BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia sebagai
makhluk yang membutuhkan nutrisi dari makanan untuk menghasilkan energi,
sebagai penujang dan sebagai sumber mempertahankan kondisi tubuhnya agar tetap
dapat bertahan hidup. Alam telah menyediakan sumber – sumber yang dapat
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, diperoleh dari berbagai tumbuhan, hewan dan mineral yang di dalamnya
mengandung berbagai macam zat yang berguna untuk tubuh manusia. Zat yang
berguna tersebut adalah vitamin dan mineral.
Vitamin dan
mineral adalah zat yang sangatlah penting untuk menunjang kehidupan manusia.
Zat – zat tersebut berperan penting dalam proses – proses kimia dalam tubuh dan
berpengaruh dalam mempertahankan fungsi tubuh, karena vitamin dan mineral
merupakan faktor yang berdampak besar terhadap berjalannya fungsi fisiologi
tubuh, dan umumnya kekurangan, kelebihan ataupun kesalahan penggunaan vitamin
dapat berdampak terhadap patologi tubuh.
Peranan vitamin dan
mineral di dunia farmasi, vitamin dan mineral merupakan zat yang banyak
digunakan dalam pelengkap atau penunjang pengobatan, sebagai zat sekunder pada
terapi untuk mempertahankan kondisi tubuh dan digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit. Maka dari itu, kami menyusun makalah yang memuat tentang
pengertian vitamin, penggolongan vitamin, mineral, unsur hara serta dampak
keberadaan zat tersebut di dalam tubuh.
B. Rumusan
Masalah
(1)
Apa
yang dimaksud dengan vitamin?
(2)
Apa
saja penggolongan vitamin?
(3)
Apa
saja yang termasuk dalam mineral?
(4)
Apa
saja yang termasuk dalam unsur hara?
(5)
Apa
saja dampak yang ditimbulkan jika kekurangan atau kelebihan vitamin, mineral,
dan unsur hara?
C. Tujuan
Tujuan
dari penyusunan makalah ini antara lain:
(1)
Untuk
mengetahui pengertian vitamin
(2)
Untuk
mengetahui penggolongan vitamin
(3)
Untuk
menjelaskan tentang mineral.
(4)
Untuk
menjelaskan tentang unsur hara.
(5)
Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan jika kekurangan atau kelebihan vitamin,
mineral, dan unsur hara.
BAB
II
PEMBAHASAN
B.
Pengertian
Vitamin
Vitamin
(bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina
berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap
organisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Nama ini berasal dari
gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan amina
(amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N),
karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak
vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi
(ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor
dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin
ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Mulyono
2005).
Vitamin
adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecilyang memiliki fungsi
vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisienzimologi (ilmu tentang
enzim), vitamin adalah kofaktor dalam
reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13 jenis vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin
tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin,
asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat). Walau memiliki
peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan
vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif.Oleh karena itu, tubuh
memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan yang kita
konsumsi.Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan vitamin yang
tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh. Asupan vitamin lain dapat
diperoleh melalui suplemen makanan. Berbeda dengan vitamin yang larut dalam
lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit
dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan
dicerna oleh tubuh, vitamin yang
terlepas akan masuk ke dalam aliran
darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin
ini akan segera dibuang tubuh bersama urin. Oleh karena hal inilah, tubuh
membutuhkan asupan vitamin larut air secara terus-menerus (Syarif, 2007).
C.
Penggolonngan
Vitamin
Vitamin berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan
vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena
sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan
dalam tubuh, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam
tubuh.Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk
beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin
ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya
dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air(Syarif, 2007).
1.
Vitamin Larut Air
Vitamin
Larut Air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan sisanya dibuang,
sehingga untuk mempertahankan saturasi jaringan vitamin larut air perlu sering
dikonsumsi.Mesipun demikian, pemberian vitamin larut air dalam jumlah
berlebihan merupakan pemborosan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Vitamin
larut air terdiri dari (Syarif, 2007) :
a.
Vitamin B Kompleks
1)
Tiamin
Tiamin (Vitamin B1) merupakan
kompleks molekul organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin.Dalam
badan ini, akan diubah menjadi tiamin pirofosfat (tiamin-PP), dengan reaksi
sebagai berikut:
Tiamin + ATP à
Tiamin – PP + AMP
Sumber
yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi,
beras, telur, dan sebagainya.
a)
Farmakodinamik
Pada dosis kecil (dosis terapi) tiamin tidak memperlihatkan
efek farmakodinamik yang nyata.Pada pemberian secara Intra Vena dengan cepat
dapat terjadi efek langsung pada pembuluh Absorpsi darah perifer berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan
tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiaminberperan dalam metabolism
karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula darah. Dosis
toksik pada hewan coba adalah 125-350 mg/kg BB secara IV dan kira – kira 40
kalinya untuk pemberian oral. Pada manusia reaksi toksik setelah pemberian
parenteral biasanya terjadi karena reaksi alergi.
b)
Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral absorpsi berlangsung cepat dan sempurna.
per oral berlangsung didalam usus halus dan duodenum, maksimal 8-15 mg/hari
yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg. Dalam 1 hari sebanyak 1 mg
tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah
tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan melalui urin sebagai tiamin atau
pirimidin.
c) Kebutuhan Sehari
Kebutuhan
minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal, AKG di Indonesia 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi;
1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil.
d) Defisiensi Tiamin
Defisiensi berat menimbulkan
penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak pada system saraf dan
kardiofaskuler. Gangguan saraf dapat berupa neuritis perifer. Gejala yang
timbul pada system kardiovaskuler dapat berupa gejala insufisiensi jantung.Pada
saluran cerna gangguan dapat berupa konstipasi,
nafsu makan berkurang, perasaan tertekan dan nyeri di daerah epigastrium.
e)
Efek Samping
Reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemebrian IV dosis besar pada
pasien yang sensitive dan beberapa di antaranya bersifat fatal.
f)
Sediaan
Tiamin
HCl (vitamin B1, aneurin HCl) tersedia dalam bentuk tablet 5-500 mg, larutan
steril 100-200 mg untuk penggunaan parenteral dan eliksir mengandung 2-25
mg/ml.
g)
Indikasi
Tiamin
dindikasikan pada pencegahan pada dosis 2-5 mg/hari dan pengobatan defisiensi
pada dosis 5-10 mg tiga kali sehari. Tiamin berguna untuk pengobatan berbagai
neuritis yang disebabkan oleh defisiensi tiamin, misalnya pada neuritis
alkoholik karena sumber kalori hanya alkohol saja, wanita hamil yang kurang
gizi, dan pasien emesis gravidarum.Tiamin juga digunakan untuk pengobatan
penyakit jantung dan gangguan saluran cerna yang dasarnya defisiensi tiamin.
2)
Riboflavin
Riboflavin (Vitamin B2) adalah
vitamin yang memiliki ribosa dalam rumus kimianya.Sumber
yang mengandung vitamin B2 yaitu daging, hati, ragi, telur, bebagai sayuran dan
sebagainya.
a)
Farmakodinamik
Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak
memberikan efek farmakodinamik yang jelas.
b)
Farmakokinetik
Pemberian secara oral ataupun parenteral akan diabsorpsi
dengan baik dan didistribusi merata keseluruh jaringan. Asupan yang berlebihan
akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam feses ditemukan
riboflavin yang disintetis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti
nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat di absorpsi melalui mukosa
usus.
c) Kebutuhan Sehari
Kebutuhan
tiap individu berbanding lurus dengan energy yang digunakna, minimum 0,3
mg/1000 kcal.
d)
Defisiensi Tiamin
Gejala
sakit tenggorokan dan radang di sudut mulut (stomatitis angularis), keilosis,
glositis, lidah berwarna merah dan licin.
e)
Efek Samping
Reaksi anafilaktoid dapat terjadi
setelah pemebrian IV dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa di
antaranya bersifat fatal.
f)
Indikasi
Untuk
pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai pellagra
aatau defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering
diberikan bersama vitamin lainnya.Dosis untuk pengobatan adalah 5-10 mg/hari.
3)
Asam Nikotinat
Asam Nikotinat atau niasin dikenal
sebagai faktor PP (pellagra preventive). Sumber alami yang mengandung niasin
yaitu hati, daging, ragi, dan sebagainya.
a)
Farmakodinamik dan Efek Samping
Bentuk amida dari asam nikotinat yaitu niasinamid juga
berefek antipelagra. Dalam badan asam nikotinat dan niasinamid diubah menjadi
bentuk aktif NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida) dan NADF (Nikotinamid Adenin
Dinukleotida Fosfat).Keduanya berperan dalam metabolisme sebagai koenzim untuk
berbagai protein yang penting dalam respirasi jaringan.
Asam nikotinat merupakan suatu vasodilator yang terutama
bekerja pada blushing area yaitu dimuka dan leher. Kemerahan di
tempat tersebut dapat berlangsung selama 2 jam disertai panas dan gatal. Pada
dosis besar asam nikotinat dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak
bebas dalam darah.kedua efek ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid.
