BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di alam semesta ini sangat banyak ditemukan unsur-unsur. Ada
yang bersifat logam, semilogam, dan nonlogam. Dan letaknya
pun juga berbeda-beda. Ada yang di tanah, udara, air, dan lain-lain. Seorang
analis perlu untuk mengetahui banyak konsentrasi unsur-unsur logam tersebut.
Misalnya unsur yang ada di dalam daun tumbuh-tumbuhan. Pentingnya bagi seorang
analis adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan untuk menganalisis suatu
penyakit, bahkan juga berguna untuk menciptakan suatu produk yang berguna bagi
masyarakat luas. Namun, proses analisis tersebut tidaklah mudah. Karena
membutuhkan keahlian tertentu. Cara penentuan konsentrasi suatu unsur (logam)
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara konvensional dan cara instrumental.
Cara konvensional adalah cara menentukan konsentrasi suatu unsur yang
berdasarkan reaksi-reaksi kimia dan cara ini masih sederhana serta memiliki
banyak kesalahan. Sedangkan cara instrumental adalah cara menentukan
konsentrasi suatu unsur dengan menggunakan alat instrument yang canggih. Cara
ini lebih efektif dan efisien serta memiliki banyak keuntungan.
Pengukuran dengan spektroskopi emisi dapat
dimungkinkan karena masing-masing atom mempunyai tingkat energi tertentu yang
sesuai dengan posisi elektron. Pada keadaan normal, elektron-elektron ini
berada pada tingkat dasar dengan energi terendah. Penambahan energi baik secara
termal maupun elektrikal, menyebabkan satu atau lebih elektron diletakkan pada
tingkat energi lebih tinggi, menjauh dari inti.
Elektron tereksitasi ternyata lebih mudah kembali ke tingkat dasar dan
pada proses ini kelebihan energi dipancarkan dalam bentuk energi radiasi foton.
Jika energi eksitasinya semakin besar, maka energi emisinya juga semakin besar.
Absorpsi sendiri (self absorpsion) kadangkala menurunkan intensitas emisi.
B.
Tujuan
a. Memahami
pengertian tentang spektroskopi emisi atom
b. Memahami
prinsip kerja yang ditimbulkan oleh spektroskopi emisi atom
c. Memahami
setiap bagian dari alat beserta fungsinya
d. Memahami
cara kerja dari alat spektroskopi emisi atom
e. Memahami
penggunaan alat spektroskopi emisi atom
C.
Manfaat
Setelah mempelajari spektroskopi emisi atom, para
farmasis mampu mengoperasikan alat dari spektroskopi emisi atom.
BAB
II
ISI
A.
Deskripsi
Teoritis
Teknik spektroskopi
adalah ilmu yang mempelajari interaksi
radiasi dengan materi pada panjang gelombang tertentu. Sedangkan
spektrofotometri adalah pengukuran kuantitatif dari intensitas radiasi
elektromagnetik pada satu atau lebih panjang gelombang dengan suatu transduser
(detektor).
Spektroskopi emisi atom atau Atomic
Emission Spectroscopy (AES) adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
analisa logam secara kualitatif maupun kuantitatif yang didasarkan pada
pemancaran atau emisi sinar dengan panjang gelombang yang karakteristik untuk
unsur yang dianalisa. Sumber dari pengeksitasi dari Atomic Emission
Spectroscopy bisa didapat dari nyala api gas atau Busur listrik. Sumber
eksitasi dari nyala gas biasanya disebut ICP (Inductively Couple Plasma)
sedangkan sumber eksitasi dari busur listrik biasa disebut “ARC” atau “SPARK”,
sedangkan alat detector sinarnya adalah Tabung Penggandaan Foton atau “Photo
Multiplier Tube (PMT)”. AES digunakan untuk unsur golongan alkali
karena unsur-unsur golongan alkali elektronnya mudah tereksitasi, sedangkan
unsur-unsur golongan lain membutuhkan panas lebih tinggi untuk dapat
tereksitasi elektronnya sehingga tidak dapat menggunakan AES. Eksitasi adalah
proses perpindahan elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan menyerap
sejumlah energi tertentu dari luar. Bedanya dengan AAS, AES tidak menggunakan
sumber sinar. Perhatikan perbedaan antara SSA dan AES berikut:
Analisa
Kualitatif dan kuantitatif
1. Analisa
kualitatif
Garis-garis emisi yang khas bagi suatu unsur logam akan tergambar pada
film foto sebagai garis-garis hitam, letak suatu garis hitam tersebut pada film
foto menentukan nilai panjang gelombang yang khas bagi unsur logam
bersangkutan. Suatu unsur logam tertentu dapat menghasilkan banyak sekali garis
hitam pada film foto, dengan intensitas yang berbeda. Untuk mengidentifikasi
unsur logam secara kualitatif dengan cara ini maka dibuat spectrum emisi
cuplikan yang mengandung logam X pada film foto, sehingga pada film tersebut
timbul garis-garis hitam dengan panjang gelombang yang khas bagi logam X tersebut,
kemudian spectrum logam X tersebut dibandingkan dengan spectrum standar (juga
dalam film foto) yang mengandung garis-garis hitam yang khas untuk berbagai
unsur logam yang telah diketahui jenisnya dan biasanya disebut “Master
Spectrum”.
