Tuesday, June 23, 2015

makalah farmakologi vitamin dan mineral



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Manusia sebagai makhluk yang membutuhkan nutrisi dari makanan untuk menghasilkan energi, sebagai penujang dan sebagai sumber mempertahankan kondisi tubuhnya agar tetap dapat bertahan hidup. Alam telah menyediakan sumber – sumber yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, diperoleh dari berbagai  tumbuhan, hewan dan mineral yang di dalamnya mengandung berbagai macam zat yang berguna untuk tubuh manusia. Zat yang berguna tersebut adalah vitamin dan mineral.
Vitamin dan mineral adalah zat yang sangatlah penting untuk menunjang kehidupan manusia. Zat – zat tersebut berperan penting dalam proses – proses kimia dalam tubuh dan berpengaruh dalam mempertahankan fungsi tubuh, karena vitamin dan mineral merupakan faktor yang berdampak besar terhadap berjalannya fungsi fisiologi tubuh, dan umumnya kekurangan, kelebihan ataupun kesalahan penggunaan vitamin dapat berdampak terhadap patologi tubuh.
Peranan vitamin dan mineral di dunia farmasi, vitamin dan mineral merupakan zat yang banyak digunakan dalam pelengkap atau penunjang pengobatan, sebagai zat sekunder pada terapi untuk mempertahankan kondisi tubuh dan digunakan untuk mengobati beberapa penyakit. Maka dari itu, kami menyusun makalah yang memuat tentang pengertian vitamin, penggolongan vitamin, mineral, unsur hara serta dampak keberadaan zat tersebut di dalam tubuh.

B.     Rumusan Masalah
(1)   Apa yang dimaksud dengan vitamin?
(2)   Apa saja penggolongan vitamin?
(3)   Apa saja yang termasuk dalam mineral?
(4)   Apa saja yang termasuk dalam unsur hara?
(5)   Apa saja dampak yang ditimbulkan jika kekurangan atau kelebihan vitamin, mineral, dan unsur hara?

C.    Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
(1)     Untuk mengetahui pengertian vitamin
(2)     Untuk mengetahui penggolongan vitamin
(3)     Untuk menjelaskan tentang mineral.
(4)     Untuk menjelaskan tentang unsur hara.
(5)     Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika kekurangan atau kelebihan vitamin, mineral, dan unsur hara.















BAB II
PEMBAHASAN
B.     Pengertian Vitamin
 Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Nama ini berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang artinya "hidup" dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal (Mulyono 2005).
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecilyang memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisienzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K, dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat). Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif.Oleh karena itu, tubuh memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan yang kita konsumsi.Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan vitamin yang tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh. Asupan vitamin lain dapat diperoleh melalui suplemen makanan. Berbeda dengan vitamin yang larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya dapat disimpan dalam jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang
terlepas akan masuk ke dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama urin.  Oleh karena hal inilah, tubuh membutuhkan asupan vitamin larut air secara terus-menerus (Syarif, 2007).

C.    Penggolonngan Vitamin
Vitamin berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh.Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air(Syarif, 2007).
1.    Vitamin Larut Air
Vitamin Larut Air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan sisanya dibuang, sehingga untuk mempertahankan saturasi jaringan vitamin larut air perlu sering dikonsumsi.Mesipun demikian, pemberian vitamin larut air dalam jumlah berlebihan merupakan pemborosan dan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Vitamin larut air terdiri dari (Syarif, 2007) :
a.      Vitamin B Kompleks
1)      Tiamin
Tiamin (Vitamin B1) merupakan kompleks molekul organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin.Dalam badan ini, akan diubah menjadi tiamin pirofosfat (tiamin-PP), dengan reaksi sebagai berikut:
Tiamin + ATP à Tiamin – PP + AMP
Sumber yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya.
a)      Farmakodinamik
Pada dosis kecil (dosis terapi) tiamin tidak memperlihatkan efek farmakodinamik yang nyata.Pada pemberian secara Intra Vena dengan cepat dapat terjadi efek langsung pada pembuluh Absorpsi darah perifer berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiaminberperan dalam metabolism karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula darah. Dosis toksik pada hewan coba adalah 125-350 mg/kg BB secara IV dan kira – kira 40 kalinya untuk pemberian oral. Pada manusia reaksi toksik setelah pemberian parenteral biasanya terjadi karena reaksi alergi.
b)      Farmakokinetik
Setelah pemberian parenteral absorpsi berlangsung cepat dan sempurna. per oral berlangsung didalam usus halus dan duodenum, maksimal 8-15 mg/hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg. Dalam 1 hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan melalui urin sebagai tiamin atau pirimidin.
c)      Kebutuhan Sehari
Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal, AKG di Indonesia 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi; 1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil.
d)     Defisiensi Tiamin
Defisiensi berat menimbulkan penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak pada system saraf dan kardiofaskuler. Gangguan saraf dapat berupa neuritis perifer. Gejala yang timbul pada system kardiovaskuler dapat berupa gejala insufisiensi jantung.Pada saluran cerna gangguan dapat berupa konstipasi, nafsu makan berkurang, perasaan tertekan dan nyeri di daerah epigastrium.
e)      Efek Samping
Reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemebrian IV dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa di antaranya bersifat fatal.
f)       Sediaan
Tiamin HCl (vitamin B1, aneurin HCl) tersedia dalam bentuk tablet 5-500 mg, larutan steril 100-200 mg untuk penggunaan parenteral dan eliksir mengandung 2-25 mg/ml.
g)      Indikasi
Tiamin dindikasikan pada pencegahan pada dosis 2-5 mg/hari dan pengobatan defisiensi pada dosis 5-10 mg tiga kali sehari. Tiamin berguna untuk pengobatan berbagai neuritis yang disebabkan oleh defisiensi tiamin, misalnya pada neuritis alkoholik karena sumber kalori hanya alkohol saja, wanita hamil yang kurang gizi, dan pasien emesis gravidarum.Tiamin juga digunakan untuk pengobatan penyakit jantung dan gangguan saluran cerna yang dasarnya defisiensi tiamin.

2)      Riboflavin
Riboflavin (Vitamin B2) adalah vitamin yang memiliki ribosa dalam rumus kimianya.Sumber yang mengandung vitamin B2 yaitu daging, hati, ragi, telur, bebagai sayuran dan sebagainya.
a)      Farmakodinamik
Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak memberikan efek farmakodinamik yang jelas.


b)      Farmakokinetik
Pemberian secara oral ataupun parenteral akan diabsorpsi dengan baik dan didistribusi merata keseluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam feses ditemukan riboflavin yang disintetis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat di absorpsi melalui mukosa usus.
c)      Kebutuhan Sehari
Kebutuhan tiap individu berbanding lurus dengan energy yang digunakna, minimum 0,3 mg/1000 kcal.
d)     Defisiensi Tiamin
Gejala sakit tenggorokan dan radang di sudut mulut (stomatitis angularis), keilosis, glositis, lidah berwarna merah dan licin.
e)      Efek Samping
Reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemebrian IV dosis besar pada pasien yang sensitive dan beberapa di antaranya bersifat fatal.
f)       Indikasi
Untuk pencegahan dan terapi defisiensi vitamin B2 yang sering menyertai pellagra aatau defisiensi vitamin B kompleks lainnya, sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lainnya.Dosis untuk pengobatan adalah 5-10 mg/hari.

3)       Asam Nikotinat
Asam Nikotinat atau niasin dikenal sebagai faktor PP (pellagra preventive). Sumber alami yang mengandung niasin yaitu hati, daging, ragi, dan sebagainya.