Pada dosis yang besar umumnya terjadi efek samping berupa
penurunan toleransi terhadap glukosa sampai terjadi hiperglekemia. Selain itu
terjadi kenaikan kadar asam urat dalam darah., gangguan fungsi hati, gangguan
lambung berupa mual sampai muntah serta peningkatan motilitas usus. Reaksi
anafilatik dilaporkan terjadi pada pemberian secara IV.
b) Farmakokinetik
Niasin dan niasinamid mudah diabsorpsi melalui semua bagian
saluran cerna dan didistribusi keseluruh tubuh. Ekskresinya melalui urin
sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk berbagai
metabolitnya antara lain asam nikotinurat dan bentuk glisin peptide dari asam
nikotinat.
c) Kebutuhan Sehari
Kebutuhan
Minimal asam nikotinat untuk pencegahan pellagra rata - rata 4,4 mg/1000 kcal,
pada dewasa asupan minimal 13 mg.
d) Defisiensi Niasin
Pellagra
adalah penyakit defisiensi niasin dengan kelainan pada kulit, saluran cerna,
& SSP. Kulit mengalami erupsi eritematosa, bengkak, dan merah, pada saluran
cerna terjadi lidah bengkak dan merah, somatitis, mual, muntah, dan enteritis.
Gejala gangguan SSP berupa sakit kepala, insomnia, bingung, dan kelainan psikis
seperti halusinasi, delusi, dan demensia pada keadaan lanjut.
e)
Sediaan dan Posologi
Tablet
niasin mengandung 25-750 mg. Sediaan untuk injeksi mengandung 50 atau 100 mg
niasin/ml. Tablet niasinamid 50-1000 mg,
dan larutan untuk injeksi umumnya mengandung 100 mg/ml.
Untuk
pengobatan pellagra pada keadaan akut dianjurkan dosis oral 50 mg diberikan
sampai 10 kali sehari, atau 25 mg niasin 2-3 kali sehari secara intravena.
Hasil terapi umumnya sangat dramatis, dalam 24 jam gejala pada kulit dan mulut
dapat hilang, rasa mual dan diare juga segera teratasi. Sebagai vasodilator
obat ini tidak terbukti efektif.
4)
Piridoksin
Piridoksin (Vitamin B6) di alam
terdapat tiga bentuk yaitu prpdoksin yang berasal dari tumbuhan, piridoksal,
dan piridoksamin yang terutama berasal hewan. Ketiga bentuk piridoksin tersebut
dalam tubuh diubah menjadi piridoksal fosfat.
Sumber yang mengandung
vitamin B6 yaitu, ragi, biji-bijian (gandum, jagung, dan lain-lain) dan hati.
a)
Farmakodinamik
Pemberian piridoksin secara oral dan
parenteral tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar
yaitu 3-4 g/kg BB menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba, tetapi dosis
kurang dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas.Piridosal fosfat
dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolism berbagai
asam amino.
b) Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorpsi
melalui saluran cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah
4-asam piridoksat.Ekskresi melalui urin terutama dalm bentuk 4-asam piridoksat
dan piridoksal.
c) Kebutuhan Sehari
Kebutuhan
manusia akan piridoksin sehubungan dengan konsumsi protein yaituv2 mg/100 mg
protein.
d) Defisiensi Piridoksin
Pada
manusia dapat menimbulkan kelaiann kulit berupa dermatitis seboroik dan
peradang pada selaput lendir, mulut dan lidah. Kelainan SSP berupa rangsangan hingga
timbulnnya kejang dan gangguan sistem eritropoietik berupa anemia hipokrom
mikrositik.
e)
Efek Samping
Piridoksin
dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neuropati dalam dosis antara 50
mg – 2g per hari untuk jangka panjang. Gejala awal dapat berupa sikap yang
tidak stabil dan rasa kebas di kaki, diikuti pada tangan dan sekitar mulut. Gejala
berangsur-angsur hilang setelah beberapa bulan bila asupan pridoksin
dihentikan.
f)
Sediaan dan Indikasi
Piridoksin
tersedia sebagai tablet piridoksin HCl 10-100 mg dan sebaga larutan steril 100
mg/ml piridoksin HCl untuk injeksi. Selain untuk mencegah dan mengobati
defisiensi vitamin B6, vitamin ini juga diberikan bersama vitamin B lain atau
sebagai multivitamin untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B
kompleks. Indikasi aliinya yaitu untuk mencegah atau mengobati neuritis perifer
karena obat (isoniazid,siklosrin, dan lainnya).
5)
Asam Pantotenat
Asam pantotenat membentuk koenzim A
yang sangat penting dalam metabolisme, karena bertindak sebagai katalisator
pada rekasi – reaksi transfer gugus asetil.
Sumber
yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi,
beras, telur, dan sebagainya.
a)
Farmakodinamik
Pada hewan coba asam pantotenat tidak menyebabkan efek
farmakodinamik yang penting dan bersifat nontoksik. Defisensinya pada manusia
belum dikenal, tetapi dapat timnul dengan memberikan diet yang mengandung
antagonis asam pantotenat yaitu mega-metil asam pantotenat. Sindroma yang
terjadi berupa: kelelahan, rasa lemah, gangguan saluran cerna, gangguan otot
berupa kejang pada ekstremitas dan parestesia.
b) Farmakokinetik
Pada pemberian oral pantotenat akan diabsorpsi dengan baik
dan di distribusi keseluruh tubuh dengan kadar 2-45 µm/g. Dalam tubuh tidak dimetabolisme,
dan diekskresikan dalam bentuk utuh 70% melalui urin dan 30% melalui tinja.
c)
Kebutuhan Sehari
Kebutuhan
manusia akan asam pantotenat sehari adalah 5-10 mg.
d)
Sediaan
Walupaun
indikasinya belum jelas. Asam pentotenat tersedia sebagai Ca-pantotenat dalam
bentuk tablet 10 atau 30 mg dan dalam bentuk larutan steril untuk injeksi dengan
kadar 50 mg/mL.
6)
Biotin
Biotin dikenal juga
sebagai vitamin H (Haut). Defisiensi yaitu
dermatitis, sakit otot, rasa lemah, anoreksia, anemia ringan.Biotin di dalam tubuh berfungsi sebgai koenzim
pada berbagai reaksi karboksilasi. Penggunaan biotin dalam terapi belum jelas. Jumlah
biotin yang diperlukan sehari berkisar natara 150 – 300 µg, dan sumbernya
terutama kuning telur, hati dan ragi.
7)
Kolin
Kolin
berfungsi sebagai prekursor asetilkolin, metabolisme lemak, berkhasiat
lipotropik untuk seperti sirosis hepatis, hepatitis, metabolisme intermedier,
donor metil untuk pembentukan asam amino esensial
Kolin berperan sebagai prekursor
asetilkolin, suatu neurotransmitter. Dalam metabolism lemak kolin berkhasiat
lipoprotik, yaitu dapat menurunkan kadar lemak dalam hati. Kolin berperan juga
dalam metabolism intermedier yaitu sebagai dodor metal dalam pembentukan
berbagai asam amino esensial. Akan tetapi beberapa sifat kolin dianggap
bertentangan dengan sifat-sifat vitamin lain. Ternyata zat ini dapat disintetis
dalam badan dari serin dengan metionin sebagai donor metal.Efek farmakologi
kolin mirip dengan asetilkolin tetapi dengan potensi lebih kecil.
Kebutuhan
tubuh akan kolin sehari – hari belum dapat ditentukan, tetapi dalam makanan
sehari – hari rata – rata terdapat 500-900mg. Penggunaan per oral cukup dengan
LD50 (200-400 g).
Defisiensi kolin baru timbul bila
asupan kolin dan protein termasuk metionin dibatasi, Gejala yang timbul berupa
kenaikan kadar lemak dalam hati sirosis hepatis, kelainan ginjal degeneratif.
Pada kulit timbul kelainan, juga pada otot terjadi kelemahan dan distrofi.
Penggunaan kolin terutama sebagai
zat lipotropik dalam pengobatan penyakit hati seperti sirosis hepatis dan
hepatitis.Akan tetapi, efektivitasnya diragukan.
Sediaan yang digunakan berupa kolin,
kolin bitartrat, kolin dehidrogenasi sitrat dan kolin klorida.
8)
Inositol
Pemberian inositol
tidak menimbulkan efek farmakodinamik yang nyata, sedangkan fungsinya dalam
tubuh belum diketahui.
Dalam terapi, kadang –
kadang digunakan untuk mengobati penyakit – penyakit yang disertai gangguan
transpr dan metabolisme lemak, akan tetapi ternyata tidak didapatkan bukti yang
mendukung efektivitasnya.
b.
Vitamin
C (Asam Askorbat)
1) Farmakodinamik
Vitamin C berperan sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi
hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion logamnya
harus berada dalam keadaan tereduksi; dan dalam keadaan tertentu bersifat
sebagai antioksidan.Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan residu
prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin pada
sintesis kolagen.Perubahan asam folat menjadi asam folinat, metabolisme obat
oleh mikrosom dan hidroksilasi dopamine menjadi norepinefrin juga membutuhkan
vitamin C. Asam askorbat meningkatkkan aktivitas enzim amidase yang berperan
dalam pembentukan hormon oksitosin dan hormon diuretik.Vitamin C juga
meningkatkan absorpsi besi dengan mereduksi ion feri menjadi fero di
lambung.Peran vitamin C juga didapatkan dalam pembentukan steroid adrenal.
