Wednesday, December 16, 2015

ANATOMI FISIOLOSI KIMIA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan teknologi. Berbagai alat dengan kecanggihan semakin meningkat. Hal ini juga termasuk perkembangan dalam bidang farmasi. Selama beberapa tahun terakhir terjadi perkembangan yang pesat untuk teknik pemisahan. Penerapan metode seperti kromatografi dianggap metode modern yang saat ini sering digunakan dalam berbagai riset dan penelitian. Hal ini terbukti dengan banyaknya publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penggunaan metode tersebut, baik untuk tujuan analisis kualitatif ataupun kuantitatif.
Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang akhir - akhir  ini telah banyak digunakan, dibandingkan dengan metode yang lainnya seperti destilasi, kristalisasi, pengendapan, ekstraksi, dan lain-lain mempunyai keuntungan dalam pelaksanaan yang lebih sederhana, penggunaan waktu yang sangat singkat terutama mempunyai kepekaan yang tinggi serta mempunyai kemampuan memisahkan yang tinggi. Metode ini digunakan, jika dengan metode lain tidak dapat dilakukan misalnya karena jumlah cuplikan sangat sedikit atau campurannya kompleks.
Adanya kemajuan teknologi dibidang elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai kandungan / unsur zat didalam cairan. Adanya penelitian – penelitian baru yang memungkinkan untuk menerapkan prinsip kromatografi pada senyawa – senyawa yang tidak berwarna termasuk gas.
Sebuah produk seperti cairan vitamin atau obat sejenis serta produk pangan lainnya terkadang sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur / zat yang terkandung didalamnya. Kritisnya masyarakat atau konsumen dengan apa yang akan dikonsumsi baik pada komposisi, tanggal kadaluarsa, bobot bahan yang terkandung, adanya jaminan keamanan apabila mengkonsumsi dan lain-lain, menjadi suatu keharusan seorang ahli farmasi menjamin kelayakan konsumsi pada obat, suplemen ataupun bahan pangan yang akan dikonsumsi masyarakat.
Kromatografi lapis tipis sangat membantu seorang ahli farmasi untuk mengidentifikasi kandungan dalam suatu cairan baik obat tradisional atau obat herbal yang akhir – akhir ini menjadi primadona dalam pengobatan di Indonesia dan untuk mengidentifikasi kandungan yang terdapat di bahan pangan, ini menjadi alasan mengapa seorang ahli farmasi harus mempelajari hal yang berkaitan dengan kromatografi.

1.2 Tujuan Penelitian
a.                   Mengetahui yang dimaksud dengan kromatografi.
b.                  Mengetahui yang dimaksud dengan kromatografi lapis tipis.
c.                   Mengetahui kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis.
d.                  Mendeskripsikan prinsip keja kromatografi lapis tipis.
e.                   Mengetahui yang dimaksud dengan kromatogram.
f.                    Mengetahui yang dimaksud dengan fase diam dan fase gerak dalam kromatografi lapis tipis.
g.                   Mendeskripsikan prosedur kerja dengan kromatografi lapis tipis.
h.                   Mendeskripsikan cara mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis.
i.                     Mengetahui factor yang mempengaruhi analisis kromatografi lapis tipis.
j.                    Mengetahui aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang farmasi



1.3 Manfaat Penelitian
            Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan yang bertujuan untuk mempelajari buku – buku yang relevan, ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dalam bidang pangan dan bidang farmasi.
Setelah melakukan praktikum kromatografi, praktikan dapat mengetahui fungsi dari kromatografi, mengetahui metode kromatografi dan mengetahui cara kerja dari kromatografi..











                                                                      


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teori
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. ( Imam Haqiqi, Sohibul,2008 )
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
            Kromatografi adsorbsi adalah proses adsorbs sangat peka terhadap perbedaan bentuk stereomeritik dari solute yang dipisahkan. Banyaknya solute yang dapat ditampung pada permukaan adsorben, diantaranya dipengaruhi oleh konfigurasi solute tersebut. Bnetuk konfigurai solute dapat menentukan mudah tidaknya solute tersebut teradsorbsi pada permukaan adsorben bila dibandingkan dengan solute lain. (M. Adnan, 1997).
 Kromatografi Lapis Tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner (fase diam). Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm (Gandjar dan Rohman, 2007). Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Silika gel salah satu contoh fase diam yang  terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.