a)      Farmakodinamik dan Efek Samping
Bentuk amida dari asam nikotinat yaitu niasinamid juga berefek antipelagra. Dalam badan asam nikotinat dan niasinamid diubah menjadi bentuk aktif NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida) dan NADF (Nikotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat).Keduanya berperan dalam metabolisme sebagai koenzim untuk berbagai protein yang penting dalam respirasi jaringan.
Asam nikotinat merupakan suatu vasodilator yang terutama bekerja pada blushing area yaitu dimuka dan leher. Kemerahan di tempat tersebut dapat berlangsung selama 2 jam disertai panas dan gatal. Pada dosis besar asam nikotinat dapat menurunkan kadar kolesterol dan asam lemak bebas dalam darah.kedua efek ini tidak diperlihatkan oleh niasinamid.
Pada dosis yang besar umumnya terjadi efek samping berupa penurunan toleransi terhadap glukosa sampai terjadi hiperglekemia. Selain itu terjadi kenaikan kadar asam urat dalam darah., gangguan fungsi hati, gangguan lambung berupa mual sampai muntah serta peningkatan motilitas usus. Reaksi anafilatik dilaporkan terjadi pada pemberian secara IV.
b)     Farmakokinetik
Niasin dan niasinamid mudah diabsorpsi melalui semua bagian saluran cerna dan didistribusi keseluruh tubuh. Ekskresinya melalui urin sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk berbagai metabolitnya antara lain asam nikotinurat dan bentuk glisin peptide dari asam nikotinat.
c)      Kebutuhan Sehari
Kebutuhan Minimal asam nikotinat untuk pencegahan pellagra rata - rata 4,4 mg/1000 kcal, pada dewasa asupan minimal 13 mg.
d)     Defisiensi Niasin
Pellagra adalah penyakit defisiensi niasin dengan kelainan pada kulit, saluran cerna, & SSP. Kulit mengalami erupsi eritematosa, bengkak, dan merah, pada saluran cerna terjadi lidah bengkak dan merah, somatitis, mual, muntah, dan enteritis. Gejala gangguan SSP berupa sakit kepala, insomnia, bingung, dan kelainan psikis seperti halusinasi, delusi, dan demensia pada keadaan lanjut.
e)      Sediaan dan Posologi
Tablet niasin mengandung 25-750 mg. Sediaan untuk injeksi mengandung 50 atau 100 mg niasin/ml.  Tablet niasinamid 50-1000 mg, dan larutan untuk injeksi umumnya mengandung 100 mg/ml.
Untuk pengobatan pellagra pada keadaan akut dianjurkan dosis oral 50 mg diberikan sampai 10 kali sehari, atau 25 mg niasin 2-3 kali sehari secara intravena. Hasil terapi umumnya sangat dramatis, dalam 24 jam gejala pada kulit dan mulut dapat hilang, rasa mual dan diare juga segera teratasi. Sebagai vasodilator obat ini tidak terbukti efektif.

4)      Piridoksin
Piridoksin (Vitamin B6) di alam terdapat tiga bentuk yaitu prpdoksin yang berasal dari tumbuhan, piridoksal, dan piridoksamin yang terutama berasal hewan. Ketiga bentuk piridoksin tersebut dalam tubuh diubah menjadi piridoksal fosfat.
Sumber yang mengandung vitamin B6 yaitu, ragi, biji-bijian (gandum, jagung,  dan lain-lain) dan hati.
a)      Farmakodinamik
Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang nyata. Dosis sangat besar yaitu 3-4 g/kg BB menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba, tetapi dosis kurang dari ini umumnya tidak menimbulkan efek yang jelas.Piridosal fosfat dalam tubuh merupakan koenzim yang berperan penting dalam metabolism berbagai asam amino.
b)     Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksat.Ekskresi melalui urin terutama dalm bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.
c)      Kebutuhan Sehari
Kebutuhan manusia akan piridoksin sehubungan dengan konsumsi protein yaituv2 mg/100 mg protein.
d)     Defisiensi Piridoksin
Pada manusia dapat menimbulkan kelaiann kulit berupa dermatitis seboroik dan peradang pada selaput lendir, mulut dan lidah. Kelainan SSP berupa rangsangan hingga timbulnnya kejang dan gangguan sistem eritropoietik berupa anemia hipokrom mikrositik.
e)      Efek Samping
Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neuropati dalam dosis antara 50 mg – 2g per hari untuk jangka panjang. Gejala awal dapat berupa sikap yang tidak stabil dan rasa kebas di kaki, diikuti pada tangan dan sekitar mulut. Gejala berangsur-angsur hilang setelah beberapa bulan bila asupan pridoksin dihentikan.
f)       Sediaan dan Indikasi
Piridoksin tersedia sebagai tablet piridoksin HCl 10-100 mg dan sebaga larutan steril 100 mg/ml piridoksin HCl untuk injeksi. Selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6, vitamin ini juga diberikan bersama vitamin B lain atau sebagai multivitamin untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B kompleks. Indikasi aliinya yaitu untuk mencegah atau mengobati neuritis perifer karena obat (isoniazid,siklosrin, dan lainnya).

5)      Asam Pantotenat
Asam pantotenat membentuk koenzim A yang sangat penting dalam metabolisme, karena bertindak sebagai katalisator pada rekasi – reaksi transfer gugus asetil.
Sumber yang mengandung vitamin B1 yaitu gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya.
a)      Farmakodinamik
Pada hewan coba asam pantotenat tidak menyebabkan efek farmakodinamik yang penting dan bersifat nontoksik. Defisensinya pada manusia belum dikenal, tetapi dapat timnul dengan memberikan diet yang mengandung antagonis asam pantotenat yaitu mega-metil asam pantotenat. Sindroma yang terjadi berupa: kelelahan, rasa lemah, gangguan saluran cerna, gangguan otot berupa kejang pada ekstremitas dan parestesia.
b)     Farmakokinetik
Pada pemberian oral pantotenat akan diabsorpsi dengan baik dan di distribusi keseluruh tubuh dengan kadar 2-45 µm/g. Dalam tubuh tidak dimetabolisme, dan diekskresikan dalam bentuk utuh 70% melalui urin dan 30% melalui tinja.
c)      Kebutuhan Sehari
Kebutuhan manusia akan asam pantotenat sehari adalah 5-10 mg.
d)     Sediaan
Walupaun indikasinya belum jelas. Asam pentotenat tersedia sebagai Ca-pantotenat dalam bentuk tablet 10 atau 30 mg dan dalam bentuk larutan steril untuk injeksi dengan kadar 50 mg/mL.

6)      Biotin
Biotin dikenal juga sebagai vitamin H (Haut). Defisiensi yaitu dermatitis, sakit otot, rasa lemah, anoreksia, anemia ringan.Biotin  di dalam tubuh berfungsi sebgai koenzim pada berbagai reaksi karboksilasi. Penggunaan biotin dalam terapi belum jelas. Jumlah biotin yang diperlukan sehari berkisar natara 150 – 300 µg, dan sumbernya terutama kuning telur, hati dan ragi.

7)      Kolin
Kolin berfungsi sebagai prekursor asetilkolin, metabolisme lemak, berkhasiat lipotropik untuk seperti sirosis hepatis, hepatitis, metabolisme intermedier, donor metil untuk pembentukan asam amino esensial
Kolin berperan sebagai prekursor asetilkolin, suatu neurotransmitter. Dalam metabolism lemak kolin berkhasiat lipoprotik, yaitu dapat menurunkan kadar lemak dalam hati. Kolin berperan juga dalam metabolism intermedier yaitu sebagai dodor metal dalam pembentukan berbagai asam amino esensial. Akan tetapi beberapa sifat kolin dianggap bertentangan dengan sifat-sifat vitamin lain. Ternyata zat ini dapat disintetis dalam badan dari serin dengan metionin sebagai donor metal.Efek farmakologi kolin mirip dengan asetilkolin tetapi dengan potensi lebih kecil.
Kebutuhan tubuh akan kolin sehari – hari belum dapat ditentukan, tetapi dalam makanan sehari – hari rata – rata terdapat 500-900mg. Penggunaan per oral cukup dengan LD50 (200-400 g).
Defisiensi kolin baru timbul bila asupan kolin dan protein termasuk metionin dibatasi, Gejala yang timbul berupa kenaikan kadar lemak dalam hati sirosis hepatis, kelainan ginjal degeneratif. Pada kulit timbul kelainan, juga pada otot terjadi kelemahan dan distrofi.
Penggunaan kolin terutama sebagai zat lipotropik dalam pengobatan penyakit hati seperti sirosis hepatis dan hepatitis.Akan tetapi, efektivitasnya diragukan.
Sediaan yang digunakan berupa kolin, kolin bitartrat, kolin dehidrogenasi sitrat dan kolin klorida.

