BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan teknologi. Berbagai alat dengan
kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam bidang
farmasi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan yang pesat untuk
teknik pemisahan. Penerapan metode seperti kromatografi dianggap metode modern
yang saat ini sering digunakan dalam berbagai riset dan penelitian. Hal ini
terbukti dengan banyaknya publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan
metode tersebut, baik untuk tujuan analisis kualitatif ataupun kuantitatif.
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang akhir -
akhir ini telah banyak digunakan,
dibandingkan dengan metode yang lainnya seperti destilasi, kristalisasi,
pengendapan, ekstraksi, dan lain-lain mempunyai keuntungan dalam pelaksanaan
yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang sangat singkat terutama mempunyai
kepekaan yang tinggi serta mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi. Metode
ini digunakan, jika dengan metode lain tidak dapat dilakukan misalnya karena
jumlah cuplikan sangat sedikit atau campurannya kompleks.
Adanya kemajuan teknologi dibidang
elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai
kandungan / unsur zat didalam cairan. Adanya penelitian – penelitian baru yang
memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa – senyawa yang
tidak berwarna termasuk gas.
Sebuah produk seperti cairan vitamin
atau obat sejenis serta produk pangan lainnya terkadang sulit untuk membedakan
dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung didalamnya. Kritisnya
masyarakat atau konsumen dengan apa yang akan dikonsumsi baik pada komposisi,
tanggal kadaluarsa, bobot bahan yang terkandung, adanya jaminan keamanan
apabila mengkonsumsi dan lain-lain, menjadi suatu keharusan seorang ahli
farmasi menjamin kelayakan konsumsi pada obat, suplemen ataupun bahan pangan yang
akan dikonsumsi masyarakat.
Kromatografi lapis tipis sangat membantu
seorang ahli farmasi untuk mengidentifikasi kandungan dalam suatu cairan baik
obat tradisional atau obat herbal yang akhir – akhir ini menjadi primadona
dalam pengobatan di Indonesia dan untuk mengidentifikasi kandungan yang terdapat
di bahan pangan, ini menjadi alasan mengapa seorang ahli farmasi harus
mempelajari hal yang berkaitan dengan kromatografi.
1.2
Tujuan Penelitian
a.
Mengetahui
yang dimaksud dengan kromatografi.
b.
Mengetahui
yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis.
c.
Mengetahui
kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis.
d.
Mendeskripsikan
prinsip keja kromatografi lapis tipis.
e.
Mengetahui
yang dimaksud dengan kromatogram.
f.
Mengetahui
yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi lapis tipis.
g.
Mendeskripsikan
prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis.
h.
Mendeskripsikan
cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis.
i.
Mengetahui
factor yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis.
j.
Mengetahui
aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang farmasi
1.3 Manfaat Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan
untuk mempelajari buku – buku yang relevan, ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dalam bidang pangan dan bidang farmasi.
Setelah melakukan
praktikum kromatografi, praktikan dapat mengetahui fungsi dari kromatografi,
mengetahui metode kromatografi dan mengetahui cara kerja dari kromatografi..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Teori
Kromatografi
adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan
komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan
dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal.
Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 )
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen
kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan
(Hostettmann et al, 1995).
Kromatografi adsorbsi adalah proses
adsorbs sangat peka terhadap perbedaan bentuk stereomeritik dari solute yang
dipisahkan. Banyaknya solute yang dapat ditampung pada permukaan adsorben,
diantaranya dipengaruhi oleh konfigurasi solute tersebut. Bnetuk konfigurai
solute dapat menentukan mudah tidaknya solute tersebut teradsorbsi pada
permukaan adsorben bila dibandingkan dengan solute lain. (M. Adnan, 1997).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan
kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner (fase diam).
Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang terbentuk dari silikon
dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur
kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan
pada gugus -OH.
Jadi, pada
permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan silika
gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals
dan atraksi dipol-dipol.