2.2 Macam – macam kromatografi lapis tipis
a)                  KLT preparative
Tebal lapisan adsorben dibuat sekitar 1 – 1,5 mm. Semakin tebal adsorbennya maka pemisahannya semakin sulut. Larutan adsorben yang dipakai biasanya lebih kental. Setelah adsorben dilapiskan, plat harus dikeringkan pada suhu kamar sebelum diaktifkan untuk mencegah terjadinya keretakan pada lapisan adsorben atau terjadinya case hardening.
Sampel kira-kira 2 ml diaplikasikan dengan cara menggariskannya selebar 5 – 8 mm pada garis dasar dengan tiak merusak lapisan adsorben. Sebelum dikembangkan, zat pelarut yang dipakai dalam sampel harus diuapkan lebih dahulu. Pengembangkan dikerjakan seperti KLT yang lain. Banyaknya sampel yang diaplikasikan antar 50 -250mg.
Cara visualisasi yang dipakai bersifat nondestruktif, terutama dengan sinar UV pada adsorben yang mengandung P, penyemprotan dengan air atau dengan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan dalam ruangan yang mengandung uap iodium.
Pengumpulan komponen yang terpisah dikerjakan dengan mengerok adsorben dengan menggunakan spatula atau silet. Hasil kerokan tersebut dikumpulkan diatas corong dengan kertas saring, kemudian diekstraksi dengan pelarut, yang dipolaritasnya cukup melarutkan secara kuantitatif. KLT preparative harus dikerjakan secepat mungkin untuk menghindari terjadinya kerusakan pada masing – masing komponen penyusun.
b)                  KLT Kuantitatif
Umunya KLT sukar dipakai sebagai cara kuantitatif. Pendekatan yang digunakan ialah :
                                            I.                        Analisis langsung dengang plat, dengan :
1)            Charring secara standard, kemudian digunakan densitometer untuk menentukan kuantitasnya.
2)            Pengukuran radioaktaktivitasnya, khususnya untuk senyawa yang ditandai dengan radioaktif.
3)            Dengan neutron activation analysis
                                         II.                        Gravimetric. Measing-masing komponen diisolasi, diekstrak, diuapkan, dan ditimbang.
                                       III.                        Menganalisis elemen-elemen spesifik atau gugus fungsional dengan spektrometri


c)                  KLT dengan argentasi
Cara ini khususnya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang mempunyai jumlah ikatan rangkap yang berbeda. Isomer cis dan trans dari beberapa asam lemak juga dapat dipisahkan dengan cara ini.
            Plat adsorben yang digunakan mengandung AgNO3. Plat tersebut dapat dibuat dengan menyemprotkan 10% larutan AgNO3 dalam equeous ethanol. Cara lain dapat dikerjakan dengan mencelupkan plat KLT ke dalam larutan AgNO3 10-12 %. Lebih baik ialah dengan mencampurkan AgNO3 dalam pembuatan larutan adsorben.
System pelarut yang sering digunakan ialah campuran heksana-eter dalam proporsi yang bervariasi, tergantung jumlah ketidakjenuhan senyawanya. Pemisahan untuk monoenoat (berikatan rangkap satu) dapat dipakai heksan-eter 93:7, untuk dienoat (berikatan rangkap dua) dengan perbandingan 83:17, sedang untuk memisahkan monoena, diena, triena, tetraena, pentaena, heksaena dari metil esternya dapat dipisahkan dengan menggunakan campuran heksan-eter 60:40.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan KLT
Beberapa kelebihan KLT yaitu:
a.             KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
b.            Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
c.             Perlakuan dapat dengan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
d.            Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
e.             Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
f.              Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
g.             Jumlah perlengkapan sedikit.
h.             Preparasi sample yang mudah
i.               Berfungsi untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT  yaitu:
a.             Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.
b.            Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
c.             Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

2.4 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang (Watson, 2010). KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas.
Proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.

2.5 Pembuatan Plat Lapisan Tipis
Penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca  / aluminium dijual dengan ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai “standard”.  Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata.  Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton, tetapi hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap pada plat.
Pembuatan penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air sampai menjadi bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor yang paling penting dalam kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal ( 0.5  -  2.0 mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap  hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering. 



