Monday, February 20, 2017

MAKALAH FARMAKOTERAPI GASTROINTESTINAL - DISPEPSIA

DISPEPSIA

A.    Pengertian Dispepsia
Dispepsia dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit perut dibagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Definisi lain didpepsia adalah tiap bentuk rasa tidak enak baik episodik maupun persisten yang diduga berasal dari saluran gastrointestinal, khususnya bagian atas, Dispepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik.
B.     Macam – Macam Dispepsia
Dispepsia terdiri atas :
1.      Dispepsia organik, yaitu terdapatnya kelainan organik sebagai penyebab dispepsia seperti refluks gastroesofageal, tukak peptik dan karsinoma lambung.
2.      Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau disebut juga dispepsia non ulkus (DNU).
Berdasarkan keluhannya dispepsia dibagi menjadi beberapa tipe yaitu : 
1.      Dispepsia tipe refluks, dimana keluhannya khas berupa rasa tidak enak dan terbakar didaerah abdomen atas
2.      Dispepsia tipe dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), gejala dan keluhannya berupa penumpukan gas, kembung, rasa penuh, cepat kenyang, mual dan muntah.
3.      Dispepsia tipe ulkus (ulcus-like dyspepsia), gejalanya menyerupai tukak peptik, serangan nyeri hilang timbul
4.      Dispepsia Tipe aerofagia, keluhannya berupa kembung, bersendawa dan penderita tampak sering melakukan gerakan menelan dan meneguk udara. Timbul keluhan paling sering setelah makan.
5.      Dispepsia tipe idiopatik, gambarannya tidak khas seperti keempat tipe diatas.

C.    Penyebab Dispepsia
1.      Obat-obatan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine, Theophiline.
2.      Makanan 
a)      Alergi  pada makanan tertentu seperti : buah – buahan yang mengandung asam, susu sapi, putih telur, kacang, ikan laut, dll.
b)      Non-alergi seperti produk dari alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein, dll. bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit, nitrat, dll. 
3.      Kelainan Struktural
Disebabkan adanya kelainan atau adanya penyakit speerti : Penyakit esophagus, penyakit gaster dan duodenum, penyakit saluran empedu, penyakit pancreas, penyakit usus. Penyakit metabolik / sistemik seperti :Tuberculosis, Gagal ginjal, Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar, Diabetes melitius , Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid, Ketidakseimbangan elektrolit, Penyakit jantung kongestif, penyakit Jantung Iskemik, penyakit kolagen

D.    DIAGNOSIS 
Berupa pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi thyroid dll, ddapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, CT scan dan yang lainnya.

E.     TERAPI DISPEPSIA
1.      Terapi Farmakologi
a)      Antasid
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat didalam antacid adalah Na Bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisilikat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan terus menerus, sifatnya hanya sistematis untuk mengurangi rasa nyeri.
Antasid mempunyai durasi yang singkat, membutuhkan pemberian berulang – ulang dalam sehari untuk menghasilkan penetralan asam yang terus menerus. Pemberiannya sesudah makan dan pada saat akan tidur.
b)      Antagonis reseptor H2
Ransangan reseptor H2 akan memicu eksresi asam lambung, antagnis berfungsi dalam menghambat proses ini. Contoh obatnya adalah :  Ranitidin, Simetidin, Famotidin dan Nizatidin ) biasanya diberikan dalam dosis standar 2 x sehari.


c)      Penghambat pompa proton
PPI menghambat sekresi lambung dengan cara menghambat H / K + ATPase yang ada dalam sel parietal lambung yang menimbulkan efek anti sekresi yang kuat dan tahan lama. PPI terurai dalam lingkungan asam oleh karena itu PPI diformulasi dalam bentuk kapsul atau tablet lepas lambat. Contoh obatnya : omeprazol, esomeprazol dan lansoprazol. Pasien disarankan untuk menggunakan PPI oral pada pagi hari sekitar 15 – 30 menit sebelum sarapan untuk mencapai hasil yang maksimal, karena obat ini hanya menghambat pompa proton yang diaktifkan.
d)     Stimulan Motilitas
Metoklopramida dan domperidon bermanfaat untuk pengobatan dyspepsia non tukak. Kedua obat tersebut bermanfaat untuk mengatasi mual dan muntah non spesifik.
e)      Pelindung Mukosa / Sitoprotektif
Sukralfat  adalah garam aluminium dari sucrose sulfat yang bekerja lokal pada T raiktus gastro intestinal  dan hamper tidak diabsorpsi, membentuk suatu rintangan sitoprotektif pada sisi ulkus sehingga menahan degradasi oleh asam dan pepsin.
Sukralfate bekerja dengan 3 cara :
·         Membentuk suatu kompleks kimiawi pada sisi ulkus dan menghasilkan suatu rintangan pelindung.
·         Menghambat kerja dari asam, pepsin dan empedu secara langsung
·         Memblok diffusi asam lambung melintasi rintangan mukosa.