2. Analisa
Kuantitatif
Dahulu banyak dilakukan dengan menggunakan alat spektrograf emisi yang
detektornya film foto. Dibuat beberapa cuplikan standar unsur X dengan
konsentrasi yang sudah diketahui, kemudian tiap cuplikan standar itu di
dieksitasi dalam “Spark” sehingga diperoleh spectrum emisi X tersebut pada film
foto. Dari berbagai garis spectrum yang dihasilkan pada film foto tersebut,
kemudian dipilih salah satu garis yang intensitasnya kuat dan dengan
menggunakan alat “Densitometer” diukur derajat kehitaman dari garis yang
dipilih itu pada berbagai konsentrasi X.
Semakin tinggi konsentrasi X maka semakin hitam garisnya (dan
sebaliknya). Sehingga dapat disimpulkan“Tingkat kehitaman garis spectrum emisi
pada film foto itu berbanding lurus dengan Intensitas (I) garis emisi itu”.
Densitometer memberikan langsung nilai Intensitas untuk berbagai konsentrasi.
Sehingga dapat dibuat kurva hubungan antara Intensitas dan Konsentrasi pada
suatu panjang gelombang yang diukur.
Banyak kerumitan dan kesulitan yang diperoleh dengan cara atau metoda
analisa yang menggunakan detektor film foto ini, karena waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan analisanya tidak singkat.
Dengan berkembangannya ilmu elektronik yang semakin maju, maka detektor film foto ini sekarang diganti dengan“Tabung Penggandaan Foto” (Photo Multi Plier Tube) / PMT.
Dengan berkembangannya ilmu elektronik yang semakin maju, maka detektor film foto ini sekarang diganti dengan“Tabung Penggandaan Foto” (Photo Multi Plier Tube) / PMT.
B.
Prinsip
Kerja
Spektroskopi
emisi atom merupakan spektroskopi yang didasarkan pada cahaya yang dipancarkan
ketika elektron turun dari level energi tinggi ke energi yang lebih rendah.
Jika ada energi dari luar yang mengganggu atom, misalnya dari sumber
eksitasinya (arc, spark, dan plasma) yang dihasilkan tegangan tinggi atau laser
pulsa berdaya tinggi, maka elektron dalam atom akan naik dari ground state ke
level energi eksitasi dikarenakan absorbsi dari energi yang mengganggu.
Elektron kemudian turun kembali ke level ground state dengan memancarkan cahaya
yang disebut sebagai foton. Cahaya yang dipancarkan tersebut memiliki
karateristik khusus sesuai dengan atomnya. Salah satunya pada panjang
gelombangnya.
Prinsip dasar dari analisa Atomic
Emission Spectrometer (AES) ini yaitu : Apabila atom suatu unsur ditempatkan
dalam suatu sumber energi kalor (sumber pengeksitasi), maka elektron di orbital
paling luar atom tersebut yang tadinya dalam keadaan dasar atau ‘ground state’
akan tereksitasi ke tingkat-tingkat energi elektron yang lebih tinggi. Eksitasi adalah proses perpindahan elektron ke tingkat energi yang
lebih tinggi dengan menyerap sejumlah energi tertentu dari luar. Karena
keadaan tereksitasi itu merupakan keadaan yang sangat tidak stabil maka
elektron yang tereksitasi itu secepatnya akan kembali ke tingkat energi semula
yaitu ke keadaan dasarnya (ground state). Pada waktu atom yang tereksitasi itu
kembali ke tingkat energi lebih rendah yang semula, maka kelebihan energi yang
dimilikinya sewaktu masih dalam keadaan tereksitasi akan ‘dibuang’ keluar
berupa ‘emisi sinar’ dengan panjang gelombang yang karakteristik bagi unsur
yang bersangkutan.