8)      Inositol
Pemberian inositol tidak menimbulkan efek farmakodinamik yang nyata, sedangkan fungsinya dalam tubuh belum diketahui.
Dalam terapi, kadang – kadang digunakan untuk mengobati penyakit – penyakit yang disertai gangguan transpr dan metabolisme lemak, akan tetapi ternyata tidak didapatkan bukti yang mendukung efektivitasnya.

b.      Vitamin C (Asam Askorbat)
1)      Farmakodinamik
Vitamin C berperan sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan amidasi dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion logamnya harus berada dalam keadaan tereduksi; dan dalam keadaan tertentu bersifat sebagai antioksidan.Vitamin C dibutuhkan untuk mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin pada sintesis kolagen.Perubahan asam folat menjadi asam folinat, metabolisme obat oleh mikrosom dan hidroksilasi dopamine menjadi norepinefrin juga membutuhkan vitamin C. Asam askorbat meningkatkkan aktivitas enzim amidase yang berperan dalam pembentukan hormon oksitosin dan hormon diuretik.Vitamin C juga meningkatkan absorpsi besi dengan mereduksi ion feri menjadi fero di lambung.Peran vitamin C juga didapatkan dalam pembentukan steroid adrenal.
Fungsi utama vitamin C pada jaringan adalah dalam sintesis kolagen, proteoglikan zat organik matriks antarsel lain misalnya pada tulang, gigi, dan endotel kapiler. Peran vitamin C dalam sintesis kolagen selain pada hidroksilasi prolin juga berperan pada stimulasi langsung sintesis peptide kolagen.Gangguan sintesis kolagen terjadi pada pasien skorbut.Hal ini tampak pada kesulitan dalam penyembuhan luka, gangguan pembentukan gigi, dan pecahnya kapiler yang mengakibatkan petechiae dan echimosis.Perdarahan tersebut disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel endotel yang kurang baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler sehingga kapiler mudah pecah oleh penekanan.
Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang jelas. Namun pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan menghilangkan gejala penyakit dengan cepat.
2)      Farmakokinetik
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna.pada keadaan normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam lekosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal yaitu 1,4 mg%.
Beberapa obat diduga dapat mempercepat ekskresi vitamin C misalnya tetrasiklin, fenobarbital, dan salisilat.  Vitamin C dosis besar dapat memberikan hasil false negative pada uji glikosuria (enzymedip test) dan uji adanya darah pada feses pasien karsinoma kolon.Hasil false positive dapat terjadi pada clinitest dan tes glikosuria dengan larutan Benedict.
3)      Kebutuhan Sehari
AKG vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningakat sampai kira – kira 60 mg pada dewasa.Kebutuhan vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi, tuberkulosis, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, pada hipertiroid, kehamilan dan laktasi.  Pada masa hamil dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C 10-25 mg/hari.
4)      Defisiensi Vitamin C
Gejala awal malaise, mudah tersinggung, gangguan emosi, artralgia, hiperkeratosis folikel rambut, perdarahan hidung dan petekie.Skorbut terlihat bila kadarvitamin C pada leukosit dantrombosit < 2 mg/dl dan ini setelah diet tabpa vitamin C 3-5 bulan. Orang tua, alkoholisme, penderita penyakit menahun sangat peka terhadap timbulnya skorbut.
5)      Efek Samping
Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Dosis besar tersebut juga meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal. Penggunaa kronik vitamin C dosis sangat besar dapat menyebbakan ketergantungan. Vitamin C mega dosis parenteral dpat meneybabkan oksalosis yang meluas, aritmia jantung, dan kerusakan ginjal berat.
6)      Sediaan
Vitamin C tersedia dalam bentuk tablet dan larutan 50-1500 mg. Intuk sediaan suntik didapatkan larutan yang mengandung 100-500 mg. Kalsium askorbat dan natrium askorbat didapatkan dalam bentuk tablet dan bubuk untuk penggunaan peroral.





2.    Vitamin Larut Lemak
Vitamin larut lemak (vitamin A, D, E dan K) diabsorpsi dengan cara yang komplek dan sejalan dengan absorpsi lemak. Dengan demikian keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan absorpsi lemak seperti defisiensi asam empedu, ikterus dan enteritis dapat mengakibatkan defisiensi I atau mungkin semua vitamin golongan ini. Vitamin larut lemak mempengaruhi permeabilitas atau transpor pada berbagai membran sel dan bekerja sebagai oksidator atau reduktor, koenzim atau inhibitoh enzim. Vitamin A dan D mempunyai aktivitas mirip hormon. Vitamin-vitamin ini disimpan terutama dihati dan diekskresi melalui feses. Karena metabolisme sangat lambat, dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksik (Syarif, 2007).
a.      Vitamin A
1)      Farmakodinamik
Pada fibroblast atau jaringan epitel terisolasi, retinoid dapat meningkatkan sintesis beberapa jenis protein seperti fibronektin dan mengurangi sintesis protein seperti kolagenase dan keratin.Hal ini disebabkan karena adanya perubahan transkripsi pada inti dan asam retinoat lebih kuat dalam menyebabkan perubahan tersebut. Asam retinoat mempengaruhi ekspresi gen dengan bergabung pada reseptor yang berada di inti sel. Terdapat dua kelompok reseptor, yaitu Retinoid Acid Receptors (RARs) dan Retinoid X Receptors (RXRs). Reseptor retinoid segolongan dengan reseptor steroid, hormone tiroid, dan kalsitriol.
Retinoid dapat mempengaruhi ekspresi reseptor hormon dan faktor pertumbuhan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan fungsi sel target. Selain itu juga diperlukan untuk pertumbuhan tulang, alat reproduksi, dan perkembangan embrio Kelebihan retinol akan menyebabkan pembentukan mukus yang berlebihan dan menghambat kreatinisme, Bila tidak ada retinoid ,sel goblet mukosa hilang dan terjadi atrofi epitel yang diikuti oleh proliferasi sel basal yang berlebihan. Sel yang terbentuk ini merupakan epitel berkeratin dan menggantikan epitel yang mensekresi mukus.Penekanan sekresi mukus menyebabkan mudah terjadi iritasi dan infeksi (Dewoto 2007).