2.2 Macam – macam kromatografi lapis
tipis
a)
KLT
preparative
Tebal lapisan adsorben dibuat
sekitar 1 – 1,5 mm. Semakin tebal adsorbennya maka pemisahannya semakin sulut.
Larutan adsorben yang dipakai biasanya lebih kental. Setelah adsorben
dilapiskan, plat harus dikeringkan pada suhu kamar sebelum diaktifkan untuk
mencegah terjadinya keretakan pada lapisan adsorben atau terjadinya case hardening.
Sampel kira-kira 2 ml diaplikasikan
dengan cara menggariskannya selebar 5 – 8 mm pada garis dasar dengan tiak
merusak lapisan adsorben. Sebelum dikembangkan, zat pelarut yang dipakai dalam
sampel harus diuapkan lebih dahulu. Pengembangkan dikerjakan seperti KLT yang
lain. Banyaknya sampel yang diaplikasikan antar 50 -250mg.
Cara visualisasi yang dipakai
bersifat nondestruktif, terutama dengan sinar UV pada adsorben yang mengandung
P, penyemprotan dengan air atau dengan dengan menempatkan plat yang telah
dikembangkan dalam ruangan yang mengandung uap iodium.
Pengumpulan komponen yang terpisah
dikerjakan dengan mengerok adsorben dengan menggunakan spatula atau silet.
Hasil kerokan tersebut dikumpulkan diatas corong dengan kertas saring, kemudian
diekstraksi dengan pelarut, yang dipolaritasnya cukup melarutkan secara
kuantitatif. KLT preparative harus dikerjakan secepat mungkin untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada masing – masing komponen penyusun.
b)
KLT
Kuantitatif
Umunya KLT sukar dipakai sebagai
cara kuantitatif. Pendekatan yang digunakan ialah :
I.
Analisis
langsung dengang plat, dengan :
1)
Charring
secara standard, kemudian digunakan densitometer untuk menentukan kuantitasnya.
2)
Pengukuran
radioaktaktivitasnya, khususnya untuk senyawa yang ditandai dengan radioaktif.
3)
Dengan
neutron activation analysis
II.
Gravimetric.
Measing-masing komponen diisolasi, diekstrak, diuapkan, dan ditimbang.
III.
Menganalisis
elemen-elemen spesifik atau gugus fungsional dengan spektrometri
c)
KLT
dengan argentasi
Cara ini khususnya untuk pemisahan
senyawa-senyawa yang mempunyai jumlah ikatan rangkap yang berbeda. Isomer cis
dan trans dari beberapa asam lemak juga dapat dipisahkan dengan cara ini.
Plat
adsorben yang digunakan mengandung AgNO3. Plat tersebut dapat dibuat dengan
menyemprotkan 10% larutan AgNO3 dalam equeous ethanol. Cara lain dapat
dikerjakan dengan mencelupkan plat KLT ke dalam larutan AgNO3 10-12 %. Lebih
baik ialah dengan mencampurkan AgNO3 dalam pembuatan larutan adsorben.
System pelarut yang sering digunakan
ialah campuran heksana-eter dalam proporsi yang bervariasi, tergantung jumlah
ketidakjenuhan senyawanya. Pemisahan untuk monoenoat (berikatan rangkap satu)
dapat dipakai heksan-eter 93:7, untuk dienoat (berikatan rangkap dua) dengan
perbandingan 83:17, sedang untuk memisahkan monoena, diena, triena, tetraena,
pentaena, heksaena dari metil esternya dapat dipisahkan dengan menggunakan
campuran heksan-eter 60:40.
2.3 Kelebihan dan Kekurangan KLT
Beberapa
kelebihan KLT yaitu:
a.
KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan
analisis.
b.
Identifikasi pemisahan komponen dapat
dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan
sinar ultraviolet.
c.
Perlakuan dapat dengan elusi secara
mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi
2 dimensi.
d.
Ketepatan penentuan
kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak
yang tidak bergerak.
e.
Hanya membutuhkan
sedikit pelarut.
f.
Biaya yang dibutuhkan
terjangkau.
g.
Jumlah perlengkapan
sedikit.
h.