Sumber
Pengeksitasi atom
Sumber pengeksitasi atom suatu unsur memerlukan suatu sumber energi kalor
yang mampu mengeksitasikan elektron di orbital paling luar dari atom tersebut
ke tingkat energi atom yang lebih tinggi.
Pada spektrofotometri emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas, tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkan nya relatif rendah. Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akan menghasilkan suhu sekitar 3000oC. Dengan kombinasi gas ini maka unsur-unsur yang dapat dieksitasikan dengan menghasilkan intensitas sinar emisi yang baik biasanya adalah logam-logam alkali (Na, K, Li, Ca dll). Sedangkan untuk mengeksitasikan atom logam-logam yang lebih berat maka diperlukan nyala api dengan kombinasi gas lain yang dapat memberikan suhu lebih tinggi dan juga memberikan energi kalor yang lebih tinggi.
Pada spektrofotometri emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas, tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkan nya relatif rendah. Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akan menghasilkan suhu sekitar 3000oC. Dengan kombinasi gas ini maka unsur-unsur yang dapat dieksitasikan dengan menghasilkan intensitas sinar emisi yang baik biasanya adalah logam-logam alkali (Na, K, Li, Ca dll). Sedangkan untuk mengeksitasikan atom logam-logam yang lebih berat maka diperlukan nyala api dengan kombinasi gas lain yang dapat memberikan suhu lebih tinggi dan juga memberikan energi kalor yang lebih tinggi.
Oleh karena itu telah diusahakan adanya sumber-sumber pengeksitasi atom
yang dapat menghasilkan energi kalor yang lebih tinggi. Ada dua jenis sumber
pengeksitasi yang mampu memberikan energi kalor dan suhu yang lebih tinggi,
yaitu ‘bunga api listrik’ yang disebut ‘Arc’ atau “Spark” dan “Plasma” yang
ditimbulkan secara induksi (Inductively Couple plasma atau ICP). Dengan kedua
jenis sumber eksitasi ini maka hampir semua unsur logam dapat dieksitasikan.
Yang dimaksud dengan bunga api listrik atau awan muatan listrik
(electrical discharge) adalah loncatan muatan listrik antara ujung batang
elektroda dan sampel dimana ujung elektroda dan sampel tidak saling bersentuhan
dan apabila antara keduanya diberikan tegangan listrik yang tinggi, maka akan
terjadi loncatan muatan elektron dan akan menimbulkan tahanan sehingga hal ini
akan menimbulkan kalor yang sangat tinggi, Suhu yang dihasilkan oleh muatan
listrik tersebut berkisar antara 4000oC sampai dengan 7000oC.
Jadi jauh lebih tinggi dari pada yang dihasilkan oleh nyala api gas acetilen
dan O2.
C.
Alat
dan Gambar
Bagian
alat
1. Spark
Stand
Spark stand, adalah
bagian dimana Sampel dan elektroda yang biasanya terbuat dari logam wolfram
dialiri arus yang dibangkitkan oleh suatu unit pembangkit tegangan tinggi (High
Voltage Discharge) sehingga akan timbul spark atau Arc. Proses spark ini akan menyebabkan
molekul-molekul dalam sample akan teratomisasi dan kemudian tereksitasi. Banyak
sumber energi yang dapat digunakan untuk membangkitkan spark atau Ark. Seperti
plasma yang ditimbulkan oleh RF Generator, dalam hal ini yang terpenting adalah
Sumber dari pembangkit tersebut mampu mengeksitasikan atom-atom yang ada dalam
sample.
Proses spark akan
menyebabkan atom-atom dalam sampel tereksitasi dan memancarkan sinar
polikromatik. Sinar polikromatik ini selanjutnya dilewatkan melalui lensa
kondenser kemudian masuk melalui celah masuk (Entrance slit), selanjutnya akan
mengenai suatu kisi difraksi yang kemudian mendispersikannya menjadi
sinar-sinar monokromatik. Sinar-sinar monokromatik ini lalu dilewatkan melalui
suatu celah keluar (exit slit) dan selanjutnya akan ditangkap oleh
photomultiplier tube (PMT) yang bertindak sebagai detektor dan merubahnya
menjadi photocurrent.
2.