Tabel 2.2 Perbandingan untuk membuat bubur penyerap
Penyerap
Medium bubur penyerap
Perbandingan, gram dalam ml
Silika gel
Metilena klorida : methanol (2:2, v/v)
35 gr dalam 100 ml
Serbuk selulosa
Metilena klorida : methanol (50:50, v/v)
50 gr dalam 100 ml
Alumina
Metilena klorida : methanol (70:30, v/v)
60 gr dalam 100 ml

Sifat yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur penyerap dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1  –  25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan dalam kolom partikel yang sangat halus akan mengakibatkan aliran  pelarut menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran pelarut yang lebih cepat.  Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi lapisan tipis adalah sebagai berikut :  

Tabel 2.3 Macam-macam penyerap untuk kromatografi lapisan tipis (Kealey dan Haines, 2002)
Zat padat
Digunakan untuk memisahkan
Silika
Asam- asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion, dan kation organic,
sterol, terpenoid.
Alumina
Alkaloid, zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam
amino
Kieselguhr
Gula, oligosakarida, asam- asam
lemak, trigliserida, asam -asam
amino, steroid. 
Bubuk selulosa
Asam-asam amino, alkaloid, nukleotida
Pati
Asam-asam amino
Sephadex
Asam-asam amino, protein

2.6 Fase Diam dan Fase Gerak
Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.    Empat macam adsorben yang sering dipakai ialah silica gel (asam silikat), alumunia (alumunium oxyde), selulosa dan kieselguhr.
1.                  Silica gel
Adapun jenis silica gel :
a.       Silica gel G
Silica gel G adalah silica gel mengandung 13% kalsium sulfat sebagai zat perekat. Jenis silica gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama besi. Kandungan ion besi ini dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat KLT silica gel G dengan system pelarut. Ion besi akan bergerak bersama zat pelarut sampai ke ujung plat.
b.      Silica gel PF
Jenis silica gel ini dibuat secara sedemikian rupa shingga senyawa-senyawa organic yang terikat pada plat dapat mengadakam flouroresensi. Visualisasi dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan dalam ruangan gelap dan sinar Ultra Violet bergelombang pendek.
c.       Silica gel H
Perbedaan silica gel G dan silica gel H ialah silica gel H tidak mengandung perekat Kalsium Sulfat. Silica gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral. Silica gel H ini dapat memisahkan digliserida begitu juga fosfatidil gliserol dari poligliserida fosfat.
2.                  Alumunia
Penggunaan alumunia dalam KLT, yang semula diperkenalkan oelh peneliti dari Cekoslowakia. Sebenarnya alumunia netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti : terpena, alkaloid, dan senyawa alisiklik, alifatik serta aromatic. Alumunia sebgai adsorben tidak mengandung zat perekat, namun memiliki sifat sedikit alkalis dan dpat digunakan baik ataupun dengan aktivasi.
3.                  Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silica gel dan alumunia, oleh sebab itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa yang bersifat polar.
4.                  Selulosa
Selulosa digunakan sebagai adsorben akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi kertas. Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif lainnya.


Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara  kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis  adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika.
Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010).

2.7 Prosedur kerja
2.7.1Meneteskan Sampel
Sampel merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan, dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain yang serupa yaitu memiliki titik didih antara 50-100oC. larutan sampel tersebut ditetskan pada plat dengan menggunakan pipet mikro atau pipa kapiler. Garis batas bawah kira-kira 1,5-2.0cm dari dasar, jumlah sampel yang diteteskan dapat berkisar antara 5-100mg dari larutan 0,1%.


2.7.2 Pengembangan
Penegmbangan dilaksanakan dengan mencelupkan dasar plat KLT yang telah ditetesi sampel dalam system pelarut untuk proses pengembangan. Umunya dikerjakan dalam tempat yang tertutup dalam chamber.
Sebenarnya agak sukar untuk menemuakan system pelarut yang cocok untuk pengembangan. Pemilihan system pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like yang berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan pelarut yang bersifat nonpolar. Penggunaan system pelarut yang lebih polar akan membawa semua lipida netral ke ujung zat pelarut (solvent front).
Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap system pelarut. Hal ini dapat segera tercapai dengan meletakkan kertas filter pada dinding pelarutnya dalam chamber tertutup. Pengembangan dalam ruangan tertutup tersebut diakhiri setelah ujung zat pada plat telah mencapai kira-kira ¾ tinggi adsorben. Plat KLT-nya kemudian diambil dan dikeringkan, sebaiknya dengan menggunakan aliran gas N2.
Fase diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli sampel. Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Gelas yang digunakan tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.
Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-­reaksi warna. Identifikasi yang menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Gritter et al, 1991):  
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan bahwa harga­-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daf­tar dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh (Gritter et al, 1991).