Fungsi utama vitamin C pada jaringan adalah dalam sintesis
kolagen, proteoglikan zat organik matriks antarsel lain misalnya pada tulang,
gigi, dan endotel kapiler. Peran vitamin C dalam sintesis kolagen selain pada
hidroksilasi prolin juga berperan pada stimulasi langsung sintesis peptide
kolagen.Gangguan sintesis kolagen terjadi pada pasien skorbut.Hal ini tampak
pada kesulitan dalam penyembuhan luka, gangguan pembentukan gigi, dan pecahnya
kapiler yang mengakibatkan petechiae dan echimosis.Perdarahan tersebut
disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel endotel yang kurang
baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler sehingga
kapiler mudah pecah oleh penekanan.
Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan
efek farmakodinamik yang jelas. Namun pada keadaan defisiensi, pemberian
vitamin C akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat.
2) Farmakokinetik
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna.pada
keadaan normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi.
Kadar dalam lekosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan
eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam
kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin
dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah
melewati ambang rangsang ginjal yaitu 1,4 mg%.
Beberapa obat diduga dapat mempercepat ekskresi vitamin C
misalnya tetrasiklin, fenobarbital, dan salisilat. Vitamin C dosis besar
dapat memberikan hasil false negative pada uji glikosuria (enzymedip test) dan
uji adanya darah pada feses pasien karsinoma kolon.Hasil false positive dapat terjadi
pada clinitest dan tes glikosuria dengan larutan Benedict.
3) Kebutuhan Sehari
AKG
vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningakat sampai kira – kira 60 mg pada
dewasa.Kebutuhan vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi,
tuberkulosis, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, pada
hipertiroid, kehamilan dan laktasi. Pada
masa hamil dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C 10-25 mg/hari.
4) Defisiensi Vitamin C
Gejala
awal malaise, mudah tersinggung, gangguan emosi, artralgia, hiperkeratosis
folikel rambut, perdarahan hidung dan petekie.Skorbut terlihat bila kadarvitamin
C pada leukosit dantrombosit < 2 mg/dl dan ini setelah diet tabpa vitamin C
3-5 bulan. Orang tua, alkoholisme, penderita penyakit menahun sangat peka
terhadap timbulnya skorbut.
5)
Efek Samping
Vitamin C dengan dosis lebih dari
1 g/hari dapat menyebabkan diare. Dosis besar tersebut juga meningkatkan bahaya
terbentuknya batu ginjal. Penggunaa kronik vitamin C dosis sangat besar dapat
menyebbakan ketergantungan. Vitamin C mega dosis parenteral dpat meneybabkan
oksalosis yang meluas, aritmia jantung, dan kerusakan ginjal berat.
6)
Sediaan
Vitamin C tersedia dalam bentuk tablet
dan larutan 50-1500 mg. Intuk sediaan suntik didapatkan larutan yang mengandung
100-500 mg. Kalsium askorbat dan natrium askorbat didapatkan dalam bentuk
tablet dan bubuk untuk penggunaan peroral.
2. Vitamin
Larut Lemak
Vitamin larut lemak
(vitamin A, D, E dan K) diabsorpsi dengan cara yang komplek dan sejalan dengan
absorpsi lemak. Dengan demikian keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan
absorpsi lemak seperti defisiensi asam empedu, ikterus dan enteritis dapat
mengakibatkan defisiensi I atau mungkin semua vitamin golongan ini. Vitamin
larut lemak mempengaruhi permeabilitas atau transpor pada berbagai membran sel
dan bekerja sebagai oksidator atau reduktor, koenzim atau inhibitoh enzim.
Vitamin A dan D mempunyai aktivitas mirip hormon. Vitamin-vitamin ini disimpan
terutama dihati dan diekskresi melalui feses. Karena metabolisme sangat lambat,
dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksik (Syarif, 2007).
a. Vitamin A
1) Farmakodinamik
Pada fibroblast atau jaringan epitel terisolasi,
retinoid dapat meningkatkan sintesis beberapa jenis protein seperti fibronektin
dan mengurangi sintesis protein seperti kolagenase dan keratin.Hal ini
disebabkan karena adanya perubahan transkripsi pada inti dan asam retinoat
lebih kuat dalam menyebabkan perubahan tersebut. Asam retinoat mempengaruhi
ekspresi gen dengan bergabung pada reseptor yang berada di inti sel. Terdapat
dua kelompok reseptor, yaitu Retinoid Acid Receptors (RARs) dan Retinoid X
Receptors (RXRs). Reseptor retinoid segolongan dengan reseptor steroid, hormone
tiroid, dan kalsitriol.
Retinoid dapat mempengaruhi ekspresi reseptor hormon
dan faktor pertumbuhan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi,
dan fungsi sel target. Selain itu juga diperlukan untuk pertumbuhan tulang,
alat reproduksi, dan perkembangan embrio Kelebihan retinol akan menyebabkan
pembentukan mukus yang berlebihan dan menghambat kreatinisme, Bila tidak ada
retinoid ,sel goblet mukosa hilang dan terjadi atrofi epitel yang diikuti oleh
proliferasi sel basal yang berlebihan. Sel yang terbentuk ini merupakan epitel
berkeratin dan menggantikan epitel yang mensekresi mukus.Penekanan sekresi
mukus menyebabkan mudah terjadi iritasi dan infeksi (Dewoto 2007).
2) Farmakokinetik
Vitamin
ini diabsorpsi sempurna melalui usus halus dan kadarnya dalam plasma mencapai
puncak setelah empat jam tetapi absorpsi dosis besar vitamin A kurang efisien
karena sebagian akan keluar melalui feses. Gangguan absorpsi lemak akan
menyebabkan gangguan absorpsi vitamin A, maka pada keadaan ini dapat digunakan
sediaan vitamin A yang larut dalam air. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet
kurang mengandung protein atau pada penyakit infeksi tertentu dan pada penyakit
hati seperti hepatitis, sirosis hepatis atau obstruksi biliaris.Berkurangnya
absorpsi vitamin A pada penyakit hati berbanding lurus dengan derajat
insufisiensi hati.Dalam darah retinol terutama diikat oleh α1-globulin
yang disebut retinol binding protein (RBP). RBP disintesis dan disekresi di
hati selanjutnya dalam sirkulasi pembentuk komplek dengan transtiretin, suatu
prealbumin pengikat piroksin.
Vitamin A sukar melalui sawar uri
dan jumlahnya dalam asi sangat bergantung pada jumlah diet si ibu. Metabolit
vitamin A diekskresi melalui urin dan tinja.Kadar normal vitamin A dalam plasma
100-230 unit/dL. Gejala difesiensi vitamin A timbul bila kadar plasma dibawah
10-20 µg/dL (0,3 µg = 1 unit ). Asupan karoten yang terlalu banyak dapat
menyebabkan hiperkarotemia yang mengakibatkan kulit berwarna kuning.
3) Mekanisme Kerja
Pada fibroblas atau jaringan epitel
terisolasi, retinoit dapat meningkatkan sintesis beberapa jenis protein seperti
fibronektin dan mengurangi sintesis protein lainnya seperti kolagenase dan
keratin. Asam retinoat mempengaruhi ekspresi gen dengan bergabung dengan
reseptor pada inti sel. Terdapat 2 kelompok reseptor yaitu retinoid acid reseptor
atau (RARs) dan retinoid acid x reseptor ( RxRs) reseptor retinoid segolong
dengan reseptor steroid, hormon tiroid dan kalsitriol. Ligan endogen untuk RxR
adalah 9-cist-asam retinoad.
Hambatan reproduksi pada devisiensi
vitamin A mungkin disebabkan oleh peran vitamin A pada interkoversi steroid.
Asam retinoad mempercepat pertumbuhan, diferensiasi serta mempertahankan epitel
jaringan. Akan tetapi Asam retinoad tidak memperbaiki fungsi penglihatan atau
reproduksi .(Dewoto 2007).
Dari penelitian in vitro dan in vivo diduga bahwa
vitamin A menginduksi diferensiasi sel maglina men jadi sel normal dan berperan
dalam pembentukan glikoprotein dan glikolipid permukaan sel yang penting untuk
keutuhan sel sehingga dapat menekan
terjadinya keganasan .
Karoten dan antioksidan lainnya pada makanan dapat
berperan dalam mencegah penyakit jantung iskemik .Kadar antioksidan dalam
plasma yang rendah dihubungkan dengan dengan meningkatnya resiko penyakit
jantung koroner, dan oksidasi LDL yang diduga mengawali terjadinya
arterisklorosis.Akan tetapi suplementasi ß-karoten saja nampaknya tidak
mengurangi kepekaan LDL terhadap oksidasi dan tidak mencegah terjadinya infark
miokarp, stroke, atau kematianakibat penyakit kardiovaskuler.