2.      Terapi Non – Farmakologi
Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain, bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan), menghindari stress, stop merokok & alkohol,kafein (stimulan asam lambung), makanan dan minuman soda, sebaiknya dihindari makan malam.

Ranitidin
·         Ranitidine 25 mg/mL injeksi (1 box berisi 10 ampul @ 2 mL),
·         Ranitidine 150 mg tablet (1 box berisi 10 strip @ 10 tablet).

Farmakologi
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8 jam. 
Ranitidin diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidin diekskresi melalui urin.

Indikasi
·         Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.
·         Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari, tukak lambung.
·         Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal : sindroma Zollinger Ellison dan mastositosis sistemik).
·         Ranitidin injeksi diindikasikan untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus 12 jari yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi Ranitidin oral.

Dosis
1.      Ranitidin injeksi
·         Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.
·         Injeksi i.v. : Intermittent
Intermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50 mg dalam larutan NaCl 0,9% atau larutan injeksi i.v. lain yang cocok sampai diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/mL (total volume 20 mL). Kecepatan injeksi tidak lebih dari 4 mL/menit (dengan waktu 5 menit).
Intermittent infusion : 50 mg (2 mL) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50 mg dalam larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 0,5 mg/mL (total volume 100 mL).
·         Kecepatan infus tidak lebih dari 5 – 7 mL/menit (dengan waktu 15 – 20 menit).
Infus kontinyu : 150 mg Ranitidin diencerkan dalam 250 mL dekstrosa atau larutan i.v. lain yang cocok dan diinfuskan dengan kecepatan 6,25 mg/jam selama 24 jam. Untuk penderita sindrom Zollinger-Ellison atau hipersekretori lain, Ranitidin injeksi harus diencerkan dengan larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain yang cocok sehingga diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/mL. Kecepatan infus dimulai 1 mg/kg BB/jam dan harus disesuaikan dengan keadaan penderita.
2.      Ranitidin oral
150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sekali sehari sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4 – 8 minggu.
·         Tukak lambung aktif 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) selama 2 minggu.
·         Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12 jari dan tukak lambung Dewasa : 150 mg, malam hari sebelum tidur.
·         Keadaan hipersekresi patologis (Zollinger - Ellison, mastositosis sistemik) Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari dengan lama pengobatan ditentukan oleh dokter berdasarkan gejala klinik yang ada. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing penderita. Dosis hingga 6 g sehari dapat diberikan pada penyakit yang berat.
·         Refluks gastroesofagitis Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari.
·         Esofagitis erosif Dewasa : 150 mg, 4 kali sehari.
·         Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosif Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari.
·         Dosis pada penderita gangguan fungsi ginjal. Bila bersihan kreatinin < 50 mL / menit: 150 mg / 24 jam. Bila perlu dosis dapat ditingkatkan secara hati-hati setiap 12 jam atau kurang tergantung kondisi penderita. Hemodialisis menurunkan kadar Ranitidin yang terdistribusi.
                               


Efek Samping
1.      Sakit kepala
2.      Susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise, pusing, mengantuk, insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi.
3.      Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia, bradikardia, atrioventricular block, premature ventricular beats.
4.      Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut. Jarang dilaporkan : pankreatitis.
5.      Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artralgia dan mialgia.
6.      Hematologik : leukopenia, granulositopenia, pansitopenia, trombositopenia (pada beberapa penderita). Kasus jarang terjadi seperti agranulositopenia, trombositopenia, anemia aplastik pernah dilaporkan.
7.      Lain-lain, kasus hipersensitivitas yang jarang (contoh : bronkospasme, demam, eosinofilia), anafilaksis, edema angioneurotik, sedikit peningkatan kadar dalam kreatinin serum.

Peringatan dan Perhatian
1.      Umum : pada penderita yang memberikan respon simptomatik terhadap Ranitidin, tidak menghalangi timbulnya keganasan lambung.
2.      Karena Ranitidin dieksresi terutama melalui ginjal, dosis Ranitidine harus disesuaikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
3.      Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati karena Ranitidin di metabolisme di hati.
4.      Hindarkan pemberian pada penderita dengan riwayat porfiria akut.
5.      Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui.
6.      Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum terbukti.
7.      Waktu penyembuhan dan efek samping pada usia lanjut tidak sama dengan penderita usia dewasa.
8.      Pemberian pada wanita hamil hanya jika benar-benar sangat dibutuhkan.

Interaksi Obat
1.      Ranitidin tidak menghambat kerja dari sitokrom P450 dalam hati.
2.      Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan atau menurunkan waktu protrombin.

Penyimpanan:
1.      Ranitidin injeksi disimpan di tempat sejuk dan kering suhu 4–25 oC, terlindung dari cahaya, harus dengan resep dokter.
2.      Ranitidin tablet disimpan di tempat kering, suhu 15–30 oC, terlindung dari cahaya.

No comments:

Post a Comment