2)      Farmakokinetik
                Vitamin ini diabsorpsi sempurna melalui usus halus dan kadarnya dalam plasma mencapai puncak setelah empat jam tetapi absorpsi dosis besar vitamin A kurang efisien karena sebagian akan keluar melalui feses. Gangguan absorpsi lemak akan menyebabkan gangguan absorpsi vitamin A, maka pada keadaan ini dapat digunakan sediaan vitamin A yang larut dalam air. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung protein atau pada penyakit infeksi tertentu dan pada penyakit hati seperti hepatitis, sirosis hepatis atau obstruksi biliaris.Berkurangnya absorpsi vitamin A pada penyakit hati berbanding lurus dengan derajat insufisiensi hati.Dalam darah retinol terutama diikat oleh α1-globulin yang disebut retinol binding protein (RBP). RBP disintesis dan disekresi di hati selanjutnya dalam sirkulasi pembentuk komplek dengan transtiretin, suatu prealbumin pengikat piroksin.
Vitamin A sukar melalui sawar uri dan jumlahnya dalam asi sangat bergantung pada jumlah diet si ibu. Metabolit vitamin A diekskresi melalui urin dan tinja.Kadar normal vitamin A dalam plasma 100-230 unit/dL. Gejala difesiensi vitamin A timbul bila kadar plasma dibawah 10-20 µg/dL (0,3 µg = 1 unit ). Asupan karoten yang terlalu banyak dapat menyebabkan hiperkarotemia yang mengakibatkan kulit berwarna kuning.
3)      Mekanisme Kerja
Pada fibroblas atau jaringan epitel terisolasi, retinoit dapat meningkatkan sintesis beberapa jenis protein seperti fibronektin dan mengurangi sintesis protein lainnya seperti kolagenase dan keratin. Asam retinoat mempengaruhi ekspresi gen dengan bergabung dengan reseptor pada inti sel. Terdapat 2 kelompok reseptor yaitu retinoid acid reseptor atau (RARs) dan retinoid acid x reseptor ( RxRs) reseptor retinoid segolong dengan reseptor steroid, hormon tiroid dan kalsitriol. Ligan endogen untuk RxR adalah 9-cist-asam retinoad.
Hambatan reproduksi pada devisiensi vitamin A mungkin disebabkan oleh peran vitamin A pada interkoversi steroid. Asam retinoad mempercepat pertumbuhan, diferensiasi serta mempertahankan epitel jaringan. Akan tetapi Asam retinoad tidak memperbaiki fungsi penglihatan atau reproduksi .(Dewoto 2007).
Dari penelitian in vitro dan in vivo diduga bahwa vitamin A menginduksi diferensiasi sel maglina men jadi sel normal dan berperan dalam pembentukan glikoprotein dan glikolipid permukaan sel yang penting untuk keutuhan sel  sehingga dapat menekan terjadinya keganasan .
Karoten dan antioksidan lainnya pada makanan dapat berperan dalam mencegah penyakit jantung iskemik .Kadar antioksidan dalam plasma yang rendah dihubungkan dengan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung koroner, dan oksidasi LDL yang diduga mengawali terjadinya arterisklorosis.Akan tetapi suplementasi ß-karoten saja nampaknya tidak mengurangi kepekaan LDL terhadap oksidasi dan tidak mencegah terjadinya infark miokarp, stroke, atau kematianakibat penyakit kardiovaskuler.
4)      Devisiensi vitamin A
Devisiensi vitamin A tejadi bila kesanggupan tubuh untuk menyimpan vitamin A terganggu, misalnya pada sirosis hati.Devisiensi ini lebih sering terjadi pada penyakit menahun dengan gangguan absorbsi lemak, seperti pada penyakit obsruksi saluran empedu, sariawan, dan fibrosis kistik.Devisiensi vitamin A bersama dengan penyakit Protein Caloric Malnutrition (PCM) masih merupakan penyakit gangguan gizi yang sangat penting di Indonesia serta negara bekrembang lainnya, dan terutama sering ditemukan pada anak-anak.
Gejala yang paling dini dan paling mudah dikenal adalah buta senja.
Devisiensi lebih berat menyebabkan gangguan pada mata yang berupa Xeroftalmia, timbulnya berupa bercak Bitot, Keratomalasia, dan akhirnya kebutaan. Devisiensi vitamin A meningkatkan kepekaan jaringan epitel terhadap karsinogenesis, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya perubahan epitel dan ini dapat menyebabkan meningkatnya insidens infeksi saluran nafas, terbentuknya batu saluran kemih disekitar sisa –sisa epitel yang rusak, kulit menjadi kering dengan penebalan lapisan tanduk disertai timbulnya papul-papul terutama pada lengan dan tungkai.
Gangguan indra penciuman, perabaan, dan pendengaran dapat terjadi akibat keratinisasi. Kadang-kadang timbul diare yang mungkin idsebabkan oleh perubahan-perubahan pada epitel usus dan duktus pankreatikus.
5)      Hipervitaminosis vitamin A
Asupan retinoid yang melebihi kebutuhan dapat mengakibatkan hipervitaminosis. Hipervitaminosis A umumnya timbul pada kadar melebihi 100 µg/dL. Resiko Hipervitaminosis vitamin A meningkatkan pada keaadaan yang menyebabkan menurunnya kadar RBP (retinol – binding protein ) misalnya pada malnutrisi protein dan penyakit hati. Toksisitas vitamin A tergantung umur, dosis dan lama pemberian. Toksisitas pada dewasa jarang terjadi pada individu yang mengkonsumsi < 30 mg/hari, hipervitaminosis ringan dengan asupan sekitar 10mg/hari untuk 6 bulan. Pada bayi konsumsi vitamin A 7,5 – 15 mg/hari selama 30 hari sudah dapat menimbulkan toksisitas.
Tanda dan gejala awal hipertaminosis antara lain kulit kering dan gatal, deskuamasi kulit, dermatitis sekuamosa, gangguan pertumbuhan rambut, bibir pecah-pecah, nyeri tulang, hiperostosis, sakit kepala, anoreksia, lelah, iritabilitas, papiledema, hipoprotrombinemia, dan pendarahan. Pada bayi gejala awal meningkatnya tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol, dan muntah.
Pengobatan hipervitaminosis vitamin A  dengan menghentikan penggunaanya sebagian besar gejala hilang dalam 1 minggu, tetapi deskuamasi kulit dan hiperostosis dapat menetap pada beberapa bulan bahkan malforasi tulang dapat menetap. Intoksikasi akut vitamin A menimbulkan kantuk, iritabilitas, sakit kepala hebat akibat peningkatan tekanan intrakranial, pusing, muntah,  papiledema, hepatomegali dan setelah 24 jam dapat terjadi pengelupasan kulit.
6)      Teratogenesitas
Dosis berlebihan vitamin A menimbulkan malforasi pada SSP, mata, palatum dan saluran kemih. Dosis AKG tidak dianjurkan selama kehamilan normal.Deformitas pada bayi yang ibunya mendapat 25 ribu IU vitamin A segera sebelum dan beberapa bulan pertama kehamilan.
Kebutuhan manusia dianjurkan kebutuhan vitamin A untuk wanita 500 RE dan untuk pria 600 RE. (1 RE = 1 µg retinol, 6 µg ß-karoten, 3,33 IU aktivitas vitamin dari retinol, atau 10 IU aktivitas vitamin dari ß-karoten).
7)      Indikasi vitamin A
Vitamin A diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin A. Untuk pencegahan tambahan vitamin A dapat di anjurkan untuk kebeutuhan meningkat misal pada bayi. Retinol sejumlah 20.000 IU/hari selama satu atau dua bulan pada bayi atau anak sehat deengan  makanan yang baik mungkin dapat menimbulkan gejala keracunan. Tambahan vitamin A diperlikan untuk pasien steatore, obstruksi biliaris, sirosishepatis.Untuk suplementasi makanan umumnya diperlukan vitamin A 5.000 unit.
Defisiensi vitamin A dapat di atasi dengan pemberian vitamin A secara suntikan sebanyak 100.000 unit untuk 1 kali pemberian dilanjutkan dengan pemberian oral tambahan suntikan 20.000 unit tiap minggu dapat di anjurkan. Pemberian vitamin E dan vitamin A dapat meningkatkan efektivitas vitamin A dan mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya hipervitaminosis A.
Asam retinoad berperan baik pada patogenesis maupun pengobatan leukimia premielositik yang merupakan suatu bentuk leukimia akut.Secara invitro didapat asam retinoad mengatur pertumbuhan dan diperesiasi sel mieloid.
8)      Interaksi
Dosis besar Vitamin A sebaiknya dihindari pada pasien yang mendapat pengobatan antikoagulan, terkadang terlihat peningkatan respon hipoprotrombinemik terhadap warfarin.
9)      Patologi
Vitamin A terdapat dalam berbagai sediaan untuk penggunaan secara oral, suntikan, dan topikal. Untuk pemberian oral terdapat bentuk tablet, kapsul, atau larutan/sirup yang mengandung vitamin A saja ataupun dengan kombinasi vitamin lain. Absorbsi vitamin A dalam sediaan larutan air paling cepat dibandingkan untuk emulsi dan larutan minyak (paling lambat).Sediaan yang larut dalam minyak menyebabkan penimbunan dalam hati lebih banyak dibandingkan dengan sediaan dalam larutan air.
Vitamin A kapsul mengandung 3-15mg retinol (10.000-50.000 IU) per kapsul. Sediaan suntikan dalam bentuk larutan mengandung 50.000 IU vitamin A per mili dapat diberika secara IM untuk pasien malabsorbsi, mual, muntah, dan gangguan mata yang berat. Dosis lebih dari 25000 IU/hari hanya dapat diberikan pada pasien deferensiasi berat. Penggunaan oral lebih baik dari parenteral tetapi pemberian secara IM mungkin diperlukan untuk :terapi jangka pendek bila absorbsi sangat terganggu, adanya gangguan mata, bial penggunaan oral tidak memungkinkan.
Dosis pada devisiensi berat, pemberian IM pada orang dewasa dan anak berusia lebig dari 8 tahun : 50.000-100.1000 IU/hari selama 3 hari diikuti dengfan 50.00 IU/hari untuk 2 minggu. Pada anak 1-8 tahun diberikan dosis 5.000-15.000 IU/hari untuk 10 hari dan bayi 5.000-10.000 IU/hari untuk 10 hari. Dosis suplementasi tergantung makanan dan tidak melebihi AKG .
Tretinoin untuk penggunaan topikal dalam bentuk larutan 0,05%, krim 0,025-0,1%, gel 0,025-0.01%. sediaan ini bersifat oiritatif menyebabakan pengelupasan kulit.
Isotretinoin kapsul mengandung 10,20,40 mg isotrepinoin. Pengobatan acne biasanya dimulai dosis 0.5-1 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, maksimum 2 mg/kg .lama terapi biasanya 15-20 minggu, bila diperlukan dapat diulang denga interval 2 bulan.
Etretinat kapsul mengandung 10 dan 25 mg etretinat. Pengobatan prosiasis dosis awal biasanya 0,75 -1 mg/kg maksimum 1,5 mg/kg.