4) Devisiensi vitamin A
Devisiensi vitamin A tejadi bila kesanggupan tubuh
untuk menyimpan vitamin A terganggu, misalnya pada sirosis hati.Devisiensi ini
lebih sering terjadi pada penyakit menahun dengan gangguan absorbsi lemak,
seperti pada penyakit obsruksi saluran empedu, sariawan, dan fibrosis
kistik.Devisiensi vitamin A bersama dengan penyakit Protein Caloric
Malnutrition (PCM) masih merupakan penyakit gangguan gizi yang sangat penting
di Indonesia serta negara bekrembang lainnya, dan terutama sering ditemukan
pada anak-anak.
Gejala yang paling dini dan paling mudah dikenal
adalah buta senja.
Devisiensi lebih berat menyebabkan gangguan pada mata
yang berupa Xeroftalmia, timbulnya berupa bercak Bitot, Keratomalasia, dan
akhirnya kebutaan. Devisiensi vitamin A meningkatkan kepekaan jaringan epitel
terhadap karsinogenesis, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya perubahan
epitel dan ini dapat menyebabkan meningkatnya insidens infeksi saluran nafas,
terbentuknya batu saluran kemih disekitar sisa –sisa epitel yang rusak, kulit
menjadi kering dengan penebalan lapisan tanduk disertai timbulnya papul-papul
terutama pada lengan dan tungkai.
Gangguan indra penciuman, perabaan, dan pendengaran
dapat terjadi akibat keratinisasi. Kadang-kadang timbul diare yang mungkin
idsebabkan oleh perubahan-perubahan pada epitel usus dan duktus pankreatikus.
5) Hipervitaminosis vitamin A
Asupan retinoid yang melebihi
kebutuhan dapat mengakibatkan hipervitaminosis. Hipervitaminosis A umumnya
timbul pada kadar melebihi 100 µg/dL. Resiko Hipervitaminosis vitamin A
meningkatkan pada keaadaan yang menyebabkan menurunnya kadar RBP (retinol –
binding protein ) misalnya pada malnutrisi protein dan penyakit hati.
Toksisitas vitamin A tergantung umur, dosis dan lama pemberian. Toksisitas pada
dewasa jarang terjadi pada individu yang mengkonsumsi < 30 mg/hari,
hipervitaminosis ringan dengan asupan sekitar 10mg/hari untuk 6 bulan. Pada
bayi konsumsi vitamin A 7,5 – 15 mg/hari selama 30 hari sudah dapat menimbulkan
toksisitas.
Tanda dan gejala awal hipertaminosis
antara lain kulit kering dan gatal, deskuamasi kulit, dermatitis sekuamosa,
gangguan pertumbuhan rambut, bibir pecah-pecah, nyeri tulang, hiperostosis,
sakit kepala, anoreksia, lelah, iritabilitas, papiledema, hipoprotrombinemia,
dan pendarahan. Pada bayi gejala awal meningkatnya tekanan intrakranial,
ubun-ubun menonjol, dan muntah.
Pengobatan hipervitaminosis vitamin
A dengan menghentikan penggunaanya
sebagian besar gejala hilang dalam 1 minggu, tetapi deskuamasi kulit dan hiperostosis
dapat menetap pada beberapa bulan bahkan malforasi tulang dapat menetap.
Intoksikasi akut vitamin A menimbulkan kantuk, iritabilitas, sakit kepala hebat
akibat peningkatan tekanan intrakranial, pusing, muntah, papiledema, hepatomegali dan setelah 24 jam
dapat terjadi pengelupasan kulit.
6) Teratogenesitas
Dosis berlebihan vitamin A menimbulkan malforasi pada
SSP, mata, palatum dan saluran kemih. Dosis AKG tidak dianjurkan selama
kehamilan normal.Deformitas pada bayi yang ibunya mendapat 25 ribu IU vitamin A
segera sebelum dan beberapa bulan pertama kehamilan.
Kebutuhan manusia dianjurkan kebutuhan vitamin A untuk
wanita 500 RE dan untuk pria 600 RE. (1 RE = 1 µg retinol, 6 µg ß-karoten, 3,33
IU aktivitas vitamin dari retinol, atau 10 IU aktivitas vitamin dari
ß-karoten).
7) Indikasi vitamin A
Vitamin A
diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin A. Untuk
pencegahan tambahan vitamin A dapat di anjurkan untuk kebeutuhan meningkat
misal pada bayi. Retinol sejumlah 20.000 IU/hari selama satu atau dua bulan
pada bayi atau anak sehat deengan
makanan yang baik mungkin dapat menimbulkan gejala keracunan. Tambahan
vitamin A diperlikan untuk pasien steatore, obstruksi biliaris,
sirosishepatis.Untuk suplementasi makanan umumnya diperlukan vitamin A 5.000
unit.
Defisiensi
vitamin A dapat di atasi dengan pemberian vitamin A secara suntikan sebanyak
100.000 unit untuk 1 kali pemberian dilanjutkan dengan pemberian oral tambahan
suntikan 20.000 unit tiap minggu dapat di anjurkan. Pemberian vitamin E dan
vitamin A dapat meningkatkan efektivitas vitamin A dan mencegah atau mengurangi
kemungkinan terjadinya hipervitaminosis A.
Asam
retinoad berperan baik pada patogenesis maupun pengobatan leukimia
premielositik yang merupakan suatu bentuk leukimia akut.Secara invitro didapat
asam retinoad mengatur pertumbuhan dan diperesiasi sel mieloid.
8)
Interaksi
Dosis besar
Vitamin A sebaiknya dihindari pada pasien yang mendapat pengobatan
antikoagulan, terkadang terlihat peningkatan respon hipoprotrombinemik terhadap
warfarin.
9) Patologi
Vitamin A
terdapat dalam berbagai sediaan untuk penggunaan secara oral, suntikan, dan
topikal. Untuk pemberian oral terdapat bentuk tablet, kapsul, atau
larutan/sirup yang mengandung vitamin A saja ataupun dengan kombinasi vitamin
lain. Absorbsi vitamin A dalam sediaan larutan air paling cepat dibandingkan
untuk emulsi dan larutan minyak (paling lambat).Sediaan yang larut dalam minyak
menyebabkan penimbunan dalam hati lebih banyak dibandingkan dengan sediaan
dalam larutan air.
Vitamin A
kapsul mengandung 3-15mg retinol (10.000-50.000 IU) per kapsul. Sediaan
suntikan dalam bentuk larutan mengandung 50.000 IU vitamin A per mili dapat
diberika secara IM untuk pasien malabsorbsi, mual, muntah, dan gangguan mata
yang berat. Dosis lebih dari 25000 IU/hari hanya dapat diberikan pada pasien
deferensiasi berat. Penggunaan oral lebih baik dari parenteral tetapi pemberian
secara IM mungkin diperlukan untuk :terapi jangka pendek bila absorbsi sangat
terganggu, adanya gangguan mata, bial penggunaan oral tidak memungkinkan.
Dosis pada
devisiensi berat, pemberian IM pada orang dewasa dan anak berusia lebig dari 8
tahun : 50.000-100.1000 IU/hari selama 3 hari diikuti dengfan 50.00 IU/hari
untuk 2 minggu. Pada anak 1-8 tahun diberikan dosis 5.000-15.000 IU/hari untuk
10 hari dan bayi 5.000-10.000 IU/hari untuk 10 hari. Dosis suplementasi
tergantung makanan dan tidak melebihi AKG .
Tretinoin
untuk penggunaan topikal dalam bentuk larutan 0,05%, krim 0,025-0,1%, gel
0,025-0.01%. sediaan ini bersifat oiritatif menyebabakan pengelupasan kulit.
Isotretinoin
kapsul mengandung 10,20,40 mg isotrepinoin. Pengobatan acne biasanya dimulai
dosis 0.5-1 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, maksimum 2 mg/kg .lama terapi biasanya
15-20 minggu, bila diperlukan dapat diulang denga interval 2 bulan.
Etretinat
kapsul mengandung 10 dan 25 mg etretinat. Pengobatan prosiasis dosis awal
biasanya 0,75 -1 mg/kg maksimum 1,5 mg/kg.
b.
Vitamin
D
1)
Sejarah
dan kimia
Vitamin D, senyawa yang larut dalam
lemak, terbukti berguna untuk mencegah dan mengobati rakitis yaitu penyakit
yang banyak terdapat pada anak, terutama di daerah yang kurang mendapat sinar
matahari.Pada tahun 1920, mellanby dan Huldschinsky mendapatkan bahwa rakitis
dapat di cegah ataupun dapat diobati dengan minyak ikan atau dengan sinar
matahari yang cukup. Ternyata sterol yang terdapat pada hewan atau
tumbuh-tumbuhan merupakan provitamin D yang dengan penyinaran ultraviolet akan
diubah menjadi vitamin D (Syarif, 2007).
Provitamin yang terutama didapatkan pada
jaringan hewan, ialah 7-dehidrokolesterol yang akan di ubah menjadi vitamin D3
(kolekalsiferol). Provitamin D yang terdapat pada ragi dan jamur ialah
ergosterol yang akan diubah menjadi vitamin D2 (kalsiferol). Selain itu 7 – dehidrokolesterol
juga di sintesis pada kulit (Syarif, 2007).