Concave Diffraction Grating
Concave
Diffraction Grating adalah sebuah alat untuk mendispersikan spectrum
polikromatis menjadi spectrum monokromatis. Alat ini adalah sebuah lempengan
cekung yang pada permukaannya diberikan alur-alur (grooves) yang sejajar dan
biasanya sekitar 1200 – 3000 groove per mm.
3. Exit
Slit (Celah keluar)
Setelah sinar polikromatis didispersikan menjadi
sinar monokromatis oleh oleh grating, kemudian keluar melalui suaqtu celah yang
disebut Exit slit atau secondary opic.
4. Detektor
Ada
tiga macam detector yang berbeda dalam rentang panjang gelombangnya, kecepatan
respon, sensitivitas dll. Detektor dimaksudkan untuk merubah energi yang
dipancarkan menjadi sebuah sinyal listrik yang kemudian diproses oleh sebuah
amplifier sehingga dapat dapat di interpretasikan lebih lanjut. Ketiga detector
tersebut adalah :
4.1
Photocell
Fungsinya
adalah mengubah energi sinar menjadi arus listrik yang sebanding dengan
Intensitasnya. Daerah kerja detector ini pada daerah sinar tampak (380 – 780
nm) . Bentuknya dalah sebuah keeping logam yang dilapisi dengan bahan Selenium
yang sensitive terhadap sinar. Sinar yang mengenai lapisan ini menyebabkan
elektron terlepas dan akan terjadi perbedaan muatan yang dapat diukur besarnya
dengan microammeter, detektor ini kurang sensitive dan responnya rendah.
4.2
Phototube
Kontruksi
detektor ini adalah sebuah tabung vakum yang terbuat dari kuarsa, bagian
dalamnya berisi katoda (Photocathode) logam berbentuk ½ silinder dengan
permukaanya dilapisi oksida logam yang mudah melepaskan electron bila dikenai
sinar, kemudian sebagai anoda adalah sebuah kawat berlubang (wire mesh). Antara
Katoda dan Anoda dipasang selisih tegangan dan apabila sebuah sinar datang
masuk melalui jendela kuarsa dan jatuh ke permukaan Katoda, energi sinar ini
akan diserap oleh lapisan oksida logam dan elektron yang ada dilapisan ini akan
terlempar dan berkumpul pada Anoda, sehingga dalam tabung foton akan timbul
arus. Detector ini mampu membaca sinar tampak dan sinar ultra violet dengan
panjang gelombang dari 190 – 650 nm dan dari 600 – 1000 nm. Jadi untuk menguji
daerah dengan panjang gelombang dari 190 sampai 1000 nm diperlukan lebih dari
satu detector.
4.3
Photomultipliers
PMT
atau Tabung Penggandaan Foton terdiri dari tabung kaca hampa udara yang
sebagian dindingnya terbuat dari kuarsa, bagian dalam terdiri dari Katoda yang
permukaannya dilapisi suatu bahan yang akan mengeluarkan electron bila dikenai
sinar. Selanjutnya sejumlah elektroda yaitu Dynode yang diberi tegangan listrik
dan yang dapat mengeluarkan elektron bila permukaannya dikenai berkas elektron
yang dipercepat, rangkaian listrik yang meliputi katoda, sumber arus 900 Volt
dan pembagi tegangan untuk 9 dynode (masing-masing 90 Volt), tahanan, penguat
arus (amplifier) dan pencatat (recorder). Apabila berkas sinar dengan intesitas
P (dari sumber cahaya spark) jatuh pada permukaan katoda maka lapisan yang
melapisi katoda akan melepaskan electron. Berkas electron ini akan bergerak
dengan percepatan kepermukaan dinoda 1 yang mempunyai tegangan 90 Volt lebih
positif dari katoda. Tiap electron yang jatuh pada permukaan dynode 1 akan
menyebabkan dikeluarkannya lebih dari satu electron dari permukaan dynode 1
itu. Elektron dari dynode 1 akan bergerak dengan percepatan kepermukaan dynode
2 yang juga 90 Volt lebih positif dari dynode 1, tiap electron yang jatuh
kepermukaan dynode 2 akan melepaskan lebih dari satu electron. Elektron dari
permukaan dynode 2 akan menuju kepermukaan dynode 3 yang juga 90 Volt lebih
positif, dan seterusnya. Setelah proses tersebut berlangsung 9 kali (pada 9
dynode) maka untuk setiap fotton,sinar yang jatuh pada permukaan katoda akan
dibebaskan 106 – 107 elektron yang akan terkumpul pada Anoda. Arus listrik yang
telah mengalami pengutan (didalam tabung, karena adanya dynode) disalurkan
melalui rangkaian untuk diperkuat lebih lanjut.