b.      Vitamin D
1)      Sejarah dan kimia
Vitamin D, senyawa yang larut dalam lemak, terbukti berguna untuk mencegah dan mengobati rakitis yaitu penyakit yang banyak terdapat pada anak, terutama di daerah yang kurang mendapat sinar matahari.Pada tahun 1920, mellanby dan Huldschinsky mendapatkan bahwa rakitis dapat di cegah ataupun dapat diobati dengan minyak ikan atau dengan sinar matahari yang cukup. Ternyata sterol yang terdapat pada hewan atau tumbuh-tumbuhan merupakan provitamin D yang dengan penyinaran ultraviolet akan diubah menjadi vitamin D (Syarif, 2007).
Provitamin yang terutama didapatkan pada jaringan hewan, ialah 7-dehidrokolesterol yang akan di ubah menjadi vitamin D3 (kolekalsiferol). Provitamin D yang terdapat pada ragi dan jamur ialah ergosterol yang akan diubah menjadi vitamin D2 (kalsiferol). Selain itu 7 – dehidrokolesterol juga di sintesis pada kulit (Syarif, 2007).
2)      Farmakodinamik
Vitamin D berperan dalam pengatur homeostatis kalsium plasma.Meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat melalui usus halus. Pengaturan kadar kalsium plasma, dipengaruhi juga oleh hormon paratiroid (HPT) dan kalsitonin (Syarif, 2007).
3)      Farmakokinetik
Absorpsi vitamin D melalui saluran cerna cukup baik.Vitamin D3 diabsorpsi lebih cepat dan sempurna. Gangguan fungsi hati, kandung empedu dan saluran cerna seperti steatore akan mengganggu absorpsi vitamin D. Disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh, untuk menjadi bentuk aktif harus dimetabolisme lebih dahulu melalui serangkaian proses hidroksilasi di ginjal dan hati. Ekskresi melalui empedu dan dalam jumlah kecil ditemukan dalam urine(Syarif, 2007).
Menurut Dewoto (2007), dalam sirkulasi, vitamin D diikat oleh α-globulin yang khusus dan selanjutnya disimpan pada lemak tubuh untuk waktu lama dengan masa paruh 19-25 jam. 25-hidroksikolekalsiferol (25-HCC) mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat sehingga masa penuh dapat mencapai 19 hari (Syarif, 2007).
4)      Defisiensi vitamin D
Pada defisisensi vitamin D terjadi penurunan kadar kalsium plasma, selanjutnya merangsang sekresi HPT yang berakibat meningkatnya resorpsi tulang. Pada bayi dan anak, hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan tulang yang dikenal sebagai penyakit rakitis.Pada orang dewasa, defisiensi vitamin D menyebabkan osteomalasia yang ditandai oleh berkurangnya densitas tulang, sedangkan deformitas tulang hanya terjadi pada kasus yang lanjut(Syarif, 2007).
5)      Hipervitaminosis D
Hipervitaminosis D dapat timbul akibat asupan vitamin D yang berlebihan.Gejala hipervitaminosis D berupa hiperkalasemia, kalsifikasi ektropik pada jaringan lunak (misalnya ginjal, pembuluh darah, jantung dan paru), anoreksia, mual, diare, sakit kepala, hipertensi, dan hiperkolesterolemia.Hipervitaminosis D diatasi dengan penghentian pemberian vitamin D, diet rendah kalsium, minum banyak dan pemakaian glukokortikoid untuk mengurangi absorpsi kalsium(Syarif, 2007).
6)      Sediaan dan indikasi
Vitamin D terdapat dalam beberapa macam bentuk sediaan, misalnya dalam minyak ikan yang biasanya juga mengandung vitamin A, dalam sediaan multivitamin, dalam sediaan yang mengandung campuran dengan kalsium dan sediaan yang hanya mengandung vitamin D saja(Syarif, 2007).
Selain untuk pencegahan dan pengobatan rakitis, vitamin D antara lain digunakan untuk osteomalasia, hipoparatiroidisme dan tetani infantil, dan untuk keadaan lain dengan alasan penggunaan yang belum atau tidak diketahui misalnya pada psoriasis, artritis dan Hay-fever. Vitamin D juga digunakan untuk hipofosfatemia pada pasien sindrom Fanconi dan pasien osteoporosis.Pemberian dosis besar vitamin D untuk pasien osteoporosis masih diragukan hasilnya dan dapat berbahaya(Syarif, 2007).

c.    Vitamin E
1)      Sejarah dan kimia
Pada tahun 1922, Evans dan Bishop menyatakan bahwa tikus betina membutuhkan bahan makanan penting untuk mempertahankan kehamilan. Kekurangan zat tersebut dapat menyebabkan kematian dan resorpsi janin, sedangkan pada tikus jantan dapat menyebabkan sterilitas.Karena itu vitamin E dahulu disebut juga vitamin antisterilitas, tetapi kemudian ternyata bahwa defisiensi vitamin E menimbulkan efek yang lebih luas. Vitamin E antara lain didapatkan pada telur, susu, daging, buah-buahan, kacang-kacangan dan sayur-sayuran misalnya selada dan bayam(Syarif, 2007).
2)      Farmakodinamik
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi kerusakan membrane biologis akibat radikal bebas.Vitamin E melindungi asam lemak tak jenuh pada membrane fosfolipid.Radikal peroksil bereaksi 1000 kali lebih cepat dengan vitamin E daripada dengan asam lemak tak jenuh dan membentuk radikal tokoferoksil. Radikal ini selanjutnya berinteraksi dengan antioksidan yang lain seperti vitamin C yang akan membentuk kembali tokoferol. Vitamin E juga penting untuk melindungi membrane sel darah merah yang kaya asam lemak tak jenuh ganda dari kerusakan akibat oksidasi.Vitamin ini berperan dalam melindungi lipoprotein dari LDL teroksidasi dalam sirkulasi.LDL teroksidasi ini memegang peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. Selain efek antioksidan, vitamin E juga berperan mengatur proliferasi sel otot polos pembuluh darah, menyebabkan vasodilatasi dan menghambat baik aktivasi trombosit maupun adhesi lekosit. Vitamin E juga melindungi beta-karoten dari oksidasi (Syarif, 2007).
3)      Farmakokinetik
Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran pencernaan. Beta – lipoprotein mengikat vitamin E dalam darah dan mendistribusikan ke semua jaringan. Kadar plasma sangat bervariasi diantara individu normal, dan berfluktuasi tergantung kadar lipid. Rasio vitamin E terhadap lipid total dalam plasma digunakan untuk memperkirakan status vitamin E. Nilai di bawah 0,8 mg/g menunjukkan keadaan defisiensi. Pada umumnya kadar tokoferol plasma lebih berhubungan dengan asupan dan gangguan absorpsi lemak pada usus halus daripada ada tidaknya penyakit. Vitamin E sukar melalui sawar plasenta sehingga bayi baru lahir hanya mempunyai kadar tokoferol plasma kurang lebih seperlima dari kadar tokoferol plasma ibunya. ASI mengandung alpha-tokoferol yang cukup bagi bayi.Ekskresi vitamin sebagian besar dilakukan dalam empedu secara lambat dan sisanya diekskresi melalui urin sebagai glukoronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain (Syarif, 2007).
4)      Defisiensi vitamin E
Vitamin E banyak terdapat pada makanan, maka defisiensi vitamin E biasanya lebih sering disebabkan oleh gangguan absorpsi misalnya steatore, obstruksi biliaris dan penyakit pankreas. Gejala defisiensi vitamin E antara lain anemia himolitik, degenerasi retina, kelemahan otot, miopatia, ataksia, dan gangguan neurologis (Syarif, 2007).
5)      Hipervitaminosis E
Pemakaian vitamin E dosis besar untuk waktu lama dapat menyebabkan kelemahan otot, gangguan reproduksi dan gangguan saluran cerna.Gejala-gejala ini hilang dalam beberapa minggu setelah asupan yang berlebihan dihentikan (Syarif, 2007).
6)      Indikasi dan Dosis
Penggunaan vitamin E hanya diindikasikan pada keadaan defisiensi yang dapat terlihat dari kadar serum yang rendah dan atau peningkatan fragilitas eritrosit terhadap hidrogen peroksida. Peran suplementasi vitamin E jangka panjang untuk memproteksi resiko infark miokard dan kematian karena penyakit jantung koroner masih diragukan/kontradiktif (Syarif, 2007).