2) Farmakodinamik
Vitamin D berperan dalam pengatur homeostatis kalsium
plasma.Meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat melalui usus halus. Pengaturan
kadar kalsium plasma, dipengaruhi juga oleh hormon paratiroid (HPT) dan
kalsitonin (Syarif,
2007).
3)
Farmakokinetik
Absorpsi vitamin D melalui saluran cerna cukup
baik.Vitamin D3 diabsorpsi lebih cepat dan sempurna. Gangguan fungsi hati,
kandung empedu dan saluran cerna seperti steatore akan mengganggu absorpsi
vitamin D. Disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh, untuk menjadi bentuk
aktif harus dimetabolisme lebih dahulu melalui serangkaian proses hidroksilasi
di ginjal dan hati. Ekskresi melalui empedu dan dalam jumlah kecil ditemukan
dalam urine(Syarif,
2007).
Menurut Dewoto (2007), dalam sirkulasi, vitamin D
diikat oleh α-globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan pada lemak tubuh
untuk waktu lama dengan masa paruh 19-25 jam. 25-hidroksikolekalsiferol (25-HCC)
mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat sehingga masa
penuh dapat mencapai 19 hari (Syarif, 2007).
4)
Defisiensi
vitamin D
Pada defisisensi vitamin D terjadi penurunan kadar
kalsium plasma, selanjutnya merangsang sekresi HPT yang berakibat meningkatnya
resorpsi tulang. Pada bayi dan anak, hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan
tulang yang dikenal sebagai penyakit rakitis.Pada orang dewasa, defisiensi
vitamin D menyebabkan osteomalasia yang ditandai oleh berkurangnya densitas
tulang, sedangkan deformitas tulang hanya terjadi pada kasus yang lanjut(Syarif, 2007).
5)
Hipervitaminosis
D
Hipervitaminosis D dapat timbul akibat asupan vitamin
D yang berlebihan.Gejala hipervitaminosis D berupa hiperkalasemia, kalsifikasi
ektropik pada jaringan lunak (misalnya ginjal, pembuluh darah, jantung dan
paru), anoreksia, mual, diare, sakit kepala, hipertensi, dan
hiperkolesterolemia.Hipervitaminosis D diatasi dengan penghentian pemberian vitamin
D, diet rendah kalsium, minum banyak dan pemakaian glukokortikoid untuk
mengurangi absorpsi kalsium(Syarif, 2007).
6)
Sediaan dan
indikasi
Vitamin D terdapat dalam beberapa macam bentuk
sediaan, misalnya dalam minyak ikan yang biasanya juga mengandung vitamin A,
dalam sediaan multivitamin, dalam sediaan yang mengandung campuran dengan
kalsium dan sediaan yang hanya mengandung vitamin D saja(Syarif, 2007).
Selain untuk pencegahan dan pengobatan rakitis,
vitamin D antara lain digunakan untuk osteomalasia, hipoparatiroidisme dan
tetani infantil, dan untuk keadaan lain dengan alasan penggunaan yang belum
atau tidak diketahui misalnya pada psoriasis, artritis dan Hay-fever. Vitamin D
juga digunakan untuk hipofosfatemia pada pasien sindrom Fanconi dan pasien osteoporosis.Pemberian
dosis besar vitamin D untuk pasien osteoporosis masih diragukan hasilnya dan
dapat berbahaya(Syarif,
2007).
c. Vitamin E
1) Sejarah dan kimia
Pada tahun 1922, Evans dan Bishop menyatakan bahwa
tikus betina membutuhkan bahan makanan penting untuk mempertahankan kehamilan.
Kekurangan zat tersebut dapat menyebabkan kematian dan resorpsi janin,
sedangkan pada tikus jantan dapat menyebabkan sterilitas.Karena itu vitamin E
dahulu disebut juga vitamin antisterilitas, tetapi kemudian ternyata bahwa
defisiensi vitamin E menimbulkan efek yang lebih luas. Vitamin E antara lain
didapatkan pada telur, susu, daging, buah-buahan, kacang-kacangan dan
sayur-sayuran misalnya selada dan bayam(Syarif, 2007).
2) Farmakodinamik
Vitamin E berperan sebagai antioksidan
dan dapat melindungi kerusakan membrane biologis akibat radikal bebas.Vitamin E
melindungi asam lemak tak jenuh pada membrane fosfolipid.Radikal peroksil
bereaksi 1000 kali lebih cepat dengan vitamin E daripada dengan asam lemak tak
jenuh dan membentuk radikal tokoferoksil. Radikal ini selanjutnya berinteraksi
dengan antioksidan yang lain seperti vitamin C yang akan membentuk kembali
tokoferol. Vitamin E juga penting untuk melindungi membrane sel darah merah
yang kaya asam lemak tak jenuh ganda dari kerusakan akibat oksidasi.Vitamin ini
berperan dalam melindungi lipoprotein dari LDL teroksidasi dalam sirkulasi.LDL
teroksidasi ini memegang peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. Selain
efek antioksidan, vitamin E juga berperan mengatur proliferasi sel otot polos
pembuluh darah, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat baik aktivasi trombosit
maupun adhesi lekosit. Vitamin E juga melindungi beta-karoten dari oksidasi (Syarif, 2007).
3)
Farmakokinetik
Vitamin E diabsorpsi baik melalui
saluran pencernaan. Beta – lipoprotein mengikat vitamin E dalam darah dan
mendistribusikan ke semua jaringan. Kadar plasma sangat bervariasi diantara
individu normal, dan berfluktuasi tergantung kadar lipid. Rasio vitamin E
terhadap lipid total dalam plasma digunakan untuk memperkirakan status vitamin
E. Nilai di bawah 0,8 mg/g menunjukkan keadaan defisiensi. Pada umumnya kadar
tokoferol plasma lebih berhubungan dengan asupan dan gangguan absorpsi lemak
pada usus halus daripada ada tidaknya penyakit. Vitamin E sukar melalui sawar
plasenta sehingga bayi baru lahir hanya mempunyai kadar tokoferol plasma kurang
lebih seperlima dari kadar tokoferol plasma ibunya. ASI mengandung
alpha-tokoferol yang cukup bagi bayi.Ekskresi vitamin sebagian besar dilakukan
dalam empedu secara lambat dan sisanya diekskresi melalui urin sebagai
glukoronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain (Syarif, 2007).
4) Defisiensi vitamin E
Vitamin E banyak terdapat pada makanan, maka
defisiensi vitamin E biasanya lebih sering disebabkan oleh gangguan absorpsi
misalnya steatore, obstruksi biliaris dan penyakit pankreas. Gejala defisiensi
vitamin E antara lain anemia himolitik, degenerasi retina, kelemahan otot,
miopatia, ataksia, dan gangguan neurologis (Syarif, 2007).
5) Hipervitaminosis E
Pemakaian vitamin E dosis besar untuk waktu lama dapat
menyebabkan kelemahan otot, gangguan reproduksi dan gangguan saluran
cerna.Gejala-gejala ini hilang dalam beberapa minggu setelah asupan yang
berlebihan dihentikan (Syarif,
2007).
6) Indikasi dan Dosis
Penggunaan vitamin E hanya diindikasikan pada keadaan
defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau
peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hidrogen peroksida. Peran
suplementasi vitamin E jangka panjang untuk memproteksi resiko infark miokard
dan kematian karena penyakit jantung koroner masih diragukan/kontradiktif (Syarif, 2007).
d.
Vitamin
K
Vitamin K ( koagulation vitamin )
merupakan vitamin yang larut dalam lemak.
Dikenal 3 macam vitamin K alam, yaitu :
(1) Vitamin
K1 ( filokuinolon / fitonadion ).
Digunakan
unutuk pengobatan , terdapat pada kloroplas sayuran berwarna hijau dan
buah-buahan.
(2) Vitamin
K2 ( senyawa menakuinolon ).
Disintesis oleh bakteri
usus terutama oleh bakteri Garm positif.
(3) Vitamin
K sintetik ( Vitamin K3 ( menadion ) )
Merupakan
derivat naftakuinon, dengan aktivitas yang mendekati vitamin K alam.Derivatnya
yang larut dalam air, menadion natrium difosfat, di dalam tubuh diubah menjadi
menadion.
1)
Farmakodinamik
Pada orang normal vitamin K mempunyai
aktivitas farmakodinamik, tetapi pada pasien difesiensi vitamin K, vitamin ini
berguna meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu
protrombin, faktor VII ( prokonvortin ), faktor IX (faktor chrismast) dan
faktor X (faktor stuart) yang berlangsung dihati.
Vitamin K merupakan suatu kofaktor enzim
mikrosom hati yang penting untuk mengaktivasi prekusor faktor pembekuan darah,
dengan mengubah residu asam glutamat dekat amino terminal tiap prekusor menjadi
residu y-karboksilglutamil. Pembekuan asam amino baru yaitu asam
y-karboksilglutamat, protein tersebut mengikat ion kalsium (Ca2+)
dan dapat terikat pada permukaan fosfolipid. Perubahan tersebut diperlukan
untuk rangkain tahapan selanjutnmya pembekuan darah. Vitamin K hidrokuinon
merupakan bentuk aktif vitamin K. Selain daripada faktor lain pembekuan darah,
yang vitamin k dependent karboksiglutamat juga didapatkan pada berbagai protein
antara lain pada osteocalcin tulang yang diekskresi oleh osteoblas. Sintesis osteocalcin
diatur oleh kalsitriol dan kadarnya tergantung pada turnover rate tulang.