Preparasi sample yang
mudah
i.
Berfungsi untuk memisahkan senyawa
hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Adapun
kekurangan KLT yaitu:
a.
Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan
bercak/noda yang diharapkan.
b.
Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem
eluen yang cocok.
c.
Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak
tekun
2.4
Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan
pelarut pengembang
(Watson, 2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media
pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi
hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi
antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak,
serta kepolaran dan ukuran molekul.
2.5
Pembuatan Plat Lapisan Tipis
Penyerap
dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya
digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis
dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi.
Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm
atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”. Hal yang
penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata. Plat -plat kaca /
aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergent
kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal ini
tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh
permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan
yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat.
Pembuatan
penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi bubur,
biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai
rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan
faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard
adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5 - 2.0 mm
) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan
penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu
kesukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila
kering.
Tabel
2.2 Perbandingan untuk membuat bubur penyerap
Penyerap
|
Medium bubur penyerap
|
Perbandingan, gram dalam ml
|
Silika
gel
|
Metilena
klorida : methanol (2:2, v/v)
|
35
gr dalam 100 ml
|
Serbuk
selulosa
|
Metilena
klorida : methanol (50:50, v/v)
|
50
gr dalam 100 ml
|
Alumina
|
Metilena
klorida : methanol (70:30, v/v)
|
60
gr dalam 100 ml
|
Sifat
yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya,
karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut.
Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1 – 25 mikron.
Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah
menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang
sangat halus akan mengakibatkan aliran pelarut menjadi lambat, pada
lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih
cepat. Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan
dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :
Tabel
2.3 Macam-macam penyerap untuk kromatografi lapisan tipis (Kealey dan Haines, 2002)
Zat padat
|
Digunakan untuk memisahkan
|
Silika
|
Asam-
asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam
lemak, lipida, minyak
esensial,
anion, dan kation organic,
sterol,
terpenoid.
|
Alumina
|
Alkaloid,
zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin,
karoten, asam-asam
amino
|
Kieselguhr
|
Gula,
oligosakarida, asam- asam
lemak,
trigliserida, asam -asam
amino,
steroid.
|
Bubuk
selulosa
|
Asam-asam
amino, alkaloid, nukleotida
|
Pati
|
Asam-asam
amino
|
Sephadex
|
Asam-asam
amino, protein
|
2.6 Fase Diam dan Fase Gerak
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina
dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH.
Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel. Empat
macam adsorben yang sering dipakai ialah silica gel (asam silikat), alumunia
(alumunium oxyde), selulosa dan kieselguhr.
1.
Silica gel
Adapun
jenis silica gel :
a. Silica
gel G
Silica gel G adalah
silica gel mengandung 13% kalsium sulfat sebagai zat perekat. Jenis silica gel
ini biasanya mengandung ion logam, terutama besi. Kandungan ion besi ini dapat
dihilangkan dengan mengembangkan plat KLT silica gel G dengan system pelarut. Ion
besi akan bergerak bersama zat pelarut sampai ke ujung plat.
b. Silica
gel PF
Jenis silica gel ini
dibuat secara sedemikian rupa shingga senyawa-senyawa organic yang terikat pada
plat dapat mengadakam flouroresensi. Visualisasi dapat dikerjakan dengan menempatkan
plat yang telah dikembangkan dalam ruangan gelap dan sinar Ultra Violet
bergelombang pendek.
c. Silica
gel H
Perbedaan silica gel G
dan silica gel H ialah silica gel H tidak mengandung perekat Kalsium Sulfat.
Silica gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida
netral. Silica gel H ini dapat memisahkan digliserida begitu juga fosfatidil
gliserol dari poligliserida fosfat.
2.
Alumunia
Penggunaan alumunia dalam KLT, yang
semula diperkenalkan oelh peneliti dari Cekoslowakia. Sebenarnya alumunia
netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti :
terpena, alkaloid, dan senyawa alisiklik, alifatik serta aromatic. Alumunia
sebgai adsorben tidak mengandung zat perekat, namun memiliki sifat sedikit
alkalis dan dpat digunakan baik ataupun dengan aktivasi.