D.
Cara
Kerja Alat
Sampel dapat berupa zat padat, cair,
ataupun gas. Sebelumnya, sampel harus dikonversi menjadi atom bebas biasanya
melalui sumber eksitasi suhu tinggi. Sampel cair dikonversi dalam bentuk nebulasi dan
dibawa ke sumber eksitasi oleh gas yang mengalir. Sampel padat dapat dikonversi
melalui ablasi laser sehingga dapat dirubah dari sampel solid menjadi aliran
gas. Zat padat
juga dapat langsung menguap oleh percikan antara elektroda.
Salah
satu energi yang bisa digunakan untuk mengeksitasi atom adalah dengan
menembakkan laser pulsa berdaya tinggi (energi ~20 mJ) ke permukaan material.
Berikut
ini skematik spektroskopi emisi atom menggunakan laser daya tinggi:
Jika
sebuah laser pulsa (CO2 laser) ditembakkan ke permukaan sebuah
material, maka permukaan material akan terablasi dan atom serta molekul keluar
dengan menghasilkan sebuah cahaya plasma yang mempunyai temperatur tinggi
sebesar 10000 K. Karena temperatur yang tinggi, atom yang ada di dalam plasma
tersebut tereksitasi. Dengan menggunakan fiber optik (digunakan untuk
mengirimkan cahaya ke spektrometer) dan spektrometer (digunakan untuk
mendispersi cahaya seperti cara kerja prisma) akan dperoleh spektrum hubungan
panjang gelombang dan intensitas. Panjang gelombang ini merupakan atom-atom
yang teridentifikasi dari material yang ditembak. Dengan menggunakan teknik
ini, mampu mengetahui atom yang terkandung dalam material dalam waktu yang
sangat cepat yaitu kurang dari 1 menit. Dengan karakteristik khusus yang
dimiliki oleh atom, yaitu setiap atom mempunyai panjang gelombang yang berbeda
satu sama lain, maka kita dapat mengetahui kandungan semua atom dalam semua
material baik gas, padat, serbuk, dan cair.
E.
Kelebihan
dan Kekurangan AES
Kelebihan AES:
1. Dapat
menangani berbagai pelarut, baik organik dan anorganik di alam.
2. Dapat
disesuaikan untuk menangani padatan, lumpur, cair, atau gas.
3. Dapat
mendeteksi unsur non-logam (misalnya: P, S, halogen)
4. Murah
dalam pembelian dan pemeliharaan
5. Mudah
dioperasikan
Kekurangan
AES:
1. Tidak
dapat mengidentifikasi keadaan oksidasi unsur/ senyawa dalam matriks aslinya.
2. Energi
kalor yang dihasilkan nya relatif rendah sehingga perlu adanya kombinasi gas.
BAB III
KESIMPULAN
1. Teknik
spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari
interaksi radiasi dengan materi pada panjang gelombang tertentu. Sedangkan
spektrofotometri adalah pengukuran kuantitatif dari intensitas radiasi
elektromagnetik pada satu atau lebih panjang gelombang dengan suatu transduser
(detektor).
2. Pada
spektrofotometri emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas,
tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energi kalor yang dihasilkan nya
relatif rendah.
3. Bagian-bagian
alat spektroskopi emisi atom meliputi: Spark Stand, Concave Diffraction
Grating, Exit Slit (Celah keluar), Detektor
DAFTAR PUSTAKA
Bassett. J., R.C.
Denney, G. H. Jeffery dan J. Mendham. 1994. Buku
Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta :EGC.
Day, R.A dan Underwood,
A.L. 1989. Analisa Kimia Kuantitatif.
Jakarta :Erlangga.
Mulja, M. dan Suharman.
1995. Analisis Instrumen. Surabaya
:Airlangga University Press.
Gandjar, Ibnu G.,
Rohman, Abdul. 2012. ANALISIS OBAT SECARA
SPEKTROFOTOMETRI DAN KROMATOGRAFI. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Khopkar.
1990. Konsep
Dasar Kimia Analitik. 275-283. Jakarta :UI-Press
Sastrohamidjojo. Spektroskop. Yogyakarta :Liberty.
Sudjadi.
2007. Kimia
Farmasi Analisis. Yogyakarta :Pustaka
Pelajar.
Sumar Hendayana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen (edisi kesatu).
Semarang: IKIP Semarang Press
No comments:
Post a Comment