2)
Kebutuhan
manusia
Jumlah kebutuhan manusia akan vitamin K
tidak diketahui belum jelas, tetapi
rupanya kebutuhan tersebut sangat kecil. Pada orang dewasa sehat, kebutuhan akan vitamin K biasanya sudah
terpenuhi dari makanan dan hasil sintesis oleh bakteri usus. Sintesis vitamin K
oleh bakteri usus sekitar 50%dari
kebutuhan vitamin K perhari.
3)
Defisiensi
Vitamin K
Defisiensi vitamin K menyebabkan
hipoprotrombinemia dan menurunnya pada beberapa faktor pembekuan darah ,
sehingga waktu pembekuan darah memanjang dan dapat terjadi perdarahan spontan
seperti: ekimosis, epistaksis, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan
intrakranial, perdarahan pasca bedah dan kadang – kadang hemoptisis.
4)
Intoksikasi
Filokuinon dan menakuinon tidak toksik
pada hewan meskipun bila diberikan 500 kali AKG. Pemberian filokuinon secara
intravena yang terlalu cepat dapat menyebabkan kemerahan pada muka,
berkeringat, bronkospasme dan sianosis, sakit pada dada dan kadang-kadang dapat
menyebabkan kematian. Akan tetapi belum diketahui dengan jelas apakah memang
disebabkan oleh vitamin K atau bahan lain yang terdapat pada sediaan tersebut.
Menadion bersifat iritatif pada kulit
dan saluran nafas.Larutan menadion menyebabkan kulit melepuh.Pada bayi terutama
bayi prematur, menadion dan derivatnya dapat menyebabkan anemia hemolitik,
hiperbilirubenemia dan ikterus.Menadion menimbulkan hemolisis pada pasien yang
eritrositnya kurang mengandung glukosa-6-fosfat-dihidrogenase. Berdasarkan efek
toksiknya menadion tidak dianjurkan lagin untuk digunakan.
5)
Farmakokinetik
Absorpsi vitamin K melalui usus sangat
tergantung dari kelarutannya. Absorpsi filokuinon dan menakuinon hanya
berlangsung baik bila terdapat garam – garam empedu, sedangkan menadion dan
derivatnya yang larut air dapat diabsorpsi walaupun tidak ada empedu. Berbeda
dengan filokuinon dan menakuinon yang harus melalui saluran limfe lebih dahulu,
menadion dan derivatnya yang larut air dapat langsung masuk kesirkulasi
darah.Vitamin K alam dan sintetik diabsorpsi dengan mudah setelah penyuntikan
intramuscular. Bila terdapat gangguan absorpsi vitamin K akan terjadi
hipoprotrombinemia setelah beberapa minggu, sebab persediaan vitamin K didalam
tubuh hanya sedikit.
Metabolisme vitamin K di dalam tubuh
titdak banyak diketahui. Pada empedu dan protein hampir tidak ditemukan bentuk
bebas, sebagian besar dikonjugasi dengan asam glukuronat.Pemakaian antibiotik
sangat mengurangi jumlah vitamin K dalam tinja, yang terutama merupakan hasil
sintesis bakteri usus.
6)
Sediaan
dan Indikasi
Tablet fitonadion (vitamin K1) 5mg.
Emulsi fitonadion yang mengandung 2 atau 10mg/ml, untuk parenteral.
Tablet menadion 2,5 dan 10mg. Larutan
menadion dalam minyak yang mengandung 2, 10 dan 25mg/ml untuk pemakaian
intramuskular. Tablet menadion natrium bisulfit 5mg. Larutan menadion natrium
bisulfit yang mengandung 5 dan 10mg/ml untuk pemakaian parenteral.
Tablet menadiol natrium difosfat 5mg.
Larutan menadiol natrium difosfat yang mengandung 5 dan 10 mg/ml untuk
pemakaian parenteral.
Vitamin K berguna untukl mencegah atau
mengatasi pendarahan akibat defisiensi vitamin K. Defisiensi vitamin K dapat
terjadi akibat gangguan absorbsi vitamin K, berkurangnya bakteri yang
mensintesis vitamin K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu yang dapat
mempengaruhi aktifitas vitamin K. Defisisensi vitamin
K akibat asupan yang tidak mencukupi jarang terjadi, karena vitamin K terdapat
pada banyak jenis makanan dan di sintesis oleh bakteri usus. Gangguan absorbsi
vitamin K dapat terjadi pada penyakit abstruksi billianis dan gangguan usus
seperti sariawan, enteritis, enterokoitis dan reseksi usus.Pemakaian obat
seperti antibiotik dan sulfonamid untuk waktu lama dapat mengurangi bakteri
yang mensintesis vitamin K di usus.
Pada bayi baru lahir hipoprotrombinemia
dapat terjadi terutama karena belum adanya bakteri yang mensintesis vitamin K
diusus dan tidak adanya depot vitamin K. Karena itu di anjurkan untuk
memberikan profilaksus vitamin K secara rutin pada bayi yang baru dilahirkan.
Filokuinon rupanya kurang toksik merupakan obat terpilih untuk tindakan
pencegahan tersebut dan dibiarkan sejumlah 0,5-1 mg IM atau IV segera setelah
bayi dilahirkan. Dosis ini dapat ditambah atau diulangi setelah 1 minggu bila
si ibu mendapat pengobatan antikoagulan atau antikonfulsi, atau bila terdapat
kencenderungan timbulnya perdarahan. Tindakan pencegahan dilakukan juga pada
bayi prematur atau bayi aterm yang dilahirkan dengan bantuan forseps atau
ekstrasi vacum, dan diberikan dengan dosis 2,5 mg untuk 3 hari berturut-turut.
Untuk pengobatan pendarahan pada bayi dapat diberikan 1 mg IM atau IV bila
perlu dapat diulangi setelah 8 jam.
Antikoagulan, misalnya derivat kumarin,
menggadakan hambatan bersaing dengan vitamin K sehingga menyebabkan
hipoprotrombinemia dan perdarahan.Hipoprotrombinemia berat dan perdarahan dapat
diatasi dengan vitamin K dalam beberapa jam, dalam hal ini filokuinon jauh
lebih efektif dari pada menadion dan derivatnya.Keadaan yang ringan diatasi
dengan menghentikan atau megurangi dosis anti koagulan tersebut, atau dengan
pemberian dosis tunggal 1-5mg filokuinon. Bila perdarahan hebat diperlukan
20-40 mg filokuinon di berikan dengan segera disamping transfusi darah segar.
Bila perlu setelah 4 jam diberikan lagi filokuinon lagi.
Vitamin K mungkin bermanfaat pada
hipoprotrombinemia yang disebabkan oleh pemakaian salisilat dosis besar, racun
ular yang menganinaktivasi protrombin atau asupan vitamin A yang berlebihan.
Pada penyakit hepatoselular, misalnya
hepatitis dan sesoris hati, dapat terjadi hipoprotrombinemia karena sel hati
tidak dapat membentuk faktor-fator pembekuan darah. Pada keadaan ini pemberian
vitamin K tidak akan memberikan hasil yang baik, bahkan dosis yang besar pada
hepatitis dan serosis hati yang berat dapat memperberat hipoprotrombinemia.
Dengan memanfaatkan respon hipoprotrombinemia, pemberian vitamin K parenteral
dapat digunakan untuk membedakan ikterus akibat abstruksi biliaris atau akibat
penyakit hepatoselular.
C.
Mineral
yang Dibutuhkan dalam Jumlah Relatif Banyak
Mineral yang banyak dibutuhkan antara
lain (Syarif,
2007):
1.
Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling
banyak didapatkan didalam tubuh. Untuk absorpsinya diperlukan vitamin D.
Kebutuhan kalsium meningkat pada masa pertumbuhan, selama laktasi dan pada
wanita pasca menopause. Bayi yang mendapat susu buatan merupakan tambahan
kalsium. Selain itu asupan kalsium juga ditingkatkan bila makanan banyak
mengandung protein dan atau fosfor. Banyak peneliti yang menganjurkan asupan
sekitar 1,2 g/hari untuk pasien alkoholik, sindrom malabsorpsi dan
pasien-pasien yang mendapat kortikosteroid, isoniazid, tetrasiklin atau antacid
yang mengandung aluminium.
2.
Fosfor
Mineral ini terlibat dalam penggunaan
vitamin B kompleks didalam tubuh. Fosfor terdapat pada semua jaringan tubuh dan
didalam tulang gigi didapatkan dalam jumlah yang hampir sama dengan kalsium.
Fosfor sangat penting sebagai buffer cairan tubuh.Lemak, protein, karbohidrat, dan
berbagai enzim yang berperan dalam transfer energi mengandung mineral
ini.Makanan dengan komposisi yang baik sudah mengandung fosfor yang
cukup.Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor dalam makanan dianjurkan
1:1.Pada orang dewasa defisiensi umumnya tidak terjadi kecuali pada
alkoholisme, penggunaan antacid yang tidak dapat diabsorpsi untuk jangka lama,
muntah berkepanjangan, pasien penyakit hati atau hiperparatiroidisme.