3.
Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang
lebih lemah dari silica gel dan alumunia, oleh sebab itu lebih cocok untuk
memisahkan senyawa yang bersifat polar.
4.
Selulosa
Selulosa digunakan sebagai adsorben
akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi kertas.
Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah
indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah
tidak dapat digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau
pereaksi destruktif lainnya.
Selain
fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa
diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen
secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika.
Suatu
pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak
polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran
antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010).
2.7 Prosedur
kerja
2.7.1Meneteskan Sampel
Sampel merupakan
campuran senyawa yang akan dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah
menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain yang serupa yaitu memiliki
titik didih antara 50-100oC. larutan sampel tersebut ditetskan pada
plat dengan menggunakan pipet mikro atau pipa kapiler. Garis batas bawah
kira-kira 1,5-2.0cm dari dasar, jumlah sampel yang diteteskan dapat berkisar
antara 5-100mg dari larutan
0,1%.
2.7.2
Pengembangan
Penegmbangan dilaksanakan dengan
mencelupkan dasar plat KLT yang telah ditetesi sampel dalam system pelarut
untuk proses pengembangan. Umunya dikerjakan dalam tempat yang tertutup dalam
chamber.
Sebenarnya agak sukar untuk menemuakan
system pelarut yang cocok untuk pengembangan. Pemilihan system pelarut yang
dipakai didasarkan atas prinsip like
dissolves like yang berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar
digunakan pelarut yang bersifat nonpolar. Penggunaan system pelarut yang lebih
polar akan membawa semua lipida netral ke ujung zat pelarut (solvent front).
Proses pengembangan akan lebih baik bila
ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap system pelarut. Hal ini
dapat segera tercapai dengan meletakkan kertas filter pada dinding pelarutnya
dalam chamber tertutup. Pengembangan dalam ruangan tertutup tersebut diakhiri
setelah ujung zat pada plat telah mencapai kira-kira ¾ tinggi adsorben. Plat
KLT-nya kemudian diambil dan dikeringkan, sebaiknya dengan menggunakan aliran
gas N2.
Fase diam berupa plat yang biasanya disi
dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa
diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di
atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan
dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram
berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam
gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah
garis. Gelas yang
digunakan tertutup untuk memastikan bahwa suasana
dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan
bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada
tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
Diagram menunjukkan plat setelah pelarut
telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga
hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari
komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang
terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan
reaksi-reaksi warna. Identifikasi yang menggunakan harga Rf
meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila
dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf
didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):
Harga-harga Rf untuk
senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu
diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk
campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daftar
dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan
penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).
2.8
Definisi Kromatogram
Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari
hasil pemisahan. Sebuah
garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes
pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Berilah penandaan
pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini
dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya
kromatogram dibentuk.
Ketika
bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas
kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu
diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak
berada.
Alasan
untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas
kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam
gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda
dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna.
2.9 Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan
analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1.
Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi
yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika
diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV disinarkan, maka
sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada,
meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Berarti
jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang
berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang
gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, kita harus menandai
posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari
daerah bercak-bercak itu. Karena jika kita mematikan sinar UV
tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak kembali.
2.
Penunjukkan bercak secara
kimia
Beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak
dengan cara mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang
berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari
campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan
larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan
senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada
wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan
kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada
kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan.
Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
Tetasan atau penotolan sampel harus sekecil mungkin dengan
meneteskan berulang kali dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya
dikerjakan. Pengeringan tetesan sampel pada plat sebaiknya dikerjakan dengan
aliran gas N2, untuk mencegah terjadinya kerusakan sampel karena oksidasi.
2.10 Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor
yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang
sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat
aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan
pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang
menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan
perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan
fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan
hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran
partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan
kerataan dari lapisan penyerap.
