelindung (Protective Agent).
2.
Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi
apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang
digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk
larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif
tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif.
Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara
analisis penambahan standar (Standar Adisi).
3.
Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi
terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron
dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi
jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang
mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis,
misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
4.
Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang
(Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya
berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan
penghamburan cahaya.
2.5 Analisis
sampel
a.
Analisa
kualitatif
Penyiapan
sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substratdarisampeldancaraatomisasi.
Pada
kebanyakan sampel ha lini biasanya tidak dilakukan, bila atomisasi dilakukan
menggunakan batang grafik secara elektrotermal karena pembawa (matriks) dari
sampel dihilangkan melalui proses pengarangan (ashing) sebelum atomisasi. Pada
atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair dapat disemprotkan langsung
kedalam nyala setelah diencerkan dengan pelarut yang cocok. Sampel padat
baiasanya dilarutkan dalam asam tetanol adakalanya didahului dengan peleburan
alkali.
b. Analisa kuantitatif
Pada
analisis kuantitatif ini kita harus mengetahui beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum menganalisa. Selain itu kita harus mengetahui kelebihan
dan kekurangan pada AAS.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum menganalisa:
a) Larutan
sampel diusahakan seencer mungkin (konsentrasi ppm atau ppb).
b) Kadar
unsur yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai.
c) Hindari
pemakaian pelarut aromatic atau halogenida. Pelarut organic yang umum digunakan
adalah keton, ester dan etilasetat.
d) Pelarut yang digunakan adalah pelarut untuk
analisis (p.a)
Langkah analisis
kuantitatif:
a) Pembuatan
Larutan Stok dan Larutan Standar
b) Pembuatan
Kurva Baku
Persamaan garis lurus :
Y = a + bx
dimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuan
kadar sampel dapat dilakukan dengan memplotkan data absorbansi terhadap
konsentrasi atau dengan cara mensubstitusikan absorbansi kedalam persamaan
garis lurus (Sumar Hendayana, dkk, 1994)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Spektrofotometri
Serapan Atom didasarkan pada besarnya energi yang diserap oleh atom-atom
netral dalam keadaan gas. Agar intensitas awal sinar (Po) dan sinar yang diteruskan (P) dapat diukur, maka energi sinar pengeksitasi harus sesuai
dengan energi
eksitasi atom penyerap dan energi penyerap ini diperoleh melalui sinar lampu katoda berongga. Lampu katoda berongga ada yang
bersifat single element dan ada yang bersifat multi element.
Salah satu alat yang sangat berperan penting dalam AAS
adalah Copper yang berfungsi untuk membuat sinar yang datang dari sumber sinar berselang –
seling sehingga sinar yang dipancarkan juga akan berselang - seling. AAS memiliki keakuratan yang tinggi
pada analisis kualitatif. Beberapa jenis gangguan dengan cara AAS pada analisis
kuantitatif
a. Gangguan kimia
b. Gangguan matrik
c. Gangguan ionisasi dan
d. Gangguan background
e.
3.2 Saran
Pada saat praktek menggunakan alat
spektrofotometer serapan atom perlu adanya kerjasama antara praktikan dan pembimbing agar praktikan dapat
memahami dan mampu menggunakan alat dengan baik dan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmin, La Ode.2010. Makalah
Kapita Selekta Material Elektronik Spektrofotometri Serapan Atom (Ssa/Atomic
Absorption Specktrophotometry).Kendari
Syahnir
Livia,2011.Pengujian Kandungan Merkuri
dalam Sediaan Kosmetik dengan Spektrofometri Serapan Atom.Prodi
Farmasi:Universitas Islam Bandung. Diakses tanggal 28 Mei 2015
http://LabTerpaduUniversitasIslamIndonesia-SPEKTROFOTOMETERSERAPANATOM.htm Oleh Riyanto, Ph.D.
http://ANALISISCdDANCuDENGANMETODESPEKTROFOMETRISERAPANATOMCABAnnisanfushieWeblog.htm oleh Annisa Syabatini
http://TUGASARTIKELILMIAHPRAKTIKUMKIMIAINSTRUMENCABHIMAMIAREDOKSFMIPAUNLAM.htm Oleh (Dyah Ayu
Kusumawati, Zulfikurrahman, Amelia Sari Nastiti, Firman Hadinata, Grenadila Eka
Sagita, Jumiati Dewi, Adi Rohandi)
No comments:
Post a Comment