3.
Magnesium
Magnesium mengaktivasi banyak system
enzim (misalnya alkali fosfatase, leusin aminopeptidase) dan merupakan kofaktor
yang penting pada fosforilasi oksidatif, pengaturan suhu tubuh, kontraktilitas
otot dan kepekaan saraf. Pada orang sehat dengan makanan yang bervariasi
defisiensi magnesium jarang terjadi. Kebutuhan akan magnesium tergantung pada
jumlah protein, kalsium, dan fosfor yang dimakan.
Hipomagnesemia meningkatkan kepekaan
saraf dan transmisi neuromuscular.Pada keadaan defisiensi berat mengakibatkan
tetani dan konvulsi. Hipomagnesemia dapat terjadi pada pasien alkoholik,
kwashiorkor, tetani infantil, diabetes, sindrom malabsorpsi, hiper atau
hipoparatiroidisme, penyakit ginjal, selama terapi diuretic, pada pasien yang
hanya mendapat makanan parenteral pascabedah.
Hipermagnesemia menyebabkan vasodilatasi
perifer dan hilangnya refleks tendon, mempunyai efek seperti kurarepada
sambungan saraf-otot dan menghambat penglepasan katekolamin dari kelenjar
adrenal. Kegagalan pernafasan dan henti jantung dapat terjadi setelah dosis
sangat besar.
4.
Kalium
Perbedaan kadar kalium (kation utama
dalam cairan intrasel) dan natium (kation utama dalam cairan ekstrasel)
mengatur kepekaan sel, konduksi impuls saraf dan keseimbangan dan volume cairan
tubuh.
Meskipun defisiensi jarang terjadi pada
individu yang mendapat makanan yang cukup, hipokalemia dapat terjadi pada
anak-anak yang makanannya tidak mengandung protein.Penyebab hipokalemia
yangpaling sering adaah terapi diuretic terutama tiazid. Penyebab lain
hipokalemia adalah diare yang berkepanjangan terutama pada anak, hiperaldosteronisme,
terapi cairan parental yang tidak tepat atau tidak mencukupi, penggunaan
kortikosteroid atau laksan jangka lama. Aritmia jantung dan gangguan
neuromuskularmerupakan akibat hipokalemia yang paling berbahaya.
Hiperkalemia paling sering disebabkan
ekskresi kalium oleh ginjal yang dapat terjadi
pada pasien dengan insufisiensi korteks adrenal, gagal ginjal akut,
gagal ginjal kronik terminal, atau penggunaan antagonis aldosteron. Aritmia
jantung dan gangguan konduksi merupakan gejala sisa yang paling berbahaya.
Manifestasi lain hiperkalemia termasuk kelemahan parestesia.
5.
Natrium
Natrium
penting untuk membantu mempertahankan volume cairan tubuh. Kadarnya dalam
cairan tubuh diatur oleh mekanismer homestatik. Banyak yang mengkonsumsi
natrium melebihi dari yang dibutuhkan. Pembatasan
natrium seringkali dianjurkan pada pasien gagal jantung kongesif, sirosis hati
dan hipertensi. Asupan yang kurang dari normal yang dimulai sejak masa
kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa dapat membantu pencegahan hipertensi
pada individu tertentu. Akan tetapi pembatasan natrium pada wanita sehat selama
kehamilan tidak dianjurkan.
Hipernatremia
jarang ditemui pada individu sehat tetapi dapat terjadi pada setelah diare atau
muntah yang lama terutama pada bayi, pada gangguan ginjal fibrosis kistik atau
insufisiensi korteks adrenal, atau pada penggunaan diuretik tiazid. Keringat yang
berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang banyak dan perlu diganti
dalam bentuk air dan NaCl.
6.
Klorida
Klorida merupakan anion yang paling penting
dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit. Alkalosis metabolik hipokloremik
dapat terjadi setelah muntah yang lama atau penggunaan diuretic yang
berlebihan. Kehilangan klorida berlebihan dapat menyertai natrium berlebihan. Kemungkinan
terjadinya hiperkalemia perlu dipertimbangkan bila terpaksa menggunakan KCl
sebagai pengganti klorida yang hilang.
7.
Sulfur
Beberapa asam amino, tiamin dan
mengandung sulfur. Meskipun sulfur asensial untuk manusia fungsinya yang tepat
selain sebagai komponen tersebut diatas tidak diketahui. Demikian pula sampai
saat ini belum diketahui kebutuhanya perhari.
D.
Unsur Hara (Trace Elements)
Unsur hara yang penting antara lain (Syarif, 2007):
1.
Fluor
Fluor terdapat pada gigi dan bermanfaat
untuk menurunkan insidens karies dentis terutama pada anak.Selain itu fluor
juga membantu retensi kalsium pada tulang.Akan tetapi bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa suplementasi fluor bermanfaat untuk mencegah atau memperbaiki
penyakit tulang seperti osteoporosis masiv controversial.
Fluoridasi air minum dengan kadar
optimum 0,7-1,2 ppm merupakan cara yang paling efisien dan ekonomis untuk
menjamin asupan fluor yang cukup. Dengan fluoridasi air minum dan penggunaaan
pasta gigi yang mengandung fluor maka prevalensi karies dentis menurun 30%-60%
pada 20 tahun terakhir ini. Suplementasi fluor hanya dibutuhkan bila kandungan
dalam air minum kurang dari 0,7 ppm dan dosis yang di perlukan tergantung dari
kandungan fluor dalam air tersebut (Tabel 49-2)
Toksisitas menahun (fluorosis) biasanya
akibat pajanan jangka lama dengan insektisida atau debu industri atau meminum
air yang mengandung fluor >4 ppm untuk jangka lama.Fluorosis gigi (Mottled enamel) dapat terjadi pada gigi
yang sedang tumbuh dan pada orang yang lebih tua dapat menyebabkan osteomalasia
dan osteosklerosis.Gangguan yang nyata pada gigi dan tulang terjadi bila air
mengandung fluor lebih dari 8 ppm atau akibat konbinasi suplementasi dan asupan
fluor melalui air.
Tabel
DOSIS SUPLEMENTASI FLUOR (MG ION FLUOR/HARI) DIDASARKAN PADA KANDUNGAN FLUOR
DALAM AIR MINUM.
Umur (th)
|
Kadar
fluor dalam air (ppm)
|
||
< 0,3
|
0,3 – 0,7
|
> 0,7
|
|
Lahir -2
|
0,25
|
0
|
0
|
2-3
|
0,50
|
0,25
|
0
|
3-13
|
1,00
|
0,50
|
0
|
*dari
Accepted Dental Therapeutics 1984
2.
Seng
(Zn)
Zn merupakan kofaktor lebih dari 100
enzim dan penting untuk metabolisme asam nukleat dan sintesis protein.mineral
ini diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi dan maturasi alat kelamin, nafsu
makandan ketajaman rasa, serta penyembuhan luka.
Absorpsi Zn dipercepat oleh ligand berat
molekul rendah yang berasal dari pancreas.Kurang lebih 20-30% Zn per oral
diabsopsi terutama pada duodenum dan usus halus bagian proksimal.Jumlah Zn yang
di absorpsi tergantung pada berbagai faktor termasuk sumbernya.Zn yang berasal
dari hewan umumnya diabsorpsi lebih baik dari pada yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan.Mungkin hal ini disebabkan oleh adanya fitat dan serat tumbuhan
yang mengikat Zn pada usus sehingga tidak dapat di absorpsi. Fosfat, besi, Cu,
Pb, Kadmium dan Kalsium juga menghambat absorpsi Zn sebaliknya absopsi Zn
ditingkatkan pada masa kehamilan, oleh kortikostreroid dan endotoksin.
Zn didistribusi keseluruh tubuh dan
kadar tertinggi didapatkan pada koroid mata. Spermatozoa, rambut, kuku, tulang
dan prostat. Didalam plasma sebagian besar Zn terikat pada protein terutama
pada albumin , α-2-makroglobulin dan transferin. ASI mengandung 3mg/L pada saat
setelah melahirkan, tetapi selanjutnya menurun.
Ekskresinya terutama melalui feses
sejumlah kurang lebih 2/3 dari asupan Zn. Hanya sekitar 2% diekskresi melalui
urin.Kehilangan Zn dalam jumlah besar dapat terjadi akibat diare atau keluarnya
cairan dari fistura.
Defisiensi Zn dapat terjadi akibat
asupan yang tidak cukup misanya pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis dan
gizi buruk; absorpsi yang kurang misalnya pada sindrom malabsorpsi, fibrosis
kistik; meningkatkan ekskresi Zn misalnya pada anemia sickle cell, luka bakar yang luas, fistura yang mengeluarkan
cairan;atau pada pasien dengan gangguan metabolisme bawaan misalnya
akrodermatitis enteropatik. Defisiensi Zn pada ibu hamil mungkin dapat
menimbulkan efek teratogenik, karena malformasi dan gangguan tingkah laku
terjadi pada janin hewan coba.