2.8 Definisi Kromatogram
Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil pemisahan. Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Berilah penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

2.9  Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1.      Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Berarti jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan  pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika  kita  mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak kembali.

2.      Penunjukkan bercak secara kimia
Beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.

Tetasan atau penotolan sampel harus sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan. Pengeringan tetesan sampel pada plat sebaiknya dikerjakan dengan aliran gas N2, untuk mencegah terjadinya kerusakan sampel karena oksidasi.

2.10 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf  adalah :
1.      Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2.      Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan menge­ringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga  Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama,   jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap  dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
3.      Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Proses praktikum tidak dapat dilihat pengaruh tebal lapisannya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4.      Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5.                  Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6.      Teknik percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7.      Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terben­tuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8.      Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
9.      Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih pen­ting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan at­mosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi  dan keadaan ini harus dicegah.












2.11 Gambar Alat
Alat yang digunakan dalam metode Kromatografi Lapis Tipis :

a.                   Erlenmeyer
Fungsinya dgunakan untuk melakukan ekstraksi sampel yang akan diuji
 

b.                  Batang pengaduk
Fungsinya digunakan mengaduk agar larutan lebih mudah homogen






c.                   Chamber dan penutupnya
Fungsinya sebagai wadah penampung eluen atau fase gerak dan penutupnya berfungsi agar eluen tidak menguap
  

d.                  Kertas saring
Fungsinya untuk menyaring campuran sampel kering dengan pelarutnya saat ekstraksi.
       




e.                   Silika gel (fase diam)
Silika gel yang berfungsi sebagai fase diam, namun terdapat berbagai macam jenis. Misalnya G, GF, H


f.                    Pipa Kapiler
Berupa pipa kecil dan sangat tipis yang digunakan untuk menotolkan cuplikan larutan baku dan larutan sampel yang akan diuji.

g.                   Beker Gelas
Berfungsi sebagai wadah untuk baku standart dan sampel hasil ekstraksi

 

h.                   Lampu Ultra Violet
Lampu UV ini berfungsi sebagai penampak bercak pada silica gel setelah dilakukan penotolan
2.12                     Contoh Soal
1.                        Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
http://www.chem-is-try.org/wp-content/migrated_images/analisis/tlc3.gif
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rf=jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut

Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi:
http://www.chem-is-try.org/wp-content/migrated_images/analisis/rf2.gif
2.                        Suatu analit dianalisis secara KLT, bercaknya teramati 6 cm dari titik penotolan. Bila jarak rambatnya 8 cm, maka nilai hRf-nya adalah ...
Jawab : Rf = jarak sampel    =  6   =  0.75cm
                      Jarak baku           8

2.1 Implementasi di Bidang Farmasi
Bidang farmasi, kromatografi lapis tipis sangat memberikan banyak manfaat di berbagai penelitian. Terlebih lagi dunia kerja di bidang farmasi sangat luas, tidak hanya obat-obatan, makanan, minuman, serta kosmetik pun menjadi tanggung jawab seorang farmasis. Sebagai contoh dalam pengujian kandungan Rhodamin-B dalam sediaan kosmetika lipstick, uji kandungan bahan kimia obat dalam sediaan jamu, uji pemanis dalam makanan, dan lain sebagainya.
Pengujian tersebut dilakukan karena penambahan bahan kimia dalam sediaan tradisional seperti itulah yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.246/Menkes/V/1990 yang menyatakan bahwa industry obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan melanggar Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 serta Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen. Sebab penambahan dengan dosis maupun cara yang tidak benar dapat memberikan dampak yang merugikan bagi konsumen, maka dari itu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) hingga saat ini masih terus menguji makanan, obat, serta kosmetik yang beredar dipasaran.
Selain beberapa contoh diatas, metode Kromatografi Lapis Tipis juga digunakan dalam bidang pendidikan.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
        I.            Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf  adalah :
a.    Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
b.   Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
c.    Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
d.   Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
e.    Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
f.    Teknik percobaan.
g.    Jumlah cuplikan yang digunakan.
h.   Suhu
i.     Kesetimbangan.

     II.            Aplikasi KLT pada bidang farmasi adalah pada penelitian analisis kualitastif pewarna rhodamin B dalam sampel lipstik.













Daftar pustaka
Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com /2009/10/kromatografi.pdf
Clark, Jim. 2007. Kromaografi Lapis Tipis. http://www.chem-is-try.org
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung.
Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kealey D dan Haines PJ. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Limited. New York
Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung

Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

No comments:

Post a Comment