Proses praktikum
tidak dapat dilihat pengaruh tebal lapisannya, tetapi perlu diusahakan tebal
lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak
rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya)
fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang
digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat
penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai
harus betul-betul diperhatikan.
5.
Derajat
kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat.
(Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling
umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan
yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang
berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya
ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan
kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya
dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan
dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan
fase.
9. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam
lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu
mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila
atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut
campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk
cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.
2.11 Gambar
Alat
Alat
yang digunakan dalam metode Kromatografi Lapis Tipis :
a.
Erlenmeyer
Fungsinya dgunakan
untuk melakukan ekstraksi sampel yang akan diuji
b.
Batang pengaduk
Fungsinya digunakan
mengaduk agar larutan lebih mudah homogen
c.
Chamber dan penutupnya
Fungsinya sebagai wadah
penampung eluen atau fase gerak dan penutupnya berfungsi agar eluen tidak
menguap
d.
Kertas saring
Fungsinya untuk
menyaring campuran sampel kering dengan pelarutnya saat ekstraksi.
e.
Silika gel (fase diam)
Silika gel yang
berfungsi sebagai fase diam, namun terdapat berbagai macam jenis. Misalnya G,
GF, H
f.
Pipa Kapiler
Berupa pipa kecil dan
sangat tipis yang digunakan untuk menotolkan cuplikan larutan baku dan larutan
sampel yang akan diuji.
g.
Beker Gelas
Berfungsi
sebagai wadah untuk baku standart dan sampel hasil ekstraksi
h.
Lampu Ultra Violet
Lampu UV ini berfungsi
sebagai penampak bercak pada silica gel setelah dilakukan penotolan
2.12
Contoh Soal
1.
Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Rf=jarak yang ditempuh oleh
komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi:
2.
Suatu analit dianalisis secara KLT,
bercaknya teramati 6 cm dari titik penotolan. Bila jarak rambatnya 8 cm, maka
nilai hRf-nya adalah ...
Jawab
: Rf = jarak sampel = 6
= 0.75cm
Jarak baku 8
2.1 Implementasi di
Bidang Farmasi
Bidang
farmasi, kromatografi lapis tipis sangat memberikan banyak manfaat di berbagai
penelitian. Terlebih lagi dunia kerja di bidang farmasi sangat luas, tidak
hanya obat-obatan, makanan, minuman, serta kosmetik pun menjadi tanggung jawab
seorang farmasis. Sebagai contoh dalam pengujian kandungan Rhodamin-B dalam
sediaan kosmetika lipstick, uji kandungan bahan kimia obat dalam sediaan jamu,
uji pemanis dalam makanan, dan lain sebagainya.
Pengujian
tersebut dilakukan karena penambahan bahan kimia dalam sediaan tradisional
seperti itulah yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.246/Menkes/V/1990 yang menyatakan bahwa industry obat tradisional dilarang
memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan
melanggar Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 serta Undang-Undang No. 8
Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen. Sebab penambahan dengan dosis maupun
cara yang tidak benar dapat memberikan dampak yang merugikan bagi konsumen,
maka dari itu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) hingga saat ini masih
terus menguji makanan, obat, serta kosmetik yang beredar dipasaran.
Selain
beberapa contoh diatas, metode Kromatografi Lapis Tipis juga digunakan dalam
bidang pendidikan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
I.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga
mempengaruhi harga Rf adalah :
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
c. Tebal dan kerataan dari lapisan
penyerap.
d. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang
digunakan.
f. Teknik percobaan.
g. Jumlah cuplikan yang digunakan.
h. Suhu
i. Kesetimbangan.
II.
Aplikasi
KLT pada bidang farmasi adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin
B dalam sampel lipstik.
Daftar pustaka
Haqiqi,
Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com
/2009/10/kromatografi.pdf
Hostettmann
K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif.
Penerbit ITB. Bandung.
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kealey D dan Haines PJ. 2002. Instant
Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Limited. New York
Gritter
RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit
ITB. Bandung
Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta
No comments:
Post a Comment