d.      Vitamin K
Vitamin K ( koagulation vitamin ) merupakan vitamin yang larut dalam lemak.
Dikenal 3 macam vitamin K alam, yaitu :
(1)   Vitamin K1 ( filokuinolon / fitonadion ).
Digunakan unutuk pengobatan , terdapat pada kloroplas sayuran berwarna hijau dan buah-buahan.
(2)   Vitamin K2 ( senyawa menakuinolon ).
Disintesis oleh bakteri usus terutama oleh bakteri Garm positif.
(3)   Vitamin K sintetik ( Vitamin K3 ( menadion ) )
Merupakan derivat naftakuinon, dengan aktivitas yang mendekati vitamin K alam.Derivatnya yang larut dalam air, menadion natrium difosfat, di dalam tubuh diubah menjadi menadion.
1)      Farmakodinamik
Pada orang normal vitamin K mempunyai aktivitas farmakodinamik, tetapi pada pasien difesiensi vitamin K, vitamin ini berguna meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah yaitu protrombin, faktor VII ( prokonvortin ), faktor IX (faktor chrismast) dan faktor X (faktor stuart) yang berlangsung dihati.
Vitamin K merupakan suatu kofaktor enzim mikrosom hati yang penting untuk mengaktivasi prekusor faktor pembekuan darah, dengan mengubah residu asam glutamat dekat amino terminal tiap prekusor menjadi residu y-karboksilglutamil. Pembekuan asam amino baru yaitu asam y-karboksilglutamat, protein tersebut mengikat ion kalsium (Ca2+) dan dapat terikat pada permukaan fosfolipid. Perubahan tersebut diperlukan untuk rangkain tahapan selanjutnmya pembekuan darah. Vitamin K hidrokuinon merupakan bentuk aktif vitamin K. Selain daripada faktor lain pembekuan darah, yang vitamin k dependent karboksiglutamat juga didapatkan pada berbagai protein antara lain pada osteocalcin tulang yang diekskresi oleh osteoblas. Sintesis osteocalcin diatur oleh kalsitriol dan kadarnya tergantung pada turnover rate tulang.
2)   Kebutuhan manusia
Jumlah kebutuhan manusia akan vitamin K tidak diketahui belum jelas,  tetapi rupanya kebutuhan tersebut sangat kecil. Pada orang dewasa sehat,  kebutuhan akan vitamin K biasanya sudah terpenuhi dari makanan dan hasil sintesis oleh bakteri usus. Sintesis vitamin K oleh bakteri usus sekitar  50%dari kebutuhan vitamin K perhari.
3)      Defisiensi Vitamin K
Defisiensi vitamin K menyebabkan hipoprotrombinemia dan menurunnya pada beberapa faktor pembekuan darah , sehingga waktu pembekuan darah memanjang dan dapat terjadi perdarahan spontan seperti: ekimosis, epistaksis, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan intrakranial, perdarahan pasca bedah dan kadang – kadang hemoptisis.
4)      Intoksikasi
Filokuinon dan menakuinon tidak toksik pada hewan meskipun bila diberikan 500 kali AKG. Pemberian filokuinon secara intravena yang terlalu cepat dapat menyebabkan kemerahan pada muka, berkeringat, bronkospasme dan sianosis, sakit pada dada dan kadang-kadang dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi belum diketahui dengan jelas apakah memang disebabkan oleh vitamin K atau bahan lain yang terdapat pada sediaan tersebut.
Menadion bersifat iritatif pada kulit dan saluran nafas.Larutan menadion menyebabkan kulit melepuh.Pada bayi terutama bayi prematur, menadion dan derivatnya dapat menyebabkan anemia hemolitik, hiperbilirubenemia dan ikterus.Menadion menimbulkan hemolisis pada pasien yang eritrositnya kurang mengandung glukosa-6-fosfat-dihidrogenase. Berdasarkan efek toksiknya menadion tidak dianjurkan lagin untuk digunakan.
5)      Farmakokinetik
Absorpsi vitamin K melalui usus sangat tergantung dari kelarutannya. Absorpsi filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung baik bila terdapat garam – garam empedu, sedangkan menadion dan derivatnya yang larut air dapat diabsorpsi walaupun tidak ada empedu. Berbeda dengan filokuinon dan menakuinon yang harus melalui saluran limfe lebih dahulu, menadion dan derivatnya yang larut air dapat langsung masuk kesirkulasi darah.Vitamin K alam dan sintetik diabsorpsi dengan mudah setelah penyuntikan intramuscular. Bila terdapat gangguan absorpsi vitamin K akan terjadi hipoprotrombinemia setelah beberapa minggu, sebab persediaan vitamin K didalam tubuh hanya sedikit.
Metabolisme vitamin K di dalam tubuh titdak banyak diketahui. Pada empedu dan protein hampir tidak ditemukan bentuk bebas, sebagian besar dikonjugasi dengan asam glukuronat.Pemakaian antibiotik sangat mengurangi jumlah vitamin K dalam tinja, yang terutama merupakan hasil sintesis bakteri usus.
6)      Sediaan dan Indikasi
Tablet fitonadion (vitamin K1) 5mg. Emulsi fitonadion yang mengandung 2 atau 10mg/ml, untuk parenteral.
Tablet menadion 2,5 dan 10mg. Larutan menadion dalam minyak yang mengandung 2, 10 dan 25mg/ml untuk pemakaian intramuskular. Tablet menadion natrium bisulfit 5mg. Larutan menadion natrium bisulfit yang mengandung 5 dan 10mg/ml untuk pemakaian parenteral.
Tablet menadiol natrium difosfat 5mg. Larutan menadiol natrium difosfat yang mengandung 5 dan 10 mg/ml untuk pemakaian parenteral.
Vitamin K berguna untukl mencegah atau mengatasi pendarahan akibat defisiensi vitamin K. Defisiensi vitamin K dapat terjadi akibat gangguan absorbsi vitamin K, berkurangnya bakteri yang mensintesis vitamin K pada usus dan pemakaian antikoagulan tertentu yang dapat mempengaruhi aktifitas vitamin K. Defisisensi vitamin K akibat asupan yang tidak mencukupi jarang terjadi, karena vitamin K terdapat pada banyak jenis makanan dan di sintesis oleh bakteri usus. Gangguan absorbsi vitamin K dapat terjadi pada penyakit abstruksi billianis dan gangguan usus seperti sariawan, enteritis, enterokoitis dan reseksi usus.Pemakaian obat seperti antibiotik dan sulfonamid untuk waktu lama dapat mengurangi bakteri yang mensintesis vitamin K di usus.
Pada bayi baru lahir hipoprotrombinemia dapat terjadi terutama karena belum adanya bakteri yang mensintesis vitamin K diusus dan tidak adanya depot vitamin K. Karena itu di anjurkan untuk memberikan profilaksus vitamin K secara rutin pada bayi yang baru dilahirkan. Filokuinon rupanya kurang toksik merupakan obat terpilih untuk tindakan pencegahan tersebut dan dibiarkan sejumlah 0,5-1 mg IM atau IV segera setelah bayi dilahirkan. Dosis ini dapat ditambah atau diulangi setelah 1 minggu bila si ibu mendapat pengobatan antikoagulan atau antikonfulsi, atau bila terdapat kencenderungan timbulnya perdarahan. Tindakan pencegahan dilakukan juga pada bayi prematur atau bayi aterm yang dilahirkan dengan bantuan forseps atau ekstrasi vacum, dan diberikan dengan dosis 2,5 mg untuk 3 hari berturut-turut. Untuk pengobatan pendarahan pada bayi dapat diberikan 1 mg IM atau IV bila perlu dapat diulangi setelah 8 jam.
Antikoagulan, misalnya derivat kumarin, menggadakan hambatan bersaing dengan vitamin K sehingga menyebabkan hipoprotrombinemia dan perdarahan.Hipoprotrombinemia berat dan perdarahan dapat diatasi dengan vitamin K dalam beberapa jam, dalam hal ini filokuinon jauh lebih efektif dari pada menadion dan derivatnya.Keadaan yang ringan diatasi dengan menghentikan atau megurangi dosis anti koagulan tersebut, atau dengan pemberian dosis tunggal 1-5mg filokuinon. Bila perdarahan hebat diperlukan 20-40 mg filokuinon di berikan dengan segera disamping transfusi darah segar. Bila perlu setelah 4 jam diberikan lagi filokuinon lagi.
Vitamin K mungkin bermanfaat pada hipoprotrombinemia yang disebabkan oleh pemakaian salisilat dosis besar, racun ular yang menganinaktivasi protrombin atau asupan vitamin A yang berlebihan.
Pada penyakit hepatoselular, misalnya hepatitis dan sesoris hati, dapat terjadi hipoprotrombinemia karena sel hati tidak dapat membentuk faktor-fator pembekuan darah. Pada keadaan ini pemberian vitamin K tidak akan memberikan hasil yang baik, bahkan dosis yang besar pada hepatitis dan serosis hati yang berat dapat memperberat hipoprotrombinemia. Dengan memanfaatkan respon hipoprotrombinemia, pemberian vitamin K parenteral dapat digunakan untuk membedakan ikterus akibat abstruksi biliaris atau akibat penyakit hepatoselular.

C.      Mineral yang Dibutuhkan dalam Jumlah Relatif Banyak
Mineral yang banyak dibutuhkan antara lain (Syarif, 2007):
1.    Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak didapatkan didalam tubuh. Untuk absorpsinya diperlukan vitamin D. Kebutuhan kalsium meningkat pada masa pertumbuhan, selama laktasi dan pada wanita pasca menopause. Bayi yang mendapat susu buatan merupakan tambahan kalsium. Selain itu asupan kalsium juga ditingkatkan bila makanan banyak mengandung protein dan atau fosfor. Banyak peneliti yang menganjurkan asupan sekitar 1,2 g/hari untuk pasien alkoholik, sindrom malabsorpsi dan pasien-pasien yang mendapat kortikosteroid, isoniazid, tetrasiklin atau antacid yang mengandung aluminium.

2.    Fosfor
Mineral ini terlibat dalam penggunaan vitamin B kompleks didalam tubuh. Fosfor terdapat pada semua jaringan tubuh dan didalam tulang gigi didapatkan dalam jumlah yang hampir sama dengan kalsium. Fosfor sangat penting sebagai buffer cairan tubuh.Lemak, protein, karbohidrat, dan berbagai enzim yang berperan dalam transfer energi mengandung mineral ini.Makanan dengan komposisi yang baik sudah mengandung fosfor yang cukup.Perbandingan kandungan kalsium dan fosfor dalam makanan dianjurkan 1:1.Pada orang dewasa defisiensi umumnya tidak terjadi kecuali pada alkoholisme, penggunaan antacid yang tidak dapat diabsorpsi untuk jangka lama, muntah berkepanjangan, pasien penyakit hati atau hiperparatiroidisme.