Manifestasi
kulit akibat defisiensi Zn yang mirip dengan akrodermatitis enteropatik
dilaporkan terjadi setelah pemberian makanan parenteral jangka panjang.Oleh
karena itu pasien yang mendapat seluruh makanan secara parenteral selama kurang
lebih satu bulan harus mendapat tambahan Zn. Bila sumber makanan satu-satunya
dalam makanan formula maka perlu diberikan Zn 100% AKG.
Disfungsi
kelamin dan impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal kadang-kadang
sebagian dapat diatasi dengan pemberian Zn. Selama dialisis ZnCl2
mungkin dapat ditambahkan pada dialisat dengan jumlah yang cukup (400µg/L)
untuk mempertahankan kadar plasma 100-150 mg/dL.
Bukti yang menunjukan bahwa Zn dapat
mempercepat penyembuhan luka atau tukak kronik masih controversial.Percepatan
penyembuhan luka setelah penggunaan Zn mungkin terjadi hanya pada pasien yang
mengalami defisiensi. Banyak pasien rawat-inap dan usia lanjut mengalami
defisensi Zn yang sangat ringan, untuk mereka tambahan Zn mungkin bermanfaat
bila mengalami penyembuhan luka yang lambat.
Zn
mempunyai batas keamaan yang relative lebar. Dengan dosis 1mg/kg/hari untuk
mengobati defisiensi hampir tidak menimbulkan efek samping, meskipun dosis
berlebihan jangka lama tidak dianjurkan.Kadar Zn yang tinggi dapat menghambat
respons imun dengan menghambat migrasi neutrofil dan mengakibatkan terjadinya
akumulasi. Asupan Zn yang berlebihan juga dapat menyebabkan defisiensi Cu besi,
karena dapat mempengaruhi absorpsi dan penggunaanya serta dapat menyebabkan
mual, muntah, sakit kepala,menggigil, demam, malaise, dan nyeri abdomen.
3.
Selenium
Selenium merupakan unsure enzim
glutation peroksidase yang terdapat pada sebagian besar jaringan tubuh.Dan hal
ini menerangkan sebagian aktivitas biologik yang ditimbulkannya.Selain itu
terdapat hubungan erat antara vitamin E dan selenium.
Bukti yang menunjukan bahwa selenium
merupakan mineral yang penting untuk manusia terlihat pada penelitian penyakit
Keshan yaitu kardiomiopati yang fatal, yang terjadi pada anak dan wanita muda
di Cina. Insidens penyakit ini ternyata tinggi pada anak-anak yang hidup
didaerah dimana kadar selenium pada makanan utamanya rendah. Dengan tambahan
selenium secara masal maka praktis penyakit tersebut tidak
terjadi.Kardiomiopati sejenis juga ditemukan pada beberapa pasien yang mendapat
makanan parenteral jangka panjang, mungkin sekurang-kurangnya sebagian hal ini
disebabkan oleh defisiensi selenium.Akan tetapi masih diperlukan informasi
lebih lanjut mengenai kebutuhannya.
Diperkirakan asupan selenium melalui
makanan telah mencukupi kebutuhan. Selenium 0,05-0,2 mg/hari nampaknya aman
untuk orang dewasa. Penggunaannyauntuk memperpanjang hidup atau pencegahan kanker
dan penyakit jantung iskemik tidak disokong oleh data yang ada.Selenium dosis
yang besar bersifat toksis dan dapat menyebabkan alopesia, lepasnya kuku,
lemas, mual, dan muntah.
4.
Yodium
Yodium merupakan bagian dari hormon
tiroid: tetrayodotironin (tiroksin) dan triyodotironin. Keadaan defisien
mengakibatkan terjadinya hyperplasia dan hipertrofi kelenjar tiroid (goiter
endemik).Penyakit ini terjadi didaerah dimana tanahnya kurang mengandung yodium
dan sering terjadi sebelum tersedianya garam meja beryodium.Garam beryodium
merupakan sumber yodium yang murah dan efisien.Selain itu yodium juga banyak
didapatkan pada makanan laut.
Mineral ini dibutuhkan jumlah
100-300µg/hari dan sampai dengan 1mg/hari mungkin dapat dikonsumsi dengan
aman.Kebutuhan meningkatkan pada anak yang sedang tumbuh dan wanita pada masa
hamil dan laktasi. Akan tetapi penggunaan jumlah besar jangka lama selama
kehamilan mengakibatkan pembesaran tiroid neunatus,hipotiroidisme atau
kretinisme.
Manifestasi instoksikasi yodium akut
terlihat pada kelenjar tiroid, kelenjar saliva, mata, dan dapat menyebabkan
edema, demam, konjungtivitis.Edema laring dapat menyebabkan obstruksi jalan
nafas yang bisa fatal.Reaksi lokal pada saluran cerna seperti nyeri abdomen,
muntah dan diare yang kadang-kadang berdarah dapat terjadi dan dapat
mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan syok.
Instoksikasi kronik yodium lebih sering
terjadi.Sensitivitas terhadap yodium bervariasi antar individu, dan yodium 6mg
atau lebih per hari dapat menghambat aktivitas tiroid dan megakibatkan
terjadinya hipotirodisme. Gejala yang timbul antara lain reaksi
hipersensitivitas misalnya ruam kulit dan dermatosif, mual, edema muka dan
mata, sakit kepala, batuk, dan iritasi mata.
5.
Kromium
Kromium trivalent berperan sebagai
konfaktor untuk insulin dan karena itu berperan pada penggunaan glukosa secara
normal dalam tubuh.Kromium untuk organic terdapat pada kompleks
dinikotino-glutation pada makanan tampaknya diabsorpsi lebih baik daripada
bentuk anorganik.
Defisiensi pernah dilaporkan pada pasien
yang mendapat makanan secara parenteral selama 5 bulan – 3 tahun.Pasie-pasien
tersebut mengalami neuropati perifer dan atau ensefalopati yang membaik dengan
penggunaan kromium 150µg/hari.Gejala defisiensi seperti diabetes dengan
gangguan penggunaan glukosa.Akan tetapi pada orang normal tambahan kromium
tidak menimbulkan efek hipoglikemik.
6.
Mangan
Mineral ini terdapat pada mitokondria
sel, terdapat terutama pada kelenjar hipofisis, hati, pancreas, ginjal dan
tulang.Mangan mempengaruhi sintesis monosakarida, menstimulasi kolesterol hati
dan asam lemak, dan merupakan konfaktor banyak enzim seperti arginase dan
alkali fosfatase dihati.Banyak jenis makanan mengandung mangan dalam jumlah
besar.Pada orang dewasa asupan jumlah 2-5mg aman dan cukup jumlahnya.Bila makanan
hanya diberi secara parenteral unutk jangka lama maka diperlukan suplemantasi
mangan.
Pada daerah tambang dan industry dapat
terjadi instoksikasi mangan menahan akibat inhalasi mangan. Gejala parkinso
dapat timbul dan berlanjut kecuali bila
mangan dihindarkan. Rigiditas dan distonia dapat diatasi dengan levodopa.
7.
Molibden
Molibden merupakan konstituen penting
dari banyak enzim.Mineral ini diabsorpsi baik dan terdapat dalam tulang, hati,
ginjal. Defisien jarang terjadi molibden 0,15-0,5 mg/hari diperkirakan cukup
dan aman untuk orang dewasa dan nampaknya dapat dipenuhi oleh makanan
sehari-hari.
Asupan sebesar 10-15 mg/hari disertai
dengan gejala seperti pirai, sedangkan kelebihan ringan mungkin disertai dengan
keluarnya Cu secara bermakna melalui urin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari pemaparan makalah ini yaitu :
(1) Vitamin (bahasa Inggris: vital
amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil
yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh.
(2) Vitamin
berdasarkan kelarutannya
vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air
(vitamin C dan vitamin B Kompleks) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E,
dan K).
(3) Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah
relative banyak antara lain kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium,
klorida dan sulfur.
(4) Unsur hara (Trace Elements) yang dibutuhkan tubuh antara lain fluor, selenium,
yodium, kromium, mangan dan molibden.
(5) Kekurangan atau kelebihan vitamin,
mineral dan unsur hara dapat menimbulkan dampak tidak baik untuk tubuh sehingga
setiap orang harus memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) yang didasarkan pada
patokan berat badan untuk masing – masing kelompok umur dan jenis kelamin.
B.
Saran
Saran
yang dapat penulis ajukan melalui makalah singkat ini ialah agar proses
pembelajaran berjalan lancer. Setiap individu seharusnya mengetahui AKG
tubuhnya agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan asupan vitamin.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga,
jakarta.
Girindra A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
Lal, H. 2000. Biochemistry for Dental Students. CBS Publishers and Distributor, New Delhi.
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga,
Jakarta.
Mulyono HAM. 2005. Kamus Kimia. Bumi Aksara, Jakarta.
Pujiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Sirajuddin, S. 2009. Penuntun
Praktikum Biokimia. Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat AIPTKMI Regional
Indonesia Timur UNHAS,
Makassar.
Sulaiman, A.H.1995. Biokimia
untuk Pertanian.
USU-Press, Medan.
Syarif,
dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal 769 – 793.
LAMPIRAN
Tabel Kebutuhan Vitamin
No comments:
Post a Comment