3.    Magnesium
Magnesium mengaktivasi banyak system enzim (misalnya alkali fosfatase, leusin aminopeptidase) dan merupakan kofaktor yang penting pada fosforilasi oksidatif, pengaturan suhu tubuh, kontraktilitas otot dan kepekaan saraf. Pada orang sehat dengan makanan yang bervariasi defisiensi magnesium jarang terjadi. Kebutuhan akan magnesium tergantung pada jumlah protein, kalsium, dan fosfor yang dimakan.
Hipomagnesemia meningkatkan kepekaan saraf dan transmisi neuromuscular.Pada keadaan defisiensi berat mengakibatkan tetani dan konvulsi. Hipomagnesemia dapat terjadi pada pasien alkoholik, kwashiorkor, tetani infantil, diabetes, sindrom malabsorpsi, hiper atau hipoparatiroidisme, penyakit ginjal, selama terapi diuretic, pada pasien yang hanya mendapat makanan parenteral pascabedah.
Hipermagnesemia menyebabkan vasodilatasi perifer dan hilangnya refleks tendon, mempunyai efek seperti kurarepada sambungan saraf-otot dan menghambat penglepasan katekolamin dari kelenjar adrenal. Kegagalan pernafasan dan henti jantung dapat terjadi setelah dosis sangat besar.

4.    Kalium
Perbedaan kadar kalium (kation utama dalam cairan intrasel) dan natium (kation utama dalam cairan ekstrasel) mengatur kepekaan sel, konduksi impuls saraf dan keseimbangan dan volume cairan tubuh.
Meskipun defisiensi jarang terjadi pada individu yang mendapat makanan yang cukup, hipokalemia dapat terjadi pada anak-anak yang makanannya tidak mengandung protein.Penyebab hipokalemia yangpaling sering adaah terapi diuretic terutama tiazid. Penyebab lain hipokalemia adalah diare yang berkepanjangan terutama pada anak, hiperaldosteronisme, terapi cairan parental yang tidak tepat atau tidak mencukupi, penggunaan kortikosteroid atau laksan jangka lama. Aritmia jantung dan gangguan neuromuskularmerupakan akibat hipokalemia yang paling berbahaya.
Hiperkalemia paling sering disebabkan ekskresi kalium oleh ginjal yang dapat terjadi  pada pasien dengan insufisiensi korteks adrenal, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik terminal, atau penggunaan antagonis aldosteron. Aritmia jantung dan gangguan konduksi merupakan gejala sisa yang paling berbahaya. Manifestasi lain hiperkalemia termasuk kelemahan parestesia.

5.    Natrium
Natrium penting untuk membantu mempertahankan volume cairan tubuh. Kadarnya dalam cairan tubuh diatur oleh mekanismer homestatik. Banyak yang mengkonsumsi natrium melebihi dari yang dibutuhkan.  Pembatasan natrium seringkali dianjurkan pada pasien gagal jantung kongesif, sirosis hati dan hipertensi. Asupan yang kurang dari normal yang dimulai sejak masa kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa dapat membantu pencegahan hipertensi pada individu tertentu. Akan tetapi pembatasan natrium pada wanita sehat selama kehamilan tidak dianjurkan.
Hipernatremia jarang ditemui pada individu sehat tetapi dapat terjadi pada setelah diare atau muntah yang lama terutama pada bayi, pada gangguan ginjal fibrosis kistik atau insufisiensi korteks adrenal, atau pada penggunaan diuretik tiazid. Keringat yang berlebihan dapat mengakibatkan kehilangan natrium yang banyak dan perlu diganti dalam bentuk air dan NaCl.

6.    Klorida
Klorida merupakan anion yang paling penting dalam mempertahankan keseimbangan elektrolit. Alkalosis metabolik hipokloremik dapat terjadi setelah muntah yang lama atau penggunaan diuretic yang berlebihan. Kehilangan klorida berlebihan dapat menyertai natrium berlebihan. Kemungkinan terjadinya hiperkalemia perlu dipertimbangkan bila terpaksa menggunakan KCl sebagai pengganti klorida yang hilang.

7.    Sulfur
Beberapa asam amino, tiamin dan mengandung sulfur. Meskipun sulfur asensial untuk manusia fungsinya yang tepat selain sebagai komponen tersebut diatas tidak diketahui. Demikian pula sampai saat ini belum diketahui kebutuhanya perhari.

D.   Unsur Hara (Trace Elements)
Unsur hara yang penting antara lain (Syarif, 2007):
1.    Fluor
Fluor terdapat pada gigi dan bermanfaat untuk menurunkan insidens karies dentis terutama pada anak.Selain itu fluor juga membantu retensi kalsium pada tulang.Akan tetapi bukti-bukti yang menunjukkan bahwa suplementasi fluor bermanfaat untuk mencegah atau memperbaiki penyakit tulang seperti osteoporosis masiv controversial.
Fluoridasi air minum dengan kadar optimum 0,7-1,2 ppm merupakan cara yang paling efisien dan ekonomis untuk menjamin asupan fluor yang cukup. Dengan fluoridasi air minum dan penggunaaan pasta gigi yang mengandung fluor maka prevalensi karies dentis menurun 30%-60% pada 20 tahun terakhir ini. Suplementasi fluor hanya dibutuhkan bila kandungan dalam air minum kurang dari 0,7 ppm dan dosis yang di perlukan tergantung dari kandungan fluor dalam air tersebut (Tabel 49-2)
Toksisitas menahun (fluorosis) biasanya akibat pajanan jangka lama dengan insektisida atau debu industri atau meminum air yang mengandung fluor >4 ppm untuk jangka lama.Fluorosis gigi (Mottled enamel) dapat terjadi pada gigi yang sedang tumbuh dan pada orang yang lebih tua dapat menyebabkan osteomalasia dan osteosklerosis.Gangguan yang nyata pada gigi dan tulang terjadi bila air mengandung fluor lebih dari 8 ppm atau akibat konbinasi suplementasi dan asupan fluor melalui air.
Tabel DOSIS SUPLEMENTASI FLUOR (MG ION FLUOR/HARI) DIDASARKAN PADA KANDUNGAN FLUOR DALAM AIR MINUM.
Umur (th)
Kadar fluor dalam air (ppm)
< 0,3
0,3 – 0,7
>  0,7
Lahir -2
0,25
0
0
2-3
0,50
0,25
0
3-13
1,00
0,50
0
*dari Accepted Dental Therapeutics 1984

2.      Seng (Zn)
Zn merupakan kofaktor lebih dari 100 enzim dan penting untuk metabolisme asam nukleat dan sintesis protein.mineral ini diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi dan maturasi alat kelamin, nafsu makandan ketajaman rasa, serta penyembuhan luka.
Absorpsi Zn dipercepat oleh ligand berat molekul rendah yang berasal dari pancreas.Kurang lebih 20-30% Zn per oral diabsopsi terutama pada duodenum dan usus halus bagian proksimal.Jumlah Zn yang di absorpsi tergantung pada berbagai faktor termasuk sumbernya.Zn yang berasal dari hewan umumnya diabsorpsi lebih baik dari pada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.Mungkin hal ini disebabkan oleh adanya fitat dan serat tumbuhan yang mengikat Zn pada usus sehingga tidak dapat di absorpsi. Fosfat, besi, Cu, Pb, Kadmium dan Kalsium juga menghambat absorpsi Zn sebaliknya absopsi Zn ditingkatkan pada masa kehamilan, oleh kortikostreroid  dan endotoksin.
Zn didistribusi keseluruh tubuh dan kadar tertinggi didapatkan pada koroid mata. Spermatozoa, rambut, kuku, tulang dan prostat. Didalam plasma sebagian besar Zn terikat pada protein terutama pada albumin , α-2-makroglobulin dan transferin. ASI mengandung 3mg/L pada saat setelah melahirkan, tetapi selanjutnya menurun.
Ekskresinya terutama melalui feses sejumlah kurang lebih 2/3 dari asupan Zn. Hanya sekitar 2% diekskresi melalui urin.Kehilangan Zn dalam jumlah besar dapat terjadi akibat diare atau keluarnya cairan dari fistura.
Defisiensi Zn dapat terjadi akibat asupan yang tidak cukup misanya pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis dan gizi buruk; absorpsi yang kurang misalnya pada sindrom malabsorpsi, fibrosis kistik; meningkatkan ekskresi Zn misalnya pada anemia sickle cell, luka bakar yang luas, fistura yang mengeluarkan cairan;atau pada pasien dengan gangguan metabolisme bawaan misalnya akrodermatitis enteropatik. Defisiensi Zn pada ibu hamil mungkin dapat menimbulkan efek teratogenik, karena malformasi dan gangguan tingkah laku terjadi pada janin hewan coba.
   Manifestasi kulit akibat defisiensi Zn yang mirip dengan akrodermatitis enteropatik dilaporkan terjadi setelah pemberian makanan parenteral jangka panjang.Oleh karena itu pasien yang mendapat seluruh makanan secara parenteral selama kurang lebih satu bulan harus mendapat tambahan Zn. Bila sumber makanan satu-satunya dalam makanan formula maka perlu diberikan Zn 100% AKG.
   Disfungsi kelamin dan impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal kadang-kadang sebagian dapat diatasi dengan pemberian Zn. Selama dialisis ZnCl2 mungkin dapat ditambahkan pada dialisat dengan jumlah yang cukup (400µg/L) untuk mempertahankan kadar plasma 100-150 mg/dL.
Bukti yang menunjukan bahwa Zn dapat mempercepat penyembuhan luka atau tukak kronik masih controversial.Percepatan penyembuhan luka setelah penggunaan Zn mungkin terjadi hanya pada pasien yang mengalami defisiensi. Banyak pasien rawat-inap dan usia lanjut mengalami defisensi Zn yang sangat ringan, untuk mereka tambahan Zn mungkin bermanfaat bila mengalami penyembuhan luka yang lambat.
   Zn mempunyai batas keamaan yang relative lebar. Dengan dosis 1mg/kg/hari untuk mengobati defisiensi hampir tidak menimbulkan efek samping, meskipun dosis berlebihan jangka lama tidak dianjurkan.Kadar Zn yang tinggi dapat menghambat respons imun dengan menghambat migrasi neutrofil dan mengakibatkan terjadinya akumulasi. Asupan Zn yang berlebihan juga dapat menyebabkan defisiensi Cu besi, karena dapat mempengaruhi absorpsi dan penggunaanya serta dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala,menggigil, demam, malaise, dan nyeri abdomen.

3.      Selenium
Selenium merupakan unsure enzim glutation peroksidase yang terdapat pada sebagian besar jaringan tubuh.Dan hal ini menerangkan sebagian aktivitas biologik yang ditimbulkannya.Selain itu terdapat hubungan erat antara vitamin E dan selenium.
Bukti yang menunjukan bahwa selenium merupakan mineral yang penting untuk manusia terlihat pada penelitian penyakit Keshan yaitu kardiomiopati yang fatal, yang terjadi pada anak dan wanita muda di Cina. Insidens penyakit ini ternyata tinggi pada anak-anak yang hidup didaerah dimana kadar selenium pada makanan utamanya rendah. Dengan tambahan selenium secara masal maka praktis penyakit tersebut tidak terjadi.Kardiomiopati sejenis juga ditemukan pada beberapa pasien yang mendapat makanan parenteral jangka panjang, mungkin sekurang-kurangnya sebagian hal ini disebabkan oleh defisiensi selenium.Akan tetapi masih diperlukan informasi lebih lanjut mengenai kebutuhannya.
Diperkirakan asupan selenium melalui makanan telah mencukupi kebutuhan. Selenium 0,05-0,2 mg/hari nampaknya aman untuk orang dewasa. Penggunaannyauntuk memperpanjang hidup atau pencegahan kanker dan penyakit jantung iskemik tidak disokong oleh data yang ada.Selenium dosis yang besar bersifat toksis dan dapat menyebabkan alopesia, lepasnya kuku, lemas, mual, dan muntah.

4.      Yodium
Yodium merupakan bagian dari hormon tiroid: tetrayodotironin (tiroksin) dan triyodotironin. Keadaan defisien mengakibatkan terjadinya hyperplasia dan hipertrofi kelenjar tiroid (goiter endemik).Penyakit ini terjadi didaerah dimana tanahnya kurang mengandung yodium dan sering terjadi sebelum tersedianya garam meja beryodium.Garam beryodium merupakan sumber yodium yang murah dan efisien.Selain itu yodium juga banyak didapatkan pada makanan laut.
Mineral ini dibutuhkan jumlah 100-300µg/hari dan sampai dengan 1mg/hari mungkin dapat dikonsumsi dengan aman.Kebutuhan meningkatkan pada anak yang sedang tumbuh dan wanita pada masa hamil dan laktasi. Akan tetapi penggunaan jumlah besar jangka lama selama kehamilan mengakibatkan pembesaran tiroid neunatus,hipotiroidisme atau kretinisme.
Manifestasi instoksikasi yodium akut terlihat pada kelenjar tiroid, kelenjar saliva, mata, dan dapat menyebabkan edema, demam, konjungtivitis.Edema laring dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas yang bisa fatal.Reaksi lokal pada saluran cerna seperti nyeri abdomen, muntah dan diare yang kadang-kadang berdarah dapat terjadi dan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan syok.
Instoksikasi kronik yodium lebih sering terjadi.Sensitivitas terhadap yodium bervariasi antar individu, dan yodium 6mg atau lebih per hari dapat menghambat aktivitas tiroid dan megakibatkan terjadinya hipotirodisme. Gejala yang timbul antara lain reaksi hipersensitivitas misalnya ruam kulit dan dermatosif, mual, edema muka dan mata, sakit kepala, batuk, dan iritasi mata.

5.      Kromium
Kromium trivalent berperan sebagai konfaktor untuk insulin dan karena itu berperan pada penggunaan glukosa secara normal dalam tubuh.Kromium untuk organic terdapat pada kompleks dinikotino-glutation pada makanan tampaknya diabsorpsi lebih baik daripada bentuk anorganik.
Defisiensi pernah dilaporkan pada pasien yang mendapat makanan secara parenteral selama 5 bulan – 3 tahun.Pasie-pasien tersebut mengalami neuropati perifer dan atau ensefalopati yang membaik dengan penggunaan kromium 150µg/hari.Gejala defisiensi seperti diabetes dengan gangguan penggunaan glukosa.Akan tetapi pada orang normal tambahan kromium tidak menimbulkan efek hipoglikemik.
6.      Mangan
Mineral ini terdapat pada mitokondria sel, terdapat terutama pada kelenjar hipofisis, hati, pancreas, ginjal dan tulang.Mangan mempengaruhi sintesis monosakarida, menstimulasi kolesterol hati dan asam lemak, dan merupakan konfaktor banyak enzim seperti arginase dan alkali fosfatase dihati.Banyak jenis makanan mengandung mangan dalam jumlah besar.Pada orang dewasa asupan jumlah 2-5mg aman dan cukup jumlahnya.Bila makanan hanya diberi secara parenteral unutk jangka lama maka diperlukan suplemantasi mangan.
Pada daerah tambang dan industry dapat terjadi instoksikasi mangan menahan akibat inhalasi mangan. Gejala parkinso dapat  timbul dan berlanjut kecuali bila mangan dihindarkan. Rigiditas dan distonia dapat diatasi dengan levodopa.

7.      Molibden
Molibden merupakan konstituen penting dari banyak enzim.Mineral ini diabsorpsi baik dan terdapat dalam tulang, hati, ginjal. Defisien jarang terjadi molibden 0,15-0,5 mg/hari diperkirakan cukup dan aman untuk orang dewasa dan nampaknya dapat dipenuhi oleh makanan sehari-hari.
Asupan sebesar 10-15 mg/hari disertai dengan gejala seperti pirai, sedangkan kelebihan ringan mungkin disertai dengan keluarnya Cu secara bermakna melalui urin.





BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan dari pemaparan makalah ini yaitu :
(1)   Vitamin (bahasa Inggris: vital amine, vitamin) adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme, yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh.
(2)   Vitamin berdasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan vitamin B Kompleks) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).
(3)   Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relative banyak antara lain kalsium, fosfor, magnesium, kalium, natrium, klorida dan sulfur.
(4)   Unsur hara (Trace Elements) yang dibutuhkan tubuh antara lain fluor, selenium, yodium, kromium, mangan dan molibden.
(5)   Kekurangan atau kelebihan vitamin, mineral dan unsur hara dapat menimbulkan dampak tidak baik untuk tubuh sehingga setiap orang harus memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) yang didasarkan pada patokan berat badan untuk masing – masing kelompok umur dan jenis kelamin.

B.  Saran
Saran yang dapat penulis ajukan melalui makalah singkat ini ialah agar proses pembelajaran berjalan lancer. Setiap individu seharusnya mengetahui AKG tubuhnya agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan asupan vitamin.

                                                                                                                                                               



DAFTAR PUSTAKA

Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga, jakarta.
Girindra A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
Lal, H. 2000. Biochemistry for Dental Students. CBS Publishers and Distributor, New Delhi.
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Mulyono HAM. 2005. Kamus Kimia. Bumi Aksara, Jakarta.
Pujiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Sirajuddin, S. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat AIPTKMI Regional Indonesia Timur UNHAS, Makassar.
Sulaiman, A.H.1995. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan.
Syarif, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal 769 – 793.











LAMPIRAN



















Tabel Kebutuhan Vitamin

No comments:

